Tiga

55.8K 2.2K 16
                                    

Jangan pelit vote and coment

_____________

Zara baru saja sampai di rumah minimalis tempat tinggalnya bersama kakaknya. Ia sampai ketika jam menunjukkan pukul enam sore. Ia cukup kelelahan mengurusi bunga-bunganya sendirian, namun wanita itu tidak pernah mengeluh, karena itu adalah sumber hidupnya sekarang.

Zara memperhatikan keadaan didalam, tetapi ia tidak melihat Dira kakaknya dan rumah juga terlihat sunyi. Lalu ia memutuskan untuk memasuki kamarnya setelah itu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dan menyegarkan dirinya. Butuh waktu lima belas menit menyelesaikan kegiatan mandinya.

Setelah mandi, ia mengenakan pakaian tidurnya, lalu keluar dari kamarnya untuk melihat apakah Dira sudah pulang atau belum. Tetapi matanya tidak melihat Dira sama sekali.

Karena merasa sedikit lapar, kakinya berjalan ke dapur untuk mengambil cemilan didalam kulkas, lalu menuju ruang tamu dan duduk di sofa sambil menonton televisi, menunggu Dira pulang.

Tak berselang lama terdengar deru mobil berhenti di depan rumahnya. Sepertinya itu Dira kakaknya, dan benar saja terlihat Dira masuk ke dalam dan menghempaskan dirinya ke sofa tepat di samping Zara. Zara hanya menoleh sekilas lalu kembali fokus ke televisi.

"Sudah lama pulang?" tanya Dira kepada Zara yang masih fokus ke televisi.

Zara mengangguk. "Kakak pulang dengan Kak Aaron?" tanya Zara kepada kakaknya

"Hm," jawab Dira tanda iya

"Tumben sekali Kak Aaron tidak mampir."

"Dia kelelahan dan ingin istirahat."

Zara hanya beroh ria dengan bibir membulat. "Sudah ada rumah yang cocok?" tanya Zara kemudian.

"Ya seperti biasa harus berdebat dulu."

"Memangnya kenapa?"

"Aku menginginkan rumah minimalis tetapi dia menolak dan menginginkan rumah yang besar, sangat berlebihan."

"Dan pemenangnya?"

"Tentu sekarang Kakakmu ini yang jadi pemenangnya," ucap Dira dengan senyum kemenangannya. "Bagaimana toko hari ini?" tanya Dira kemudian.

Zara berpikir sebentar. "Seperti biasa, tetapi hari ini aku mendapat seorang teman."

"Benarkah? Siapa? Pria? Wanita?" tanya Dira bertubi-tubi. Jarang sekali adiknya bercerita tentang teman.

"Bisakah Kakak bertanya satu-satu?" protes Zara kesal.

"Ah iya, Kakak terlalu penasaran." ucap Dira dengan cengiranya.

"Seorang pria. Namanya Azka orangnya juga tampan dan sepertinya dia orang kaya," ucap Zara dengan gaya berfikir menyebutkan ciri-ciri seorang Azka.

"Bagaimana orangnya? Kakak tidak mau kamu berteman dengan orang sembarangan," tanya Dira kembali membuat Zara memutar bola matanya malas ya seperti ini lah Dira begitu posesif terhadapnya.

"Orangnya sedikit menyebalkan, tapi aku yakin dia orang yang baik," sahut Zara yakin.

"Tapi kamu harus hati-hati juga. Apalagi dengan yang namanya pria." Dira mengingatkan kepada Zara agar selalu berhati-hati dengan makhluk yang bernama pria.

"Iya aku tahu," balas Zara

Dira hanya terdiam setelahnya wanita itu kembali membuka suara. "Kakak dan Aaron sudah sepakat agar kamu akan tetap tinggal bersama kami setelah kami menikah," ucap Dira dengan mata memandang Zara dengan tatapan serius

"Tidak perlu, Kak. Nanti siapa yang akan menjaga rumah ini?" tanya Zara lebih ke protes karena tidak menerima keputusan kakaknya.

"Tapi siapa yang menjaga kamu nanti?"

"Kak Ara udah besar, Ara bisa jaga diri sendiri," kekeuh Zara.

"Kamu itu memang keras kepala. Terserah kamu saja, tetapi ingat Kakak tidak mau terjadi apa-apa padamu." ucap Dira dengan sarat mata khawatir.

"Iya, Kakak tenang saja. Berbahagialah dengan kak Aaron. Tidak akan ada yang mengganggu," ucap Aara dan terkekeh pelan.

"Kakak tidak mempan di goda. Sudahlah aku ingin mandi, gerah," ucap Dira dan beranjak dari sofa.

"Iya Kakak bau sekali. Pantasan Kak Aaron tidak ingin mampir " ucap Zara menggoda kakaknya.

Dira melemparkan tatapan sengit kepada Zara dan hanya di balas gadis itu dengan kekehan.

Kembali Zara dengan televisi di depannya. Tetapi tiba-tiba saja lampu padam dan keadaan menjadi gelap. Kemudian Zara merasa pusing dan sekelebat bayangan masa lalu melintas di ingatannya. Kejadian mengerikan dua tahun yang lalu. Dia kembali mengingat kegelapan, teriakan, darah dan mayat. Juga rasa bersalah dan tatapan benci seseorang yang ingin dilupakannya.

"Arrrrrgghhh! Hiks,, hiks,, hiks,, hiks, bukan aku bukan aku! Aku tidak tau! Arrgghhh!!" Zara berteriak dan menangis meraung-raung seperti orang gila di dalam kegelapan.

Dira berlari ke arah Zara dengan membawa sebuah senter ditangannya, karena panik mendengar teriakan Zara.

"Bukan aku hiks..hiks...aku tidak bersalah hiks...hiks...," raungan Zara terdengar menyedihkan. Mencoba membela dirinya sendiri.

"Zara kamu kenapa? Ara! Ara! Ini Kakak! " ucap Dira memanggil manggil adiknya.

"Aku takut, Kak. Bukan aku yang melakukannya," ucap Zara sambil memeluk Dira dengan erat.

"Iya Kakak percaya bukan kamu, bukan Adik Kakak yang melakukannya," ucap Dira berusaha menenangkan Zara.

Setelah itu lampu kembali hidup. Zara merasa lebih leluasa untuk bernapas dan tenang. Tetapi tetap saja bayangan masa lalu mengerikan itu masih terbayang-bayang di kepalanya.

"Kamu kenapa?" tanya Dira kepada Zara yang sudah terlihat lebih tenang.

"Kejadian itu, Kak. Ara mengingatnya lagi. Ara takut, Kak" ucap Zara dengan suara bergetar ketakutan.

"Sudahlah, Kakak tau kamu tidak melakukannya," ucap Dira menenangkan Zara. Dira mengetahui apa yang di pikirkan Zara. Tetapi tidak tau hal lain yang mengganggu dalam hati Zara. Dira sempat khawatir dengan Zara yang mengalami trauma berat. Saat itu Dira selalu membawa Zara ke psikiater untuk melupakan kejadian mengerikan itu dan akhirnya sedikit demi sedikit Zara dapat melupakannya bahkan sedikit pulih dari traumanya. Walau tidak seperti Zara yang dulunya lebih ceria dan terbuka.

Sebenarnya Zara bisa pulih total dari traumanya dengan berbaik dengan masa lalunya, hanya itu. Tetapi sampai sekarang ia masih belum bisa berbaik dengan masa lalunya. Selalu saja dia mengingat seorang yang menyalahkannya dan menatap benci dirinya.

"Sudahlah, sekarang kamu tidur,kamu terlalu kelelahan," ucap Dira lembut, Zara hanya mengangguk.

Dira menggiring Zara memasuki kamarnya, menidurkannya dan menyelimutinya. Setelah melihat mata Zara terpejam dan napasnya teratur. Dira keluar dan memasuki kamarnya dengan kepala yang cukup pusing. Mengapa adiknya masih saja mengingat kejadian dua tahun yang lalu. Padahal Dira mengetahui tidak ada yang menyalahkan Zara atas kejadian itu. Tetapi Zara selalu berteriak membela dirinya.

Dengan lelah berpikir akhirnya Dira pun terlelap dengan dahi yang sedikit mengerut.

_________________________________

Jadi pembaca yang baik, tinggalkanlah jejak.

TBC

My Grudge Husband ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang