***
Langit berwarna tembaga, menumpahkan sisa-sisa cahayanya ke jalan-jalan sempit kota.
Di tengah bayang-bayang gedung tinggi yang menjulang seperti tangan-tangan raksasa yang hampir meraih bintang, Itoshi Rin berdiri di depan pintu apartemen barunya.
Dinginnya sore itu seolah bersekongkol dengan aura yang terpancar dari tubuhnya. Sunyi dan tidak tergoyahkan, seperti monumen batu yang sudah melewati ribuan musim tanpa mengeluh.
Tidak ada sepatah kata pun yang ke luar dari bibirnya, hanya mata berwarna hijau laut tajam yang memindai setiap sudut bangunan di hadapannya, seolah mengevaluasi seberapa layak tempat ini menjadi perhentian baru dalam hidupnya yang statis.
Dia benar-benar membuktikan ucapannya terhadap Sang Kakak. Begitu janjinya terucap, segera dirinya mengurus kepindahan ke apartemen.
Kata-kata yang terucap dari mulutnya bukanlah omongan yang biasa, melainkan semacam hukum alam yang tidak dapat dibantah. Setiap suku kata yang ke luar dari mulutnya adalah jaminan.
Dan hari ini, buktinya terpampang jelas.
Apartemen ini adalah kenyataan yang lahir dari keputusan yang sudah diambil, tidak peduli seberapa kecil atau besar dampaknya bagi orang lain. Baginya, ini hanya bagian dari rutinitas hidupnya yang dingin dan terkendali. Dia hanya ingin memulai hidup baru yang tenang tanpa ada bayang-bayang Sae yang mengganggu. Jika tetap menetap di sana, maka yang selalu terlintas di dalam pikirannya hanyalah harapan agar kakaknya itu pulang.
Sekarang rumah mereka hanya ditempati oleh pelayan dan penjaga yang bekerja. Kedua orang tuanya sudah bercerai dan memiliki keluarga baru, kakaknya sibuk dengan pekerjaan sebagai aktor dan memilih tinggal bersama kekasihnya, kini gilirannya yang pergi.
Rin tidak benar-benar pergi karena akan tetap kembali ke rumahnya selama beberapa kali. Tujuannya pergi adalah mencari kenyamanan, ketenangan, serta suasana baru.
Dengan gerakan yang nyaris seperti mesin, dia membuka pintu apartemen itu. Bunyi engsel yang berdecit serupa rintihan samar, seolah bangunan tersebut tahu bahwa penghuninya bukan orang biasa.
Hanya ada satu kesimpulan ketika seseorang melihat apartemen ini.
Kosong.
Sama seperti wajahnya yang selalu tampak datar, tempat inipun hampa seolah menunggu disentuh oleh sesuatu yang lebih berarti. Kosong bukanlah masalah baginya, melainkan bak sebuah kanvas yang belum disentuh oleh tangan seorang pelukis.
Melangkah masuk lalu menutup pintu, pria tampan itu kemudian meletakkan kopernya di sudut ruangan tanpa suara. Kepalanya sedikit menoleh, menatap jendela yang tertutup di ujung ruangan, seolah mengharap angin untuk masuk dan menyambutnya. Namun, angin yang berembus lembut tidak mampu membuat perubahan dalam ekspresi wajahnya yang kaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗗𝗔𝗡𝗚𝗘𝗥𝗢𝗨𝗦 𝗗𝗘𝗦𝗜𝗥𝗘 || 𝐈𝐭𝐨𝐬𝐡𝐢 𝐑𝐢𝐧
Romance[ 𝟐𝟏+ ] Untuk pertama kalinya, Itoshi Rin yang berprofesi sebagai pelukis tersebut melakukan kesalahan terbesar di dalam hidupnya yaitu jatuh cinta. Semua orang pasti merasakan cinta, tetapi dia melakukan kesalahan dengan jatuh cinta terhadap teta...