dua

2.9K 392 28
                                    

"Yakin enggak apa-apa saya tinggalin kalian berdua?" Rico yang baru saja menghempaskan tubuh Marsel ke atas ranjang bertanya dengan khawatir.

"Ya enggak apa-apalah, saya kan istrinya," sahutku sambil berusaha menaikkan kaki Marsel yang menjuntai di sisi ranjang, dan melepas dasi yang masih melekat di lehernya.

Marsel mengerang tapi tetap menutup mata, sepertinya merasa tidak nyaman dengan banyaknya gerakkan.

Sepertinya aku harus menghentikan dulu kegiatanku daripada Marsel mulai mengoceh yang aneh-aneh lagi. Masih ada orang asing di sini.

Aku segera membalik tubuh, tanpa sadar kalau Rico sedang berdiri tepat di belakang dengan jarak yang cukup dekat.

Kaget dengan pemandangan kemeja berkancing yang terbuka, aku nyaris terjengkang jatuh ke ranjang. Tapi Rico dengan tangkas menarik tanganku, menahannya agar tidak sampai jatuh.

"Eh!" Rico terlihat terkejut melihat tangan kami yang saling melilit. Genggamannya terlepas, ketika keseimbangan bahkan belum terkumpul, membuat tubuhku kembali limbung ke belakang.

Tapi lagi-lagi tangannya menarikku dengan cepat.

Sebelum terjadi untuk ketiga kalinya, aku segera menegakkan tubuh, menarik tangan dengan sopan, melepaskan diri dari posisi aneh kami barusan.

"Saya benar-benar minta maaf." Rico meringis, dia terlihat canggung. Sama canggungnya dengan aku yang tak sanggup mengeluarkan kalimat apa pun.

Terlihat kebingungan, Rico segera berbalik dan melangkah keluar kamar. Begitu dia menghilang di balik pintu, barulah pada aku mampu bernapas lega.

Sekilas aku menoleh ke ranjang, memastikan bahwa Marsel masih terlelap dan tidak melihat apa yang terjadi barusan, atau urusan bakal panjang.

Setelah yakin bahwa dia masih terlelap, aku bergegas ke luar kamar dan menemukan bahwa Rico sudah berdiri di ambang pintu depan yang sengaja kubuka tadi.

"Saya pamit ya," ujarnya.

Aku mengembangkan senyum sesopan mungkin membalas pamitannya. "Terima kasih sudah membawa suami saya pulang dengan selamat," kataku.

"Ah, itu kebetulan karena kami rekan bisnis," sahutnya. "Justru saya jadi merasa malu sudah menyusahkan istri Pak Marsel siang tadi." Dari nada suara, aku mendengar rasa sungkan yang nyata.

Kukibaskan tangan di depan wajah. Memintanya agar tidak perlu mengungkit kejadian siang itu. Tapi Rico memaksa meminta nomor rekening dan telepon agar dia bisa segera mentransfer penggantian.

Setelah sedikit berdebat, akhirnya aku memberikan juga apa yang dia minta.

"Renee ...." Dia mengulang nama yang sudah kusimpan ke ponselnya. "Saya akan segera mengirim bukti transfernya setelah saya transfer nanti," ucapnya sambil memasukkan ponsel ke dalam saku.

Aku hanya mengangguk.

"By the way, kamu yakin enggak apa-apa hanya dengan Marsel?" tanyanya hati-hati.

"Iya. Enggak apa-apa."

"Soalnya sepertinya dia agak ...."

Aku mengangkat kedua alis. Memperingatkan bahwa aku tidak suka dengan topik pembicaraan. Siapa yang nyaman membicarakan urusan rumah tangga dengan orang asing yang baru dikenal?

"Hmm, mungkin dia hanya mabuk." Rico menangkap isyarat yang kuberikan dengan baik. "Saya pulang, ya." Dia melambaikan tangan kikuk, lalu melangkah ke luar rumah.

Aku mengikuti sampai ambang pintu. Sampai sedan mewahnya hilang dari pandangan mata.

-------

Little WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang