(7)

10.1K 1.1K 77
                                    

Jangan lupa support cerita ini dengan vote dan komentar, ya :D

Enjoy :D

Seminggu kemudian sejak kejadian kejadian Skittles di atas rerumputan tinggi tak terawat di taman belakang sekolah, Cara selalu bersama Rick. Yah, oke, Cara lah yang mengekori Rick ke mana-mana. Jika Rick biasanya langsung menghindari Cara begitu melihat sosoknya, kali ini Rick mulai menyunggingkan senyum jika Cara memang cukup beruntung.

"Kau berjalan bersama Patrick Rider Storm," tanggap Jesse kala itu, mengomentari kebersamaan Cara dan Rick. "Aku masih tidak percaya. Apakah kau mengobrol dengannya?"

"Uh, yah, kadang-kadang." Meskipun Cara tidak menambahkan detail bahwa Rick seorang pendiam.

"Sungguh?" Jesse terkejut. "Seperti apa suaranya?"

"Apa yang kaumaksud dengan seperti apa suaranya?" tanya Cara heran. "Dia sudah mencapai pubertas kalau-kalau kau ingin tahu. Suaranya berat. Khas cowok."

Jesse berdecak kagum. Matanya menerawang seolah membayangkan Rick. Entah bagaimana itu menimbulkan perasaan tak menyenangkan bagi Cara. Ia tidak mau gadis lain membayangkan Rick. "Aku belum pernah mendengarnya bicara."

Cara mulai bingung. "Kau berada di klub buku yang sama dengan Rick."

Jesse mengernyit. "Rick tidak pernah ikut klub buku."

"Rick selalu ada di perpustakaan."

"Perpustakaan itu tempat umum, idiot. Rick memang di sana, tapi aku bahkan tidak pernah mendengarnya menyapaku. Dia hanya memberi jawaban gelengan dan anggukan. Paling bagus dia menjawab ya dan tidak, yang setelah kusadari dia tidak benar-benar bersuara ketika mulutnya membentuk ya dan tidak."

"Kau bercanda."

"Dan kalau kau menyadari, Rick tidak pernah masuk saat tugas presentasi dan hanya Tuhan yang tahu bagaimana dia bisa lolos penilaian berbicara." Jesse tersenyum. "Tapi aku ragu kau menyadarinya mengingat kau tidak tahu dia ada di kelas yang sama denganmu selama dua tahun."

Karena itu Cara mulai intens mengamati setiap kata yang Rick bentuk. Rick memang pendiam. Tidak terlalu banyak bicara. Seolah orang itu selalu memainkan permainan jawaban satu kata setiap harinya. Tapi bagaimana mungkin Rick tidak bicara sama sekali selama bertahun-tahun? Itu agak sinting, kan?

"Kenapa?" tanya Rick ketika Cara menatapnya seolah ingin melubangi kepalanya.

"Tidak apa-apa." Cara mengalihkan pandangannya ke hutan belakang sekolah yang mulai diwarnai semburat senja. Mereka duduk di taman belakang tanpa menggurui satu sama lain. Cara tidak perlu menceritakan harinya yang biasa-biasa saja karena hidupnya hanya diisi dengan ketenangan Rick. Agak senang memikirkan ia tidak perlu mengeluarkan opini yang tidak disukainya, juga terhindar dari segala macam gosip. Jadi anak populer itu kadang melelahkan.

Rick memetik gitarnya. Nada demi nada terjalin begitu indah. Cara belum pernah mendengar nada itu sebelumnya. Bisa jadi itu lagu yang tidak populer atau bahkan itu mungkin saja lagu buatan Rick. Cara mulai memikirkan perkataan Jesse bahwa Rick tidak pernah bicara. Selama seminggu berada di samping Rick, Cara juga belum pernah mendengar Rick menyanyi. Padahal Cara bisa membayangkan bagaimana jika suara berat itu melantunkan sebuah lagu.

"Rick?"

"Hm?"

"Kenapa kau tidak bernyanyi mengiringi gitarmu?"

Rick menghentikan petikannya. Cara bisa merasakan tubuh Rick yang menegang. Rick bahkan membuang pandangan darinya. Bukan berarti Rick sering menatapnya. Rick memang tidak pernah menatapnya. Cara hanya berpikir bahwa Rick pendiam dan pemalu. Namun perkataan Jesse terngiang dalam benaknya.

REBIND USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang