بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
“Khanza siap ya!!” teriak bundanya seraya mengarahkan kamera ke arah putrinya itu.
Khanza tertawa girang. Ia buru-buru duduk di atas ayunan dan membenahi gamis yang ia kenakan.
“Bunda, keludung Khanza udah benel belum?”
Almira mengacungkan jari jempolnya ke arah sang putri. Ia kemudian menghitung 1-3 lantas satu jepretan photo Khanza berhasil ia abadikan.
“Cantik.” Gumamnya pelan seraya tersenyum di balik niqab nya.
“Udah Bun?”
“Udah sayang. Sekarang kita jemput ayah ya?”
Khanza membalas ajakan bundanya dengan anggukan penuh semangat.
Ya, ayahnya yang selama satu Minggu ini dinas ke luar kota, akhirnya hari ini akan kembali ke rumah. Khanza sudah rindu ayahnya, ingin peluk ayah, cium ayah, menceritakan semua kejadian selama satu Minggu ini kepada ayahnya.
Selain dekat dengan bundanya, Khanza memang dikenal sangat dekat dengan ayahnya. Maklumlah, laki-laki itu memang sudah seperti sosok ibu bagi Khanza. Dia lah yang merawat Khanza saat bayi, memandikan, menggantikan popok, semua tugas seorang istri ia lakukan dengan sangat baik.
Sampai satu tahun kemudian, ia dipertemukan dengan bidadari nya. Dengan sosok wanita yang dulu tak pernah berani di pandangnya. Sosok wanita yang dulu selalu menemani istrinya kemanapun istrinya itu hendak pergi.
Bidadari itu tidak lain dan tidak bukan adalah Almira. Bundanya Khanza. Bunda shalehahnya Khanza.
“Ayah udah sampai bandala Bun?” tanya Khanza seraya menatap bundanya yang duduk manis di sampingnya.
Almira mengangguk singkat kemudian menarik tubuh Khanza untuk duduk di pangkuannya.
Untunglah, keberuntungan tengah berpihak keduanya. Mobil yang membawa mereka menuju bandara Soekarno-Hatta meluncur dengan mulus. Jalanan cukup lancar meskipun tetap ramai. Hanya saja tidak sepadat hari biasanya yang Sampai harus memakan waktu cukup lama dan menyebabkan rasa bosan nantinya.
Selang beberapa waktu yang hanya keduanya habiskan dalam diam. Akhirnya Khanza dan Almira sampai di tempat tujuan.
Benar saja, sosok sang ayah sudah berdiri dengan senyum manisnya tepat di samping mobil. Khanza buru-buru turun dan langsung menubruk tubuh sang ayah.
“Ayaaahhh...”
Sang ayah terkekeh pelan kemudian membawa Khanza kedalam pelukannya.Ah, rumahnya kini ada di depan mata. Alasan dirinya agar senantiasa tak banyak mengeluh saat banyaknya pekerjaan tak lain dan tak bukan itu karena Khanza. Demi Khanza ayahnya rela banting tulang, rela kekurangan jatah istirahat, rela berangkat pagi pulang malam, demi mewujudkan semua impian gadis kecilnya.
“Anak ayah cantik banget sii.” Ucap sang ayah kemudian mengecup seluruh permukaan wajah putrinya.
“Iya dong. Kan Bunda yang dandanin.”
Almira kemudian berjalan mendekat. Meraih tangan suaminya dan mengecup punggung tangannya dengan takzim.
“Assalamu’alaikum, Yah.”
“Wa’alaikumsalam bun. Bunda sehat?”
Almira tersenyum, hatinya menghangat dengan hanya mendapati perhatian sederhana dari suaminya. Cukup dengan menanyakan kabar, Almira sudah dibuat terbang karena perasaan bahagia.
Sebutlah dirinya berlebihan, tapi sungguh, memang itulah yang dirasakan hatinya kini.
“Alhamdulillah sehat, Khanza sehat, kita semua sehat, insya Allah.”
“Alhamdulillah kalau begitu. Ayah juga sehat.” Ucapnya kemudian.
Ia kembali mengalihkan perhatian kepada putrinya yang tengah memainkan kancing kemejanya. Pria itu tersenyum, melihat putrinya yang kian tumbuh besar selalu mengingatkannya akan sosok wanita di masa lalunya.
Ibu dari putrinya ini.
“Pulang ya? Ayah bawa oleh-oleh yang banyaaakkk banget buat Khanza.”
Khanza menoleh ke arah sang ayah. Menatap wajah tampan itu lekat-lekat mencari-cari kebenaran di dalam kedua mata indah milik ayahnya.
Khanza tahu, ayahnya maupun bundanya, atau mungkin semua orang yang dekat dengannya, tak akan pernah membohonginya. Apalagi ayahnya, pria yang selalu mencurahkan segenap perhatian, cinta, dan kasihnya hanya untuk Khanza.
“Ayok yah. Ayah juga pasti cape banget ya? Naik pesawat seru gak yah?”
Pria itu tertawa terbahak-bahak, sekali lagi mencium pipi gemil putrinya dengan gemas sebelum menjawab pertanyaan Khanza nya itu.
“Seru, bisa lihat awan dan gunung. Rumah tuh jadi kecil, Segede gini.” Ucapnya seraya menunjukan sekecil apa bangunan yang diluar dari atas saat kita menaiki pesawat.
“Kapan-kapan ayah ajak kamu sama bunda naik pesawat ya. Kalau rame-rame kan tambah seru.”
“Kalau sendirian gak seru ya Yah?”
“Enggak.”
“Kenapa?”
“Soalnya bidadari ayah dua-duanya gak ikut sama ayah.”
Khanza terkekeh, bunda tersenyum, dan ayah yang kemudian mengecup kening Khanza dan bundanya dengan penuh kasih sayang.
Ah, nyaman sekali rasanya bisa kembali pulang. Home sweet home benar-benar ia rasakan kini. Keluarganya adalah rumahnya. Tanpa keluarganya dia bukan siapa-siapa.
Seandainta saja bukan karena tugas nya sebagai seorang dokter yang terkadang dikirim ke daerah pelosok yang memang kekurangan tenaga medis, ia sungguh tidak rela untuk berjauh-jauhan dengan kedua wanita dalam hidupnya itu.
Hanya saja ia sadar, tugas tetaplah tugas, ia harus bekerja dengan sekuat tenaga, sepenuh hati, ikhlas, demi memenuhi kebutuhan keduanya.
Demi tugasnya sebagai “Sang Pahlawan Penyelamat” gelar yang Khanza berikan untuknya, ia rela, bahkan walaupun harus rela berjauhan dengan keluarga, dengan ikhlas sang ayah akan coba melaksanakan tugasnya.
Demi anak dan istrinya.
Lagipula selalu ada saat dimana ia akan kembali ke rumah. Dimana dua bidadari akan menyambutnya dengan penuh rasa bahagia dan rasa cinta.
Khanza nya da Almiranya. Cinta sehidup semati nya.***
Assalamu'alaikum... Khanza dan bunda comeback 😂 ada yang rindu Khanza? Ada yang masih setia nunggu kelanjutan kisah bunda Khanza ini? Semoga aja masih ya 😂😂
Ada salam lagi nih dari bunda cantik
Sama si cantik dan menggemaskan, siapa lagi kalau bukan Khanza nya bundaa
Kalau ayah, katanya nanti dulu aja nongolnya. Takutnya pada kesengsem. Soalnya ayah Khanza ganteng. Tapi gak boleh suka, soalnya Ayah milik bunda, milik Khanza juga 😂😂Terimakasih sebelumnya, Afwan kalau masih banyak kesalahan didalam cerita.
Jangan lupa tinggalkan jejak 💖💖
KAMU SEDANG MEMBACA
Do'a Untuk Bunda
EspiritualBunda, wanita tangguh yang rela mempertaruhkan nyawanya demi memberikan kehidupan baru bagi sosok mungil yang tumbuh di dalam rahimnya. Bunda, wanita hebat yang rela mengganti malam menjadi siang, rela kehilangan jam tidur nya, hanya demi menenangk...