Voment please*****
Arkan dapat mengartikan apa arti dari ARTnya walau Ia tidak sempat mendengar ke lanjutan ucapan itu. Apalagi mendengar tangis ke tiga anaknya yang terus menyebut 'Mommy' sebagai backsound suara ARTnya.
Arkan merasa Ia susah nafas.
"Tidak!" Arkan bergumam mengembalikan ke sadarannya untuk tidak terpengaruh.Arkan melajukan mobilnya, dengan tidak santai Arkan memutar arah tanpa melihat kanan kiri. Ia tidak peduli untuk ke hilangan nyawanya saat ini, Ia hanya butuh memastikan apakah yang di katakan ARTnya benar? Meski Arkan terus saja berusaha menampik semua pernyataan itu.
Arkan melajukan mobilnya dengan ke cepatan tinggi, Ia sesekali mengumpat karena beberapa mobil malah berusaha adu ke cepatan dengan dirinya.
"Sial, menyingkirlah bodoh!" umpat Arkan dengan sengaja membuka kaca mobilnya, dengan menambah ke cepatan mobilnya Ia berhasil melewati beberapa mobil.Arkan tiba di rumahnya dengan gerbang terbuka, Ia dengan tidak sabaran berlari ke arah pintu. Lututnya terasa lemas saat matanya melihat bagaimana ke tiga anaknya menangis pilu. Arkan tidak mampu bersuara, tubuhnya goyah. Kakinya tidak mampu menopang tubuhnya.
Suara beradu dari lutut dan lantai membuat orang yang ada di sana segera menoleh ke arah sumber suara.
"Daddy." suara serak ke dua anaknyapun seolah angin lalu bagi Arkan."Daddy,Mom-Mommy hiks hiks! Dad Mom." Arsa yang lebih besar menubruk tubuh Arkan saat melihat Daddynya itu di ikuti Ando. Sedangkan Ano di gendongan ARTnya meski Ano tidak berhenti menangis sama seperti ke dua Kakaknya.
"Dad Mom-Mom hiks hiks hiks!" suara Ando teredam oleh tangis bocah itu. Ando mengeratkan pelukannya pada Arkan yang hanya diam dalam ke heningan alam bawah sadarnya.
Air mata Arkan menetes jatuh tepat mengenai lengan Ando, Ando menatap sang Daddy meski Ia sulit mengatur nafasnya karena menangis lama. Ando mengusap air mata Arkan, Ia tahu dari mata Arkan bahwa Daddynya sangat ke hilangan Mommynya seperti dirinya.
Ando, bocah kecil 12 tahun itu memiliki sifat lembut dan peka seperti Sakira. Ia tahu bagaimana perasaan Daddynya. Ia berusaha untuk menguatkan hatinya, ini untuk Kakak dan juga Daddynya.
Ando menghembuskan nafas untuk menetralkan suaranya, Ia tidak mau jika Daddynya semakin terpuruk dengan ke adaan ini. Ia menyentuh pipi Arkan berharap apa yang Ia lakukan dapat kembali menyadarkan Arkan. Tapi nihil, mata itu hanya menatap lurus tidak juga berkedip.
Ando berusaha untuk tidak menangis walau nyatanya air mata memenuhi pelupuk matanya lagi, Ia adalah laki-laki. Ia harus bisa lebih tenang, itulah pikiran yang terbesit dalam otak kecilnya. Ando tidak berhasil membangunkan Arkan dari alam bawah sadarnya meski Ia berusaha berkali-kali, hingga suara deru mobil membuat Ando lari ke halaman rumah.
Dan Tuhan seolah menolong bocah kecil itu, Albert datang dengan alis terangkat melihat cucu laki-lakinya berlari ke arahnya dengan linangan air mata.
"Opa!" tangis Ando kemudian pecah dengan memeluk Albert."Hey cucu Opa, ada apa?" Albert panik bukan main. Ia melepas pelukan Ando lalu berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh kecil cucunya.
"Daddy Opa!" ucap Ando dengan isakan yang memilukan membuat Albert yakin bahwa ada yang tidak beres dengan puteranya.
Ando menggeret Albert menuju ke tempat Arkan dengan Arsa yang terus memeluknya dengan menangis, Ano yang dalam gendongan ARTnya yang terus meronta dengan tangis yang memenuhi seisi rumah.
Albert berlari ke arah Arkan, dan di sana Albert dapat melihat mata itu. Mata yang tidak akan pernah Albert ingin lihat kembali.
"Opa, Mom-Mommy Opa hiks hiks.".Arsa mengadu pada Albert saat bocah itu melihat Kakeknya ikut berjongkok di hadapan Arkan. Albert berusaha tersenyum ke arah Arsa dengan mengecup puncak kepalanya.
"Semua akan baik-baik saja Sayang." ucapnya berusaha meyakinkan cucu-cucunya.Kini pandangan Albert mengarah pada Arkan setelah Ando berusaha memeluk Kakaknya agar sedikit tenang. Setidaknya ada Kakeknya akan membantu dan di mintai pertolongan.
"Son." panggil Albert tapi sama sekali tidak ada respon dari Arkan.Albert menghembuskan nafas kesal juga bingung bagaimana cara menyadarkan anaknya, Ia tidak mau berbuat kasar tapi Arkan tidak juga sadar jika dia tidak melakukanya.
'Plak'
Sebuah tamparan keras dari Albert membuat Arkan sadar dengan cepat.
"Sakira!"."Dad Sakira Dad!" Arkan seperti orang linglung, bola matanya bergerak ke kanan dan ke kiri seolah mencari ke beradaan orang yang di carinya.
Lalu dengan cepat Arkan berdiri dan berlari ke tangga mencari Sakira seperti orang ke setanan, Ia terus memanggil-manggil nama Sakira membuat Albert menatap anaknya dengan pandangan nanar lalu beralih pada ke dua cucunya yang kembali menangis saat nama Ibu mereka di sebut oleh Ayahnya.
Hingga suara dering ponsel di saku celananya membuat Albert dengan cepat mengangkatnya. Di lihatnya nama yang tertera pada ponsel, apa yang akan Ia katakan pada istrinya?.
"Ya Sayang, ad-?"."Datang ke rumah sakit sekarang!".
****
Voment please
Arkan Lavine
Sakira Alora Lavine
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Mistake (Complete)
Romance(+18) (Not A Mistake) Bagaimana kalau pertemuan seorang gadis yang terkhianati berakhir dengan dirinya hamil dengan seorang pria yang entah siapa? karena kepolosan sang wanita sehingga dia tak minta pertanggung jawaban dari sang pria! kog bisa ya? ...