3

214 13 2
                                    


Rana langsung melepas high heels nya dan menggantinya dengan sandal rumahan. Ia baru saja menyelesaikan segala macam rutinitas keartisannya dan juga ‘rutinitas gila’nya bersama Arnav, si pria brengsek berotak minimalis yang kebetulan seorang Presiden Direktur dari perusahaan TV ternama. Dengan posisinya yang tinggi itu, ia bisa mengatur segala hal termasuk mengenai Rana yang merupakan ‘babu’ kelas atas ‘milik’ Arnav.

Rana lantas pergi mandi sambil bersenandung kecil, waktu 1 jam dihabiskan Rana untuk  mandi dan berfikir di bathroomnya. Rana meringis kecil saat merasakan sakit di perutnya, ‘Rasanya cacing pita udah melahap habis usus gua aw!Seharusnya gua makan tadi shit!’ sesal Rana mengingat kembali kebodohannya. Rana melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mencari persediaan makanan. Rana membuka kulkas dan merasa sedikit kesal melihat persediaan kulkasnya yang kosong melompong. Hanya terdapat beberapa sayuran yang telah menghitam dan beberapa kaleng minuman isotonik. Rana membanting dengan keras pintu kulkasnya.
Layaknya menambah kekesalan hati Rana, suara smartphone milik Rana berdering dengan keras menandakan sebuah pesan baru. Rana mengabaikan smartphonenya, tak merasa tertarik sedikitpun. Ia lebih sibuk berpusat dengan perutnya yang lapar dan cara mengatasi hal tersebut.

Namun kenyamanan Rana benar-benar terusik, smartphonenya berdering tanpa henti menandakan banyaknya pesan baru yang masuk, Rana pun berteriak kesal dan meraih ponselnya.

From : +68136605xxxx
Halo Rana, ini saya Arnav Adiraksa.

From : +68136605xxxx
Simpan nomor saya ya.

From : +68136605xxxx
Saya kangen kamu. Kamu sedang apa?

From : +68136605xxxx
Saya udah liat berita tentang kita. Kamu berharap saya klarifikasi atau gak nih? 

Mata Rana membulat membaca deretan pesan tersebut, terlebih pesan terakhir yang membuat perut Rana ibarat terisi penuh dengan amarah yang memuncak hingga ke ubun-ubun. Rana tanpa berfikir panjang langsung men-dial up nomor tersebut.

“ Halo Rana, saya pikir kamu udah tidur. Kamu kangen saya ya makanya telfon gini? Tapi kondisi saya sekarang gak memungkinkan untuk lanjutin kangen-kangenan kita. Maaf ya Rana,” kekeh Arnav.

“Tapi pak saya mau.. halo pak… pak?..” telfon diputus sepihak oleh Arnav. Rana pun lantas bertambah kesal dengan ulah Arnav yang seenaknya.

“Sok sok sibuk, tai banget. Padahal tadi ngespam chat ke gua. Salah apa gua sampe berurusan sama om-om gajelas gini duh.” Rana mematikan smartphonenya. Rasa lapar Rana pun mendadak hilang ditelan kemarahannya pada Arnav.

Rana melangkah menuju kamar tidurnya, suasana kamar yang gelap tak mengusik Rana untuk mengistirahatkan tubuhnya sejenak. Rana berbaring terlentang sambil memandang langit-langit apartemennya. Perasaan itu muncul lagi, perasan takut yang tak bermuara muncul lagi, sesak di ulu hatinya pun mulai terasa. Rana takut tidur, mimpi buruk itu mengganggunya.

Rana bangun dengan mata yang sembab, semalaman ia menangis, menangisi hal yang tak seperlunya ditangisi. Ia menangisi masa lalunya, sebagai ‘anak kotor’, kata itulah yang selalu diucapkan oleh ayahnya. Rana benci menangis, Rana benci mengingat masa kecilnya yang berantakan. Berbeda dari anak lainnya yang sibuk dengan mainan barbie-barbie an ataupun masak-masakan, Rana kecil harus berkutat dengan pukulan, cubitan, maupun tamparan yang diberikan oleh ayahnya. Ayahnya yang ia pikir ialah ayah kandungnya itu selalu membenci, melontarkan berbagai kata-kata tajam yang menusuk relung hati gadis dibawah umur itu. Sedangkan ibunya, hanya menangis tak kuasa melawan atas perlakuan suaminya itu. Ia seakan-akan tak berdaya atas segala hal yang bersangkutan dengan suaminya tersebut.

Walaupun begitu, Rana sangat menyayangi ayahnya tersebut, ia selalu melakukan apapun yang ayahnya sukai. Namun Rana heran, apapun perbuatan yang Rana lakukan selalu salah di mata ayahnya. Ayahnya tak pernah tersenyum seperti yang ia lakukan ketika melihat adik kecil Rana yang berusia 2 tahun.

Anak kotor. Menjauh dariku’

‘Berhenti menangis, bahkan air mata lo gak bisa ngebersihin kekotoran lo itu, anak iblis!’

‘Gausah jual air mata sama gua!’

‘Gua bukan bapak lo, jangan pernah panggil gua ayah!’

‘Mati lo, dasar anak haram!’

‘ Lora, jangan coba-coba bela dia atau lo yang mati!’

‘Jangan dekat-dekat anak itu, Rano!’

‘Dia bukan kakakmu, dia hanya sampah! Sampah yang harus dibuang’

The Actress' Secret Man.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang