(1)

26.1K 1.5K 67
                                    

Cara menengadah dari dalam taksi yang ditumpanginya ketika melihat gedung pencakar langit itu. Langit di luar sana menggelegar. Awan bergulung-gulung memuntahkan hujan. Jalanan terguyur itu sepi melompong, sementara orang-orang sebisa mungkin berteduh karena hanya yang tolol saja yang rela menerjang cuaca semacam ini.

Tetapi bagaimanapun, itu tidak mengurangi kekaguman Cara ketika menatap Grunley Building yang gagah menjulang, sama sekali tidak terpengaruh cuaca yang buruk.

"Oh, wow!" gumam Vivian Bume, editor sekaligus sahabatnya. Satu dari beberapa orang penting dalam hidupnya, karena wanita dengan rambut merah ikal, payudara besar, dan kaca mata tebal seksi inilah yang mengekori rintisan karir menulisnya. "Aku selalu bertanya-tanya bagaimana rasanya bekerja di gedung semacam ini. Menurutmu, berapa lantai seluruhnya? Dua puluh? Pasti lebih, ya kan? Empat puluh. Aku yakin begitu."

Cara juga yakin paling tidak gedung itu bertingkat dua puluh lantai. Ia hanya tak mengira bisa memasuki gedung semacam ini dan dirinya adalah orang berkepentingan. "Aku tak menyangka kantor perfilman bisa sebesar ini."

"Jangan kampungan," dengus Vivian. Wanita itu selama setahun terakhir telah mengejar ketinggalan mode dan tren. Hasilnya sungguh mengesankan. Vivian yang Cara kenal sebagai kutu buku sejak berada di bangku kuliah kini menjadi kutu buku seksi dan dia memanfaatkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya. Dan tentu saja, payudara dan bokongnya. Siapa yang tidak suka payudara dan bokong besar. "Ini gedung kerja sama, Nona dari antah berantah. Kantor Daniel Harvey setidaknya hanya punya satu sampai lima lantai paling banyak."

Tetap saja itu membuat Cara terperangah hingga menggumamkan kembali kata, "Wow."

"Tunggu sebentar," kata Vivian seraya memajukan tubuh, yang mana itu perintah kepada sang sopir taksi untuk mereka beberapa saat lamanya. Ia mengacak-acak tasnya dan mengeluarkan tas kecil berisi peralatan rias. "Sini, biar kubenahi dirimu," katanya sambil menepuk pipi Cara dengan bedak. Cara hanya bisa menurut karena Vivian memang orang yang menuntut. "Ya Tuhan, apa kau pernah tahu istilah perawatan kulit? Riasan dan sebagainya? Kita tidak mungkin menemui Evelyn Case dengan penampilanmu yang―astaga. Sekarang berterimakasihlah padaku karena memilihkanmu gaun."

"Trims." Cara memang berutang banyak pada Vivian.

"Bisakah kau bayangkan itu? Ini EC! Penyanyi di tangga lagu teratas adalah pengisi lagu untuk filmmu! Astaga! Aku akan bertemu EC. Aku harus mengambil banyak udara." Vivian menarik napas dan mengembuskan seraya memoles wajah Cara dengan cepat. Ketika ia selesai dengan latihan pernapasannya, ia mengambil lipstik merah terang untuk dipulas ke bibir Cara.

Cara memalingkan wajahnya. "Aku tidak cocok dengan warna merah."

"Siapa yang bilang begitu?"

"Aku." Cara mengangkat bahu. "Aku merasa tidak cocok, tidak percaya diri. Itu berlebihan. Jangan khawatir. Aku bawa lip gloss."

"Lip gloss?" ujar Vivian seolah benda itu belum pernah ditemukan. "Cara, sayang, kau tak akan serius menggunakan itu. Memangnya di mana sekarang kita berada? Toilet SMA? Yang benar saja. Pakai ini." Tanpa persetujuan, Vivian telah menahan dagu Cara dan memulas lipstik mengikuti garis bibir Cara. "Kita bukannya berumur lima belas. Astaga. Kita lebih tua dari kenyataannya."

Vivian menyodorkan uang dan meminta maaf pada sang sopir taksi karena telah menunggu. Vivian jelas menambah nominal dari tarif seharusnya. Kemudian ia membuka pintu, menyibak payung, dan keluar lebih dulu demi memayungi Cara. "Kau tetap bosku. Ayo, Bos."

Cara masih saja kikuk ketika melangkahkan kaki dengan hak sepuluh senti berwarna hitam polos. Cara benar-benar merasa tidak seperti dirinya dan semua itu karena Vivian. Orang dibalik seluruh riasan lima menit terakhir dengan lipstik merah, rambut cokelatnya yang dikeriting sejak kemarin, sepatu hak tinggi yang sengaja dibeli untuk pertemuan ramah tamah ini, juga gaun hitam ketat yang membuat Cara sesak napas. Sekarang Cara hanya berharap ia tidak terjungkal di tengah jalanan licin akibat hujan.

REBIND USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang