#6

24 4 0
                                    

Slassshhh .

Pltak.

Anak panah yang melesat itu mengenai sasaran. Bidikannya tepat mengenai papan besar yang sebelumnya sudah diberi tanda merah. Bahkan papan kayu itu pun hampir patah karena bidikannya.

Prok. Prok prok

Terlihat seseorang yang tengah memuji hasil bidikan panahnya, ia berdiri disebelah pemuda bermata gelap itu.

“Anda hebat Alpha. Kemampuanmu dalam memanah tak kalah hebat dari permainan pedangmu.” Puji dirinya. Dia adalah Zhou, seorang prajurit Warewolf yang tangguh selevel Tazo.

Chayton hanya tersenyum. “Kau berlebihan.” Lantas ia menyerahkan busur panahnya kepada Zhou.

“Apa hari ini akan ada penyerangan lagi Zhou?” tanya Chayton yang tengah asik menatap awan-awan diatas langit sana.

Zhou menunduk tanda hormat. “ Tidak Alpha, ku kira kemarin adalah yang terakhir bagi mereka. Hari ini kita hanya memfokuskan pelatihan pada prajurit saja.” Jelas Zhou.

Chayton menggangguk tanda mengerti. “Baiklah, apakah Agla sudah selesai dari urusannya?” tanyanya kepada Zhou lantas menolehkan pandangan kepadanya.

“Belum Alpha.” Jawabnya menunduk.

Chayton hanya bergumam pelan. Ia memutuskan untuk pergi berkeliling, dengan maksud untuk melihat para warewolf muda yang tengah berlatih fisik.

Saat melihat dirinya, sesekali mereka menghentikan latihannya untuk sekedar memberi hormat, lantas disibukkan kembali dengan latihannya.

Bisik-bisik.

“bukankan itu Tuan Alzevin? Aku baru kali ini melihatnya.” Kata seorang muda yang tengah duduk beristirahat di sebrang tempat ini berdiri. “Benar, dia sangat kuat. Aku akan terus berlatih agar bisa sepertinya. Tapi benarkan sampai saat ini Alzevin belum bertemu sang Luna, matte nya?” tanya rekan satunya. “kita tunggu saja, mungkin sebentar lagi moonguddes akan mempertemukan dia dengan sang Luna kita.” “Kau benar, sebaiknya kita melanjutkan latihan kita.” Mereka pergi berlatih kembali.

Secara tak sengaja Chayton mendengar obrolan singkat mereka.—Matte ? pikirnya. Benar. Selama ini dia terlalu sibuk untuk menjaga adiknya, Carissa. Lantas lupa bahwa Wizelpack membutuhkan kehadiran sang Luna. Mungkin bukan hanya Wizelpack, tapi juga dirinya dan Grui pun sama. Sosok warewolf putih besar yang mendiami tubuhnya.

CIH. Kau dengar mereka kan Chayton? Kau alpha yang payah.
Aku butuh matte ku.

Grui yang ada dalam dirinya mencoba untuk berbicara dengannya. Tapi Chayton selalu saja mengabaikannya. Dia selalu memutuskannya sepihak.
Ia pun bukannya tak memikirkan dirinya yang satunya. Hanya saja saat ini, ia ingin fokus dulu untuk menjaga Carissa. Jika saatnya tiba nanti sang Luna akan bertemu dengannya. Dan itu adalah hal yang pasti.

Lamunannya membawa dirinya ke taman belakang Wizelpack, hembusannya angin membuat dirinya tersadar. Pria berambut gelap itu menatap bunga kecil dengan manik coklatnya. Bunga itu tumbuh di dalam sebuah wadah kecil yang sepertinya terbuat dari kaca. Bunga itu berbeda dari yang lainnya, ia ditempatkan sendiri disana dengan salju yang menyelimutinya. Warnanya putih, bentuknya terlihat seperti lonceng. Chayton menghampiri bunga itu, ia melihatnya teliti dari jarak yang dekat. Snowdrop—batinnya. Ia hanya tersenyum saat mengingat nama bunga itu. Bunga yang memiliki arti sebuah harapan. Harapan dirinya untuk Carissa, untuk Wizel pack. Dan tentu harapan agar dirinya cepat bisa bertemu dengan matte nya.

Malam itu angin berhembus lembut kearahnya, menyibakkan rambutna dengan halus. Matanya terpejam, membuat manik coklatnya tak lagi kelihatan.

Ssuuuhhhhh wwwuuussshhhh.

🍁🍁🍁

SnowdropTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang