MEMENTO: 2009

1.1K 43 22
                                    


Jumeirah Al-Qasr, Dubai, 2009
7:00AM

"Cepet, Zayna!" Titah Umm kepada Zayna yang sedari tadi sibuk memotret Burj Al-Arab yang terpantau dari balkon kamarnya. Remaja yang mengenakan jubah berwarna putih dengan paduan beberapa aksen berwarna crepe-pink serta rambut sepunggungnya yang bergelombang dibiarkan terurai itu segera memencet ikon close di handphone nya. Ia segera memasuki kamar dan menghampiri Umm yang nampak sibuk mengurus adik lelakinya yang berusia delapan tahun.

"Cepet, nak... Satu jam lagi kita harus sampai san—"
"Astaghfirullah, Zayna! Kamu keluar barusan ngga pakai kerudung? Heh?!" 
"Engga, mi." Zayna menggeleng polos.
"SIAPA YANG  NGAJARIN BEGITU?! KAMU UDAH BESAR, NAK! GAK MALU AURATNYA DILIHAT COWO?!" Bahu Zayna tersentak mendengar omelan Umm yang suaranya melengking di awal kata. Zayna hanya meremas handphone dan memejamkan mata saat mencerna tiap kalimat yang penuh penekanan keluar dari mulut ibunya. Sedangkan adik lelakinya hanya memandang ibu mereka sambil ternganga. Sesekali ia menoleh ke arah tetehnya yang hampir menangis.

"Ummi, Bilal kebelet!" Seruan dari putera bungsunya membuat Umm menghentikan sejenak omelan terhadap puteri ketiganya. Bilal yang baru saja dipakaikan celana terpaksa melepas lagi celananya dan berlari terbirit-birit menuju kamar mandi. Umm yang baru saja naik pitam sekarang telah meredakan amarahnya. Beliau memandang puterinya penuh rasa bersalah—namun beliau hanya ingin Zayna menyadari sendiri kesalahannya. Umm berlalu menemani puteranya di kamar mandi.

Zayna yang mematung di tempat berkali-kali menghapus derai cairan bening dari matanya. Sesekali ia terisak. Ia segera mengambil kerudung dan meninggalkan kamar.

🌴🌴🌴

Palm Jumeirah, 11:00AM

"Baiklah, tuan-tuan dan nona-nona, diumumkan bahwa penerjunan akan ditahan terlebih dahulu akibat angin yang kencang. Mungkin kita bisa terjun setelah beberapa menit lagi."

Duaaaarr!

Tubuh Zayna mulai terkulai lemas, keringat dingin mulai bercucuran di sekujur tubuhnya.

"Hal seperti ini sudah biasa terjadi. Jadi dimohon tenang." Ujar salah satu partner tandem Zayna.. Wanita di sampingnya yang ditaksir berusia sekitar dua puluh tujuh tahun itu menenangkan Zayna yang telah memasang ekspresi tegang.

"Oh, tenang, sayang. Aku telah beberapa kali bermain skydive. It's so fun, hal seperti ini sudah biasa terjadi. It's okay!" Sosok seperti teteh Fatma telah hadir disini — meski sebenarnya beliau masih di Kairo. "Terimakasih, kak." Zayna tersenyum samar mendengarnya.

Beberapa menit kemudian, belum ada informasi yang mengabarkan bahwa cuaca baik-baik saja. "Jika seperti ini, entahlah..." Wanita yang tadi menyemangati Zayna tiba-tiba kehilangan harapan. Ia sudah mewanti-wanti agar uangnya dikembalikan.

"Richard!" Seru seorang lelaki berperawakan khas lelaki Arab  berlari kecil memasuki lobby sambil memayungi kepala dengan telapak tangannya. "Diluar sedang hujan. Kita batalkan skydive untuk hari ini."

"Lalu uang kami?" Wanita di sampingnya bertanya lagi.

"Kalian bisa memilih. Uang dikembalikan atau kembali lagi esok. Itu terserah kalian..." Jawabnya dengan jelas dan tak bertele-tele. Sementara Zayna yang nampak paling muda disini menekuk wajahnya kecewa. Ia telah bersemangat untuk terbang hari ini. Tapi karena hujan, pupus sudah harapannya. Ia memilih untuk melanjutkan niatnya esok hari. Sekarang Zayna telah berkemas dan bersiap kembali menuju hotel.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 21, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Zayna Hanafie (Dear, Hamdan Bin Mohammed 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang