Prolog

130 4 3
                                    

Sinar terik pagi yang menjadi pembuka awal tahun ajaran baru bagi sekolah Harapan Bangsa, cukup menghangat tubuh para siswa-siswi- sedang memusatkan perhatiannya pada ucapan guru yang berkoar di microphone dan tersambung ke saluran Toa.

"Bagi anak kelas XI dan kelas XII, kalian bisa bubar secepatnya dan masuk tertib ke dalam kelas! Untuk anak kelas X harap tetap di tempat"
Titah seorang pak Guru dengan perawakan kumisnya tebal dan lebat. Kata kaka-kaka senior yang telah berpengalaman di sekolah itu, pria paruh baya itu sering di istilai nama pak 'Kuka', yaitu Kumis Kasim. Hihi.. ada-ada saja.

"Huuuu..."
Sekelompok siswa-siswi berwajah baru, tak lain adalah anak-anak kelas X mengeluarkan suara hurakkan mereka. Menganggap guru mereka pilih kasih. Massa mereka tega di biarkan berjemur matahari berlama-lamaan sedangkan kakak kelas mereka di persilahkan keluar dari barisan. Tidak adil.

"Harap tenang anak-anak!! Bapak guru sengaja menahan kalian sejenak bentar di lapangan, untuk mendengarkan arahan penting selanjutnya. Karena setelah ini kami akan membacakan nama-nama siswa dan siswi yang akan masuk ke dalam kelas unggulan baik kelas X MIA maupun IPS"

Alasan yang terucap oleh pak Kasim, langsung saja menghentikkan kerusuhan yang terjadi dalam barisan. Semuanya menyimak dengan baik-baik. Sepertinya ini menarik untuk di dengarkan mereka.

Berdasarkan kesepakatan rapat dewan guru beserta direktur dan kepala sekolah, Tahun ini sekolah harapan bangsa mengadakan program baru yakni Kelas Spesial. di peruntukkan murid-murid baru yang memiliki standar nilai tertinggi dari rapor dan Nilai UN di zaman kelulusan SMP nya. Artinya hanya otak-otak pintar saja yang bisa berada dalam kelas spesial.

belum lama adik-adik junior menjalani masa MOS. Lepasnya di liburkan selama satu minggu, hari senin ini mereka kembali datang ke sekolah. Bersiap menghadapi pelaksanaan proses belajar mengajar.

"Ting..ting boleh gue ramal??"
Rambut lurus panjang agak kecokelatan yang di miliki gadis bertubuh tinggi itu, berbisik pelan ke seorang cewek berkulit putih yang berdiri sejajar di sampingnya.

"Apa?? Sebentar kita bakal ketemuan di kantin??"

"Aishh.. ini bukan kayak film Dilan tau!"
Siswi tinggi bernama Sowi itu berdecak, hampir saja menghentakkan kakinya keras jika ia tidak mengingat suasana saat ini terbilang hening. Tidak luput Sowi takut, beberapa Guru berdiri mengawasi mereka di sekitar barisan lapangan.

Siswi satunya berstatus sebagai sahabat sehidup-semati Sowi yaitu Enting namanya, malah terkekeh pelan.
"Emangnya apa yang kamu ingin ramal?"

"Ralat!! bukan mau meramal, takut musyrik gue, tapi prediksi. Gue prediksi lo bakal masuk ke kelas unggulan itu"
Sowi dengan pancar mata meyakinkan.

"nama yang nanti di sebutkan, silahkan memisahkan diri ke depan. untuk barisan kanan kelas MIA dan barisan kiri kelas IPS"
Pak kasim menyerahkan mic yang dipegangnya ke seorang guru berhijab dan berkacamata. Tidak asing lekukan tegas wajahnya, guru itu bernama Ibu Farida. Guru yang mengajar di mapel Biologi.

"di dengarkan baik-baik.. nama-nama siswa-siswi yang terdaftar ke dalam kelas X MIA 1 yaitu :
1. Anjas bagasmara
2. Boby purnama
3. Bevita trikasti juliani
4. Delfiana
5. Deka sebastian jibran
6. Enting tropica dewi........"

"Buahahaha.. gue baru bilang, nama lo udah nongol di sebut.. selamat Enting!! lo masuk ke kelas NERAKA"
Ejek Sowi menjulurkan lidahnya sekaligus menurunkan mental sahabatnya yang nampak ciut. Kemarin Enting bilang, ia berharap pengumuman hari ini namanya tidak termasuk ke kategori kelas unggulan. Takdir berencana lain, harapannya justru berbanding terbalik. Maka siap-siap lah gadis kalem itu bersaing dengan rival-rival yang begitu hebat. Membayangkannya saja rasanya bulu kuduk Sowi berdiri 90° tegak lurus.

Second ChoiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang