"Pramagara, saya mohon jangan cabut aset rumah ini dan lainnya! " Lerai Anya. Wanita setengah baya itu menggenggam kuat kenop pintu, menahan tubuhnya agar tak diseret oleh kedua berbadan besar yang sedang menyekal lenganya kuat.
"Wanita tua kau harusnya tau diri. Suamimu telah mati dan meninggalkan berbelit-belit hutang! Untuk apa kau tetap bertahan disini!" Salah satu ajudan menyahuti permohonan Anya dengan nada penuh penekanan.
Seorang pria misterius melangkah mendekati Anya, pria itu tengah berdiri dibawah payung hitam yang melindunginya dari terik sinar matahari. Dia adalah Pramagara, sejak awal kedatangannya sampai saat ini pun raut wajahnya tetap sama, tak bersahabat, menyeringai penuh sinis. "Jadi ini istri seorang Carnel Dernata?" Cibirnya. Suara beratnya mampu menyayat siapapun orang yang mendengar.
"Ahh, Pramagara. Saya mohon!" Anya menunduk. Bertekuk lutut dibawah kaki pria itu, Anya merengkuh lutut kaki kokoh Pramagara.
"Kau bisa menjamin apa supaya saya bisa mencabut hutang-hutangmu itu, heh?!" Tanyanya. Arlie menatap lurus, tak ada sama sekali rasa kasihan yang tersorot diwajah datarnya.
"Anakku." Balas Anya antusias berkata tanpa beban.
"Kau seorang ibu yang super. Menjual anakmu hanya untuk kau tetap hidup senang?"
Anya menunduk dia tertampar mendengar sindiran Arlie.
"Semenarik apa anakmu sampai kau berani mengatakan itu?" Ucap Arlie kembali mencebik, satu alisnya terangkat merasa tertantang.
"Dia adalah anak tiriku. Dia masih gadis, dia cantik pasti kau tertarik padanya, Pramagara,"
"Ohya?" Seringainya tertawa remeh. Kemudian berhenti kembali memasang wajah datarnya.
"Temukan dia besok. Di kantor saya Pramagara Tower, sore hari," Pria itu membenarkan jas hitam pekatnya. Meninggalkan Mansion Carnel. Mengangkat tangan kanannya dengan memberi aba-aba ajudannya agar segera pergi dan melepaskan Anya.
▪︎▪︎▪︎
"Kau harus menerima takdir. Ibumu lah yang telah menjualmu untuk saya." Ketus pria berlogat iblis itu. Dia menatap perempuan berjarak lima meter dengan penuh iba, sangat malang dengan nasibnya. Orang tua mana yang tega memberikan anaknya hanya untuk kepuasan tersendiri, sungguh keji begitu egois.
"Aku rela jika itu bisa melunasi hutang-hutang ayahku." Jika boleh jujur, sungguh perih yang dia rasakan. Sekujur tubuhnya seketika lemas mendengar penjelasan Arliega yang begitu menohok dipendengaran.
Prilly, perempuan itu berdiri didepan Arlie yang sedang duduk di kursi kebesarannya. Bahkan sorotan netra legamnya memandang remeh dengan gaya angkuh seperti biasanya. Prilly yang ditatap seperti itu selalu menghindar, tak berani menatap terlalu lama. Nyalinya sudah melungsur.
Mulai tahu diri, detik itu juga Prilly melunak tak lagi bersikap kurang ajar pada Arlie. Jika untuk ayahnya Prilly akan mengalah, ikhlas menerima konsekuensi bagaimanapun cara hutang ayahnya terlunasi, agar mendiang ayahnya tenang disana.
"Bagus. Sekarang tanda tangan surat ini! " Paparnya, menggeser sebuah map yang terbuka berisi sebuah kertas-kertas perjanjian dengan pulpen mekanik disampingnya.
"Surat apa? " Tanya Prilly meliriknya dengan rasa penasaran. Mengayunkan langkah kakinya untuk melaju mendekati meja Arlie.
"Budayakan jangan malas membaca! " singkatnya mengedikan bahu acuh.
Prilly meraih dan mengangkat map itu yang berada dimeja. Dia membaca sampai habis sambil menggeleng tak percaya. "Jadi maksud kamu aku dipermainkan? "
"Semacam itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAMAGARA [COMPLETED]
Любовные романы"Kau seorang ibu yang sangat super, menjual anakmu hanya untuk kau tetap hidup senang?." Bahkan, tidak pernah seseorangpun hidup senang jika harus bersama saya, saya takut itu terjadi nanti pada anakmu. .- Arliega Endaru Pramagara Pramagara, Pria b...