Desember - hujan - selalu sepaket dengan merindumu, sekali lagi.
Semestinya rindu itu sudah tidak hadir lagi.
Semestinya rasa itu sudah lama mati, tepat setelah kamu melangkah pergi.
Aahh...bicara hati, siapa yang bisa mengatur apa yang ia sukai, bukankah dia selalu berjalan semaunya sendiri?
Menghabiskan waktu bergelung seperti ini, melewati senja hari, bahkan terkadang sampai pagi, seperti manusia yang kehilangan diri sendiri. Kamu, adalah alasan di balik setiap waktu yang kurasakan menjadi sangat sepi. Sebenarnya aku pernah melewati yang lebih buruk dari ini, terbangun jam 2 pagi, merasa dunia ini kosong sekali, memeluk diri sendiri dan menyeka air mata di pipi. Ditinggalkan oleh dia yang berjanji tidak akan pernah pergi, mencintai dia yang mematahkan hati berkali-kali, atau terus setia untuk dia yang mendua hati. Siapa peduli, nyatanya tetap saja aku merindukan dia yang dulu memberi rasa hangat di hati, dia yang hingga hari ini namanya masih menghadirkan debar namun berujung nyeri. Dia, adalah kamu, yang masih memenangkan rindu ini.
Aku tidak pernah membayangkan ini sebelumnya, jika akhirnya kamu akan melupakan semua yang pernah kita punya. Aku masih menyimpan semua rencana yang bulan ini akan kita eksekusi realisasinya. Aku masih mengira di ulang tahunmu dan ulang tahunku kali ini kita akan meniup lilin berdua. Aku masih menyimpan kejutan-kejutan yang akan kubagi untuk merayakannya. Tidak pernah terlintas sama sekali dalam pikiranku bahwa kamu akan melewati pergantian tahun ini bersama dia. Aku benar-benar mengira kita masih bisa bersama dan bersuka cita.
Lalu sekali lagi, rindu ini hanya milikku saja. Waktu jelas menjadi sangat berbeda, dulu aku bisa menyampaikan rasa ingin bertemu dengan mudahnya, atau menumpahkan semua rasa cinta dan keinginan untuk merajuk manja. Tapi kini, jangankan untuk mengungkapkan gemuruh yang menyeruak di dada, sekedar menyapamu pun aku sudah tidak tahu bagaimana caranya. Bukan hanya sekali, aku rela menukar semua yang kupunya asal kita bisa kembali bersama. Namun ternyata keinginan itu hanya membuat luka semakin lebar menganga. Bukan kah kini hanya aku saja yang masih cinta?
Berkali-kali kuyakinkan diri sendiri bahwa aku sudah baik-baik saja, hidup masih bisa berlanjut meski kini tidak ada lagi kita. Aku bahkan mengatakan turut berbahagia untuk kamu dan dia. Tapi ternyata setelahnya masih ada banyak malam yang kulalui dengan air mata, menahan nyeri di dada, sambil berharap siapa tahu sakit ini akan membaik keesokan harinya. Aahh...rupanya kamu meninggalkan jejak yang terlalu lekat di dalam sana.
Memiliki rindu seperti ini sebenarnya membuatku merasa payah sekali, belum lagi lebam di hati yang perihnya sering menjadi-jadi. Entah mengapa kenangan tentangmu masih tersimpan rapi meski berkali-kali kuusir pergi. Aku sudah berusaha membuka diri untuk dia yang lain lagi, berharap ruang yang dulu kau tempati akan segera terisi. Tapi tidak, nyatanya aku masih menutup rapat bilik itu untukmu sendiri, kusisakan tempat jika satu hari nanti kamu ingat untuk kembali. Aku masih di sini, yang entah bagaimana pun kamu menyakiti tetap masih berharap kamu pulang, sekali lagi.
Aku pun tidak paham cinta macam apa yang kupunya. Setelah pedih yang tak terkira tetap saja kamu masih menjadi satu-satunya. Sudah banyak cara kulakukan untuk membiasa, tanpa kamu, tanpa ada lagi kita, tapi rindu ini masih saja rajin menyapa. Lalu, aku harus menyalahkan siapa? Aku bahkan berharap kali ini Tuhan sedang bercanda, kita hanya sedang dipisahkan sementara, atau cintamu sedang dijeda, agar suatu hari nanti kamu kembali tanpa ingin pergi lagi kemana-mana. Aku masih ingin berkata, jika sudah habis bahagiamu dengannya, kembalilah, lalu kita perbaiki semuanya.
Sungguh, aku berharap bisa menyudahi semua ini. Berapa banyak waktu lagi yang harus aku lewati untuk tidak lagi merindukan kamu yang sudah pergi?
Meski menyakiti, tetap saja aku masih berharap kamu kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
REJECTED MEMORY
Teen FictionAku terlalu keras kepala mempertahankanmu, namun pada kenyataannya kau terus menyakitiku berkali-kali dan pergi begitu saja tanpa pernah menengok kebelakang lagi. Hingga pada akhirnya aku mengambil keputusan yang benar. Melepaskan ingatan tentangmu...