golden tiket

7 1 0
                                    

Selesai sarapan, Papak yang selalu tersenyum sepanjang pagi ini. Dengan semangat menawarkan pada gue dan Nick untuk mau diantarkan pergi ke sekolah. Gue curiga sih ama gelagat Papak pagi ini. Tidak biasanya dia senyum-senyum seperti ini, terakhir liat Papak tersenyum sepanjang pagi saat Papak naik gaji, itupun lima tahun yang lalu.

Gue menguap lebar saat Papak berbelok disebuah tikungan dekat sekolah. Gara-gara mikirin Ron semalam, pagi ini gue rada ngantuk.

"Jadi dia orangnya. Selera lo tinggi juga ya." bisik Nick.

Demi apapun gue hampir tersendak ludah gue sendiri.

"Maksud lo apaan sih?." sangkal gue gengsi donk.

Tampak Nick tersenyum mengejek.

"Muna banget sih jadi cewek. Lo kira semalem gue gak tau. Ribut-ribut diluar eh ternyata ada dia disana."

Skak matt. "Ya gue gak ngundang dia. Dia aja yang bodoh mau datang kerumah kek gitu."

"Jadi yang membuat lo galau tu dia. Biar gue tebak, lo pasti ada perasaan ama dia?."

Anjiiir nih bocah sok tau banget. "Kepala lo peyang. Gue suka ama dia??. Amit-amit deh ya. Asal lo tau ya gue benci banget ama dia."

"Ala-ala, jangan benci kak, nanti bisa jadi cinta. Benci dan cinta kan satu paket."

"Sok tau banget lo. Udah kayak Uya Kuya aja."

"Berani taruhan si Ron pasti cinta mati ama lo?."

Gue mngerutkan hidung. "Lo mau ngeramal dia apa lagi. Udah cukup, jangan urusi hidup gue." gue melipat kedua tangan didada.

"Dia jauh-jauh kerumah kita hanya demi ketemu lo. Apa itu tidak bisa dikatakan cinta mati. Kalo gue mah males banget, lebih enak lewat aplikasi."

"Hey, kalian berdua ini. Diam, jangan ganggu konsentrasi Papa." kata Papak yang malah menyetel radio.

-----------

Setelah Papak menurunkan kami di gedung tempat kami bersekolah. Gue dan Nick langsung berhambur mencari geng masing-masing. Biasanya kalo bel belum bunyi gini geng gue sedang nongkrong dibelakang tempat duduk penononton, dilapangan basket sono. Gak tau ya kenapa kita lebih milih tempat itu ketimbang yang lain. Kata Bob, sih karena tempatnya adem gitu, soalnya kan emang ada pohon beringin. Kalo kata Gus, karena bisa liatin adek kelas, pan emang kelas 10 dan 11, kelasnya pas menghadap ke pohon beringin. Kalo menurut si Jo, tempat itu enak buat tiduran. Kalo menurut gue sih biasa aja, malah terkadang gue geli banget kalo pas musim ulet. Soalnya uletnya tu banyak banget kecil-kecil lagi, ihhhh serem.

Kayak gak seperti biasanya. Nih cewek-cewek adik kelas kenapa pada mupeng sambil liatin kearah pohon beringin. Kebanyakan mereka bisik-bisik dan cekikikan. Emang ada apa sih?, aneh banget. Eh ini Bob, Jo, dan Gus sedang tidak dihukumkan?. Tapi masa iya bel aja belum bunyi. Demi mengobati rasa penasaran, gue pun segera menghampiri ketiga temen gue itu. Dan begitu melihat mereka, hati gue langsung down, se down-downnya.

Si Ron sedang bicara ama mereka. Pikiran gue langsung panas begitu melihat mata Ron memandang gue seperti biasanya, dalam dan penuh makna. Oh, jadi ini penyebab para cewek itu jadi gak jelas. Nih cowok lama-lama ngelunjak juga ya?.

"Hay Mini. Ngapain matung disitu. Ayo sini." panggil Bob tersenyum.

"Nih si Ron mau gabung ama geng kita." beritahu Jo senang.

Apaaa???!!. Dia mau gabung?.

"Kita udah berasa kek BBF aja ya Mini?." nimbrung Gus merangkul pundak Ron.

Ron tersenyum kearah gue. Senyuman yang manis, pikir gue.

"Ahhh." erang gue sebel.

"Lo kenapa?." Jo bengong.

Love From LondonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang