Chapter 1 (Twoshot story)

2.2K 98 4
                                    

Panic Room

"I'm so sorry." Ucap Matt "I'm so, so sorry." Shauna bisa mendengar suaranya -Matt- dengan samar. Dia masuk ke dalam ruangan kosong yg aku pakai sebagai ruang pelarian atau panic room. Dulunya ruangan ini kamar Matt, tapi diberikan ke Shauna agar Shauna bisa punya waktu sendirian tanpa ada yang mengganggu. Matt pindah ke kamar Carter, yang tepat disebelah kamar asli ku.

Di panic room Shauna bisa menangis sepuasnya tanpa ada gangguan. Saat Shauna keluar dari kamar itu, Matt akan menyambutnya dengan pelukan dan ciuman hanya untuk membuatku merasa nyaman. Shauna bisa menghabiskan waktu sampai 8 jam di ruangan ini, dan Matt hanya mempunyai satu aturan : Shauna tidak boleh membawa barang lain kecuali makanan. Ini untuk mencegah ia membawa silet, pisau, dan apapun yang berbahaya dan bisa menyakiti dirinya sendiri .

Siang ini Matt ada interview dan photoshoot sama Teen Vogue Magazine , sebelum Matt sampai rumah Shauna masuk ke dalam panic room melakukan yg biasa ia lakukan -Cut herself, crying.

Saat Matt sampai rumah dia pergi ke kamar Shauna, untuk melihat keadaannya. Dia mencari ke kamar yang lain satu-persatu -Nash,Cameron,Shawn,Johnson,Gilinsky, dan Carter- kata Carter, Shauna ada di panic room. Matt langsung ke panic room, lalu dia mendengar suara tangisan Shauna, dia tau untuk tidak mengganggunya. Tiba-tiba Matt tidak mendengar suara apapun, lalu dia menerobos masuk ke dalam panic room.

Saat ini, rasanya dunia mati, dunia berhenti. Seketika warna mata Matt menjadi jauh lebih gelap saat melihatmu -shauna- yang hanya menangis di pojok ruangan sambil melihat puluhan bekas luka yang baru dan udah mulai memudar. Matt mematung, speechless. Kamu broke-down seketika enggak tau harus gimana lagi, Shauna mendorong Matt keluar memohon padanya untuk keluar. Shauna mulai berteriak menyuruh dia keluar disaat Matt memohon untuk masuk. Shauna mengunci pintu secepat mungkin setelah Matt sampai di sisi lain pintu.

Shauna bersender ke pintu, dengan kaki meringkuk ke arah mukanya, menangis layaknya kehilangan segalanya. Matt di sisi lainnya berusaha ngomong ke Shauna dari celah yg ada di pintu.

"Kenapa?" tanya Matt. "Udah berapa lama?"

Di tiap kalimat yang Matt omongin ke Shauna, tangisan Shauna semakin jadi. Air mata Shauna terus mengalir, tidak bisa berhenti. Shauna berusaha berhenti menangis, tapi tiap dia -Matt mulai berbicara lagi, air mata rasanya kaya air terjun yg engga bisa diberhentiin.

"Aku butuh kamu buka pintunya, aku mohon" Ujar Matt dengan sangat lembut "Shauna, buka pintunya, aku mau liat keadaan kamu" "I just want to hug you"

"I know Matt, I know" kataku lirih. Aku berdiri perlahan, baju ku menyentuh luka baru yang ada dilenganku ini. Perih. Begitu aku buka pintu, aku liat Matt, duduk meringkuk di lantai. Begitu dia sadar aku keluar dari panic room, matanya seketika melihatku. Mataku membesar, melihat keadaan Matt, dia menangis, dia nangis karena aku.

"you're crying" kataku lirih. Matt bangkit memelukku, dia meneteskan air mata lagi begitu melihat darah di tanganku. Dia meraih ku perlahan, mencium setiap luka baru yang ada ditubuhku.

"Maaf" kata Matt "Ini semua salahku, maaf.." dia berhenti mengambil nafas panjang ".. sebelum kamu bilang ini bukan salahku, ini semua emg salah aku, aku engga selalu disini buat kamu, aku sering pergi ninggalin kamu, maaf, maaf tadi aku engga ngangkat telfon kamu, aku minta maaf banyak fans aku yang jahat sama kamu....." Suara Matt bergetar.

Aku cuma pernah ngelihat Matt nangis sampai seperti ini dua kali-pertama waktu sahabat dia meninggal dan kedua kali... sekarang ini.

"Matt, it's fine" aku menyela omongan dia yang aku yakin masih panjang. Aku masih meneteskan air mata, tapi aku udah lebih tenang sekarang. "No it's not fine. Aku tau kamu dapet banyak hate belakangan ini dan aku diem aja, kamu gaboleh dengerin semua hate itu, ignore them, they're just jealous of you" kata dia.

"It's hard to ignore" kata ku pelan, sangat pelan. Matt memelukku lebih erat lagi, mengelus punggungku perlahan. "Aku gamau kamu pergi Shau, my biggest fear is losing you"

Matt menuntunku kekamar, dan mendudukkanku di kasur "tunggu sebentar" ucapnya sambil mengecup keningku, dan kembali dengan peralatan first aid. Dia merawat lukaku.

"Go to sleep okay" ucapnya sambil mencium kening dan bibir ku.

"Stay, please" kataku singkat dan seketika dia udah menempatkan badannya disampingku memelukku perlahan berusaha tidak mengenai lukaku. Gimana, bagaimana seseorang menangis hanya karena gadis yang bahkan berfikir dirinya bukan siapa siapa.

"Goodnight beautiful, I love you. Sweet dreams"

"I love you too, I love you so much. Sleep tight"

A/N

hi setelah berjuta tahun ganulis kaku bgt paraaah segini doang sampe dua hari ahaha, daan awalnya aneh banget-_- next part keluar besok atau lusa atau besoknya lagi so yeaaah, thank you for reading, and PLEASE VOTE xx

The Panic Room (Matt Espinosa Fanfiction -Indonesia -)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang