PROLOG
7 Hari Sebelumnya
" Sain, darimana saja kau? Apa kau sudah membereskan barang-barangmu? Kita akan tinggal cukup lama." Anak itu tidak menjawab lagi ya, apa dia mulai bisu? Surrft.... Secangkir kopi memang yang terbaik untuk menenangkan fikirian. Beberapa hari ini dia selalu pulang larut malam, apa yang sebenernya anak itu lakukan? Dan, apa dia tidak sadar kalau aku memperhatikannya?
" Nikmati saja hidupmu, tidak usah campuri urusanku " Sain yang berdiri membelakangi pamannya itu berbalik dan menghampiri pamannya seraya menatapnya tajam. " Aku mau menurutimu karna ada Anastasya, tidak lebih. Jadi, jangan berharap denganku. " Sain menatap tajam pamannya yang sedang duduk di sofa.
Sean yang sedang duduk sambil melipat kakinya itu pun mulai menurunkan kakinya perlahan dan bangkit untuk menatap Sain tak kalah sengit. Dia memandangi wajah Sain untuk melihat keseriusan dari omongannya. Dan benar saja, dia serius dengan ucapannya. Melihat keseriusan Sain, Sean pun pergi dan Berkata " Baiklah, aku tau kau menyukainya. Tapi, jangan berharap persetujuanku Sain. Aku lega jika kau tidak menanyakan persetujuanku. Kau hanya anak kecil yang tidak mengerti apa itu cinta, kau menyukainya hanya karena kalian mempunyai kemiripan. Hanya karna orangtua kalian meninggal di malam yang sama bukan berarti itu cinta, dan bukan karna kalian sama-sama punya kelebihan kau bisa mengerti dia. " Sean berhenti sejenak untuk menunggu respon keponakannya itu, Sean berharap kali ini Sain bisa menonjoknya karna ucapannya yang selalu membuat Sain sakit hati. Dan Sean bersumpah tidak akan menghindari atau menangkisnya kali ini.
Tapi Sain hanya memendamnya. Sain berbalik dengan sangat marah mendengar ucapan pamannya itu, sementara Sean hanya diam memunggunginya. " Marahlah Sain, jika kau ingin marah. Aku tidak akan menyalahkanmu karna ucapanku tadi, tapi ingatlah hanya kau satu-satunya yang paman punya. Apa paman salah jika berharap padamu? Lebih baik kau bersiap, besok kita akan ke Indonesia untuk membantu permasalahan Siber di Negara itu. Aku juga sudah lama tidak bertemu dengannya."
Sain pun pergi melewati pamannya yang masih berdiri memandang langit-langit rumahnya, dia pergi dengan marah dan menyenggol pamannya dengan sengaja.. " Besok aku tidak ikut, kau akan pergi sendiri . " Sain masih terus berjalan menuju lorong kamar tanpa menggubris omongan pamannya. " Kau akan disambut dan tinggal bersama Robby, dia adalah orang yang bertugas mengurus kebutuhan kita selama tinggal di Indonesia, jika kau bosan kau bisa tinggal di mansionku yang ada di Indonesia. Anastasya juga ada disana." Langkah Sain terhenti mendengar nama Anastasya tertinggal disana, dia mematung sebentar lalu meresponnya. " Baiklah, good night " Ucapan selamat malam itu membuat Sean terkejut. Bagaimana dia tidak terkejut dengan ucapan itu, Sain adalah anak yang mempunyai pemikirannya sendiri, dia juga seorang yang pembangkang, jadi itu adalah hal yang sangat manis bagi Sean. Keterkejutan Sean diakhiri dengan senyumannya yang begitu menggoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Feelings Deleting
FantasyFeelings Deleting ? Complete or Not? Kehilangan barang atau orang yang berharga memang membuat perasaan bercampur aduk. Tapi, bagaimana jika perasaanmu yang hilang? Kehilangan perasaan adalah suatu yang menyedihkan bagi manusia. Dan bagaimana jika o...