3. Merindu Sang Bidadari

278 30 6
                                    

Now

Terkadang hidup memang sedikit lucu. Semasa kita kecil, dengan tak sabaran kita ingin segera merasakan bagaimana kehidupan orang-orang dewasa.

Kemudian, seiring berjalannya waktu, saat kita sudah merasakan bagaimana rumitnya kehidupan orang dewasa, bagaimana sulitnya menjalani kehidupan orang dewasa, kita mulai mengeluh, mulai merasa lelah dan ingin mengulang kembali ke masa-masa dimana hanya cukup memanggil “Ayah” dan “Bunda” saja sudah cukup membahagiakan.

Kini, sosok gadis kecil yang selalu dipanggil sang bunda 'sholehahnya bunda' itu sudah tumbuh menjadi gadis dewasa yang baru saja menginjak usia 25 tahun.

Khanza Dilla Sulaiman.

Nama yang kini tersemat di atas saku jas kebesarannya. Dokter anak-anak yang cantik jelita, baik Budi pekertinya, dan memang cukup dikenal dengan keramahan hatinya.

Tentu saja itu semua berkat sang bunda dan ayahnya yang mendidiknya tanpa kenal lelah dari kecil hingga dirinya dewasa.

Kini, ia duduk termenung di dalam mobil. Menatap lurus pada bangunan dua tingkat bergaya minimalis yang selalu nampak sepi.

Sekilas ia melihat ke arah ayunan, disana bundanya untuk pertama kalinya mengajarkannya huruf Hijaiyah dengan penuh kesabaran.

Ia tersenyum samar, memejamkan kedua matanya saat rasa rindu itu kembali menghimpit dadanya. Ia menangis, seraya menyerukan nama sang bunda berulang kali dalam hatinya.

Tok tok tok

Khanza terperanjat saat mendengar ketukan di kaca mobilnya. Ia hapus jejak air matanya dengan cepat kemudian membuka jendela mobil seraya tersenyum pada sosok pria yang juga tersenyum lembut ke arahnya.

“Ira udah kangen kamu. Masih mau diem di dalam mobil?” tanya pria itu dengan nada lembut yang menenangkan.

Jenis suara yang juga sangat dirindukannya di masa lalu.

“Sebentar.” Ucapnya lirih.

Ia kemudian memutar kunci mobil, menyalakan mesin, dan mengendarai mobilnya masuk ke dalam garasi.

Sudah cukup lama Khanza rasakan pulang ke rumah adalah hal paling sulit yang ia alami kini. Tak perduli meskipun ada sosok malaikat kecil berusia dua tahun yang menunggunya di rumah, pulang adalah suatu hal yang cukup berat ia jalankan kini.

Bagi Khanza rumah surganya yang dulu ia sematkan bagi rumah dua tingkat yang selalu dihiasi gelak tawa dan kasih sayang, kini sudah tak sama lagi.

Khanza lagi-lagi tersenyum. Senyum tipis yang menyiratkan akan luka yang ia sembunyikan rapat-rapat. Luka yang harus ia kubur dalam-dalam dan ia sembunyikan dengan apik melalui senyum manis yang selalu ia pertontonkan.

Entah sejak kapan ia memulai, Khanza bahkan sudah lupa akan wajah palsu yang ia pasang dihadapan semua orang.

Kecuali di hadapan sang bunda. Tepat di sepertiga malam, ia perlihatkan wajah asli kepada sosok bidadari nya.

“Bunda.” Bisiknya lirih.

“Khanza pulang.” Ucapnya kemudian sebelum air mata itu benar-benar jatuh tumpah ruah tak mampu lagi ia tahan.

***

Past

“Bunda... bunda...” panggil si kecil Khanza pada sosok wanita yang tengah asik memasak di dapur itu.

“Bundaa!!”

Almira menoleh sekilas ke arah putrinya. Mengernyit bingung saat Khanza justru memperlihatkan kedua telapak tangannya yang ia satukan seraya menunjuk-nunjuk sesuatu di dalamnya menggunakan bahasa isyarat gerakan mata yang nampak menggemaskan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 05, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Do'a Untuk Bunda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang