Ujian Akhir semester atau yang biasa kita sebut UAS atau UKK, bagi sebagian siswa adalah hal yang menentukan prestasi kita kedepannya, setidaknya bagiku begitu.
Namun, bukan tentang bagaimana UAS itu berjalan yang akan Ku ceritakan, melainkan tentang suatu persiapan sebelum UAS. Hal yang sangat biasa bagiku melakukannya, bedanya tahun ini aku akan bersiap materi UAS dengan sahabat-sahabat Ku. ya, kami akan belajar bersama.
"Jadi hari Minggu Jam 8 an ke rumah Sri yaa.." Ujarku seraya menutup buku jam terakhir. Nada dan Selly mengiyakan ucapanku. "Han, kamu ikut?" Tanya Sri melihat Hana yang tampak tak menanggapi pembicaraan kami. "Akhir Minggu ini.. Aku ada acara sama mama, lain Kali aja ya" balas Hana menyatakan alasannya.
Hari Minggu, Saung di pinggir sawah milik Sri, kami akan belajar materi pelajaran yang dianggap cukup sulit. Pukul setengah delapan, aku telah berada di depan pintu rumahnya, disusul oleh Nada dan Selly yang baru saja turun dari angkot jurusan Cikalong-Cipeundeuy.
"Woii ... Kamu mandi?!" Ujar Nada membuka pembicaraan, meskipun kalimat yang ia lontarkan terdengar seperti mengejek. "Ooo... Udah donggs" jawabku tak kalah semangat. "Sell, kamu ... Mandi?" Tanyaku pada Selly yang asyik memainkan ujung tali tasnya. "Mm.. Kayaknya nih ya, aku tuhhh alergi air pagi deh.. Masa belom mandi aja, aku udah ngrasa kedinginan trus gitu dehh" jawabnya, tentu saja ucapannya ini alasan dia karena males mandi.
"Yaila... Bakal ujan badai kalo ampe kalian mandi jam segini" celetuk Sri yang tiba-tiba muncul Dari dalam rumahnya. "Deuhh... Kamu kira aku apa? Kalo mereka sih emang iya kayak kucing hahahahahahahah" jawab Nada membela diri. Melihat aku disamakan dengan kucing, maka tanganku tak tinggal diam. Ku slepet saja bahunya hingga ia mengaduh.
"Udah udah, yuk ah ke saung. Kata Mak Ku langsung aja, soalnya beliau lagi sibuk di dapur ga bisa nemuin kalian dulu" ucap Sri seraya menjejakkan kaki pada alasnya dan berjalan menurunni tangga tanah menuju sawah.
Awan mendung dan angin bertiup membawa tetes air, "harusnya ujan" batinku. Kami segera mengambil posisi duduk dan mengeluarkan buku masing-masing. Jam-jam pertama itu berlangsung normal. Hingga Mamak Sri memanggilnya.
"Sriiii.... Bikin makanan" teriak Mamaknya Dari seberang. Sri segera mengahampiri beliau, dan kami menghentikan acara belajar itu sesaat untuk istirahat. "Beuhh... Banyak juga materinya" ucap Selly sambil menyandarkan punggungnya pada dinding saung itu. Ku dengar Nada menyahuti ucapannya, dan obrolan mereka berlanjut. Namun, aku tak ikut karena ada sesuatu yang lebih menarik perhatianku. Hal itu berada sekitar 200 meter dari saung. Ada sebuah batu besar dan seperti ada seseorang disana melambaikan tangan.
Nada dan Selly yang menyadari bahwa aku tak menyahuti ucapan mereka segera menepukku "ehh.. Liat apaan?" Ucap Nada mengarahkan mukaku berhadapan dengannya. "Ahh.. Itu aku ngrasa ada yang liatin kita" bisikku meski aku tahu tak akan ada yang mendengar selain kami, karna hanya ada kaki yang disana saat itu.
"Ahhh... Udah ah. Jangan bahas ituuuu...." Rengek Selly, memang dialah yang paling penakut diantara kami. Ternyata, Sri pergi cukup lama. Hingga kami tak sadar sudah bercanda terlalu lama dan tertawa berlebihan. Buktinya saja, buku tulisku sampai tercopot Dari sampulnya karena ditarik Nada.
Beberapa saat kemudian, Sri datang dengan wajah muram seperti habis menangis. Sontak, aku merasakan ada hal yang tak wajar. Sebenarnya, aku memiliki perasaan yang terlalu peka untuk hal yang tak bisa terlihat. Sri duduk dan mempersilahkan kami makan. Namun, kami bertiga hanya saling bertatapan dan melihat Sri yang masih bengong.
"Ada apa?" Tanya Selly memegang pundak Sri. "Kalian becandanya terlalu berlebihan sampai 'dia' datang", kalimat ini tentu saja langsung membuat bulu kudukku merinding. Selly segera merapatkan posisi duduknya denganku dan Sri. " Tunggu, ada apa Sri?" Tanya Nada memperjelas.
"Penunggu sawah ini, penunggu saung ini... Marah. Karena kalian terlalu berisik dan aku takut akan terjadi sesuatu. Dulu kakak Ku pernah ngajak temen nya kesini juga trus temennya becandanya kelewatan gitu ampe besok nya mereka semua sakit" jelas Sri diikuti air mata yang mengalir.
Aku segera memegangi pundak Selly yang mulai bergetar ketakutan, "Maaf Sri" ucapku berharap Sri mendengarnya karena suaraku seperti sangat pelan. Tak ada yang berbicara lagi, hingga selesai makan kami langsung pamit pulang.
Sampai di rumah, aku masih kepikiran dengan sosok yang Ku lihat. "Apa ada hubungannya dengan yang diceritain Sri ya?" Tanyaku sendiri.
Keesokan paginya, Hari senin. Aku sakit, dan izin tak masuk sekolah. Ternyata, Selly, Nada dan Sri pun sama. Penyakit kami masing-maing kambuh dalam waktu bersamaan. Aku tak tahu apa ada hubungannya dengan kejadian kemarin. Setelah mengetahui hal ini, ayah Sri segera malaksanakan yasinan dan doa bersama di rumahnya.
Sekelumit kisah remaja horror
