Ia menatapku dengan tatapan tajam,seolah tersimpan kebencian di lubuk hatinya. Sifat kasarnya makin menonjol ketika ia melihatku untuk sekedar lewat didepannya. Seolah ia mengatakan jangan jatuh denganku lagi dan lagi,aku bukan orang yang tepat untukmu.
Untuk kesekian kalinya dalam seharian ini aku terbayang akan sifat-sifatnya yang berubah ubah. Kadang tatapannya lembut,kadang kasar. Kadang ia melihatku dari kejauhan dengan wajah seperti berharap,kadang ia melihatku dengan tatapan penuh kebencian. Kadang mata kita saling bertemu,entah sengaja atau tidak. Untuk beberapa detik kedepan,hingga salah satu diantara kami mengalihkan pandangan. Tak ada yang berubah,rasa sayangku tetaplah sama. Tak sekuat dahulu ketika kita masih bersama,tapi percayalah rasa sayangku tetaplah sama. Cuma bedanya,tak ada lagi aku yang mengisi keseharianmu,alasan dibalik tawamu bukan lagi karena aku,aku tak ada disisi ketika kamu berada dalam masalah.
Jika aku bisa kembali ke masa lalu,aku memilih untuk tetap berteman bukan menjadi sepasang kekasih.
***
Aku melihatnya melintasi koridor dengan beberapa teman-temannya dibelakang. Ia menatap sinis untuk beberapa detik. Sementara aku hanya melihatnya dengan tatapan dingin.
"Ila barusan Nathan ngeliatin lo gitu amat" bisik salah seorang temanku.
Aku berdecak sebal,mengkerutkan dahiku ketika seseorang meneriakkan namaku dari tengah lapangan. Danny, yang sedang bermain bola basket menyuruhku mengambil minumannya yang berada di kelas.
"Ilanaaa... Ambilin gue minum argghh!" Teriaknya untuk kesekian kali,aku yakin seluruh siswa siswi yang berada disekitar lapangan bisa mendengarnya.
Mau tidak mau aku harus mengambil minumnya."Nih! Lo punya kaki kan? Ambil sendiri gausah nyuruh gue!" Tangan kananku menyodorkan botol tupperware hitam miliknya.
"Thank ila" ucapnya lalu meminum minumannya.
"Gue mau sarapan,ikut ga lo?" Aku sendiri heran karena mengucapkan itu. Mungkin karena melihat Danny seperti orang kelaparan. "Ikut,bentar lo tunggu disini dulu" Ia menghampiri teman-temannya yang sedang bermain basket,lalu kembali dan mengacungkan jempol tanpa berbalik kearah mereka."Ayo" Ia berada didepanku,dan aku mengikuti dibelakangnya.
"Eh bentar,gue panggil Nada sama Fio dulu,lo lupain mereka?" Ucapku sambil berlari kecil kearah kelas dan mengajak kedua temanku. "Ayo sarapan" ajakku dan mereka langsung menyusul Danny yang sudah berada di ujung koridor menuju ke kantin. Aku memilih untuk berjalan santai sementara Nada dan Fio berlomba untuk sampai ke kantin duluan.
"Bu, soto satu sama es jeruk satu!" Seru Danny.
"Mie rebus spesial satu, es teh satu" ucapku tak kalah keras
"Bakso dua,lemon tea satu susu satu" ucap Fio.
"Siap 86" jawab Bu Ijah
Dipojok kantin aku melihatnya sedang duduk,kini ia mendekat kearah kami. "Boleh gabung ga" ucapnya datar. Belum ada yang menjawab ia sudah duduk dibangku depanku.
"Ehm... Clbk nih" bisik Fio sembari cekikikan. Aku menyikutnya "Aww sakit!" Teriaknya. Siapa suruh bilang gitu.
Danny melirik tajam kearah Nathan,ke benciannya dapat dilihat oleh tatapan matanya. Padahal dahulu mereka sangat dekat,karna suatu hal yang mengakibatkan mereka tak berteman lagi. Sementara makanan dan minuman sudah jadi,dan kami melahapnya tak bersisa. Aku buru-buru menghabiskannya dan membayar semua makanan kami. Setelah membayar aku berniat balik terlebih dahulu.
"Ilana" langkah kaki ku terhenti dan menoleh kesumber suara. Ia menatapku lalu menggeleng pelan. "Oke" ucapku lalu kembali ke kelas.
Ditengah perjalanan aku melihat koridor yang sepi dan menatap kearah sana.
"Andai waktu itu gue bisa lebih hati-hati" gumamku pelanSetahun yang lalu, Nathan dan Ilana berjalan bersama membuat beberapa pasang mata menatap mereka dengan tatapan iri.
Nathan yang memutuskan menuju ke kantin terlebih dahulu,sementara Ilana memilih untuk memasuki salah satu kelas untuk memberikan amplop amal jumat. Karena Ila adalah bendahara osis,itu merupakan tanggung jawabnya. Sementara ia berbincang dengan seorang laki-laki yang baru dikenalnya beberapa hari yang lalu. Nathan menatapnya diluar kelas,melihat Ila tertawa lepas. Nathan mengepalkan tangannya lalu menghampiri cowok tersebut. Menarik kerahnya keatas membuat cowok itu tersedak.
"Nathan,kamu apaan!" bentak Ila yang mencubit keras lengannya. Tapi Nathan tetaplah Nathan,ia posesif dan sangat cemburu apabila Ila dekat atau sekedar berbincang dengan cowok lain. Sekalipun ia adalah Danny ataupun teman Nathan.
Nathan melepas genggaman di kerah cowok itu,dan mendorong sekuat tenaga sehingga cowok itu menabrak meja dan kepalanya terbentur. "Itu belum apa-apa dan jangan pernah deketin cewe gue lagi!" Bentak Nathan lalu meninggalkan tempat itu.
"Aryaaa! Kamu gapapa? Aduh panggil yang tugas di UKS apa gimana jangan cuma nonton!" Perintah seorang gadis berbadan mungil yang sedang membantu Arya berdiri.
Ila hanya bisa diam,tak bergerak melihat darah dari hidung Arya menetes ke lantai. Sementara gadis yang menolong arya menatap sinis Ila.
Ia tak tahu jika Nathan melihatnya. Oiya Nathan! Ila lupa soal Nathan,lalu ia berlari menyusul Nathan yang belum berada jauh.
"Nath,gue bisa jelasin" ujar ila yang menarik lengan Nathan. Tapi Nathan malah menghempaskan tangan Ila dengan kasar,Ila merintih kesakitan.
"Nath,emang gue salah tapi lo ga bisa kasar sama cewe!" Bentak Ila lalu berbalik meninggalkan Nathan.
***
🌛Ilana Oslyn
🌛Nathaniel Wicaksana
KAMU SEDANG MEMBACA
ILANA
Teen Fiction"Kamu itu ibarat warna,dan aku adalah kertas putih" ucap Nathan. Setelah sekian lama,dia kembali padaku.