Tiga

47 7 5
                                    

Malam hari, tepat nya pukul 7.30, Kania sudah kembali ke rumah papa nya dengan membawa setumpuk belanjaan. Seperti tadi pagi, ia hanya memarkir kan mobil nya di depan pagar.

Kania masuk ke halaman rumah nya dan berbelok ke belakang. Tempat para asisten rumah tangga dan pekerja lain nya yang ingin tinggal di rumah nya.

Bagian tempat asisten rumah tangga dan pekerja lain nya seperti sebuah kontrakan yang di bagi menjadi beberapa kamar. Karena Kania sudah mengenal tempat ini, Kania tidak perlu nyasar dan bingung dimana tempat bik Inah tinggal.

'Tok.. Tok.. Tok '. Pintu terbuka tepat pada ketukan yang ke Tiga. Di sana tampak bik Inah yang mengenakan daster sedang mengelus Al. "wahh non udah pulang ya. Ini non Den Al nya" ucap bik Inah sambil menyerah kan Al yang sudah tertidur. "makasih ya bik".

"non mau masuk gak ke rumah bibi? ". Kania menggeleng." gak usah bik. Kania pengen langsung ke apartment aja ya".

"loh gak tinggal di rumah" tanya bik Inah."masih belum siap ketemu papa bik "ucap Kania sendu." ohh yaudah kalo begitu. Non hati hati ya". Kania kembali mengangguk dan mencium tangan bik Inah. "iya bik. Makasih ya bik sekali lagi".

Kania berbalik dan hendak pergi. Tapi panggilan bik Inah membuat langkah nya terhenti. "non cepet baikan ya sama tuan. Tuan sering begadang bahkan sampai sakit tau non gara gara kejadian 'itu' ". Kania menghembus kan nafas lelah dan berbalik menghadap bik Inah.

"doain aja semoga Kania bisa maafin papa bik"ucap Kania dan kembaliin melanjut kan perjalanan nya. "andai bibi bisa kasih tau non kejadian yang sebenarnya" ucap bik Inah sedih.

Setibanya Kania di halaman, Kania merasa ragu untuk pulang. Beberapa saat hanya berdiri di halaman, Kania memutus kan masuk ke dalam rumah dan menghampiri kamar papa nya.

Kania merasa heran ketika melihat pintu sedikit terbuka. Kania terkejut. Sangat terkejut.

"ohh jadi ini yang namanya sakit" ucap Kania setelah membuka pintu lebar lebar. Ya. Dia melihat papa nya sedang menggenggam tangan wanita dengan posisi papa nya sedang duduk dan wanita asing itu duduk di ranjang dengan posisi saling menatap.

Papa Kania, Richard dan wanita asing tersebut terkejut melihat Kania sedang menatap tajam ke arah mereka berdua. "Kania ini tidak seperti yang kamu liat sayang". Kania berdecih merasa jijik dengan perlakuan papa nya.

"lalu apa? Apa kalian sudah melakukan hal yang lebih dari yang saya liat ini? "

" KANIA" bentak papa nya. "nak, ini tidak seperti yang kamu ki...." "cukup! Anda, orang asing tidak usah ikut campur. Kalian sama saja seperti maling yang tertangkap karena melakukan aksi kejahatan. Dan kalian tahu, kalau maling mengaku maka penjara akan penuh"

"dan kau tuan, Richard yang terhormat. Apa anda tidak malu terhadap apa hang telah anda lakukan. Menelantar kan saya dan bunda lalu, lalu,.... "ucapan Kania terhenti karena setetes air mata jatuh mengalir ke pipi nya.

Kania menghapus air mata nya dan kembali menatap ke arah papa nya yang sedang menunduk." kau tau. Ku kira mungkin aku memang harus memaaf kan mu. Tapi apa yang kau lakukan sekarang, membuat ku muak. Muak terhadap apa yang kau lakukan pada ku dan bunda, muak terhadap perbuatan mu terhadap 4 tahun yang lalu, dan sekarang aku merasa jijik terhadap kalian. Dan rasa itu, aku tidak akan pernah kembali ke rumah ini. Saya permisi ".

Kania mengambil kucing yang terjatuh dan menatap papa nya sekali lagi dan pergi sambil menahan tangis yang sebentar lagi akan Meledak. Kania berlari dengan cepat dan masuk ke dalam mobil dan menjalankan mobil nya dengan kecepatan kencang.
                                     ☠️☠️☠️
"hiks... Hiks... Hiks " tangis Kania dengan kencang di balkon apartment nya sambil menyembunyi kan wajah nya di lutut nya. "bunda... Bunda... Papa jahat bun. Dia jahat. Hiks... Hiks.." teriak Kania sambil memukul lantai dengan satu tangan nya. "meong... Meong". Kania mendongak, menatap kucing nya yang menatap diri nya dengan pandangan.

Antagonist Where stories live. Discover now