[1] Sick

1.2K 160 37
                                    

Pukul 6 pagi, Zitao sudah mengayuh sepedanya, berseragam rapih dan ransel di punggungnya. Terlalu pagi untuk datang ke sekolah, tapi ada hal lain yang harus dia lakukan sebelum berangkat sekolah.

Sejak kemarin hatinya tak tenang, jadi dia memutuskan untuk datang berkunjung ke sebuah rumah besar bercat putih dan berpagar tinggi berwarna hitam. Zitao turun dari sepedanya, memarkirkannya dengan aman di depan pagar, kemudian berjalan mendekat.

Bibir mungilnya menipis kala seorang pria berbaju hitam di dalam halaman menghampirinya. Pria berusia sekitar 35 tahun, dia mengenal laki-laki itu, karena dulu dirinya sering datang ke rumah ini.

"Selamat pagi Lee-ahjushi" sapa Zitao dengan senyum masih mengembang di bibirnya. Laki-laki itu balas tersenyum.

"Pagi Zitao, sudah lama kau tidak datang kemari ya"

Zitao mengangguk. "Kelas 3 jadi semakin sibuk. Bagaimana kabar ahjushi?"

"Sangat baik. Aku tahu kau kemari bukan untuk menanyakan kabar ku"

Senyum di bibir segar Zitao perlahan memudar, kepalanya terayun naik-turun. Laki-laki yang bertugas menjaga rumah itu pun mempersilahkan Zitao masuk, dan pemuda tinggi semampai itu menitipkan sepedanya yang berada di luar pagar.

Melewati taman yang asri, Zitao mengetuk pintu besar berwarna coklat yang tertutup, sayup-sayup mendengar suara seseorang dari dalam, kemudian pintu di hadapannya terbuka.

"Selamat pagi Ahn-ahjumma" wajah Zitao yang tersenyum memang sangat manis, membuat siapa saja yang melihatnya ikut tersenyum tanpa sadar.

Wanita paruh baya yang membukakan pintu itu tersenyum, tampak anggun dibalut seragam pelayan bernuansa abu-abu dan putih.

"Pagi Zitao, ahjumma senang bisa melihatmu lagi" wanita berambut hitam yang menata rambutnya dengan rapih itu tersenyum. Mempersilahkan Zitao masuk, kemudian menutup pintu.

Zitao membenahi letak ransel di punggungnya, memperhatikan sekeliling, dan perhatiannya tertuju pada sebuah foto keluarga yang berukuran cukup besar dibingkai pigura bernuansa keemasan.

"Kau datang disaat yang tepat. Siapa yang memberitahumu?" suara wanita itu menyadarkan Zitao dari lamunan kecilnya ketika melihat foto keluarga pemilik rumah ini.

Dia menoleh ke balik bahunya, lalu membalikkan badan. "Siwon-saem memberitahuku kemarin"

Bibi Ahn menganggukkan kepalanya, mereka melanjutkan langkah masuk ke dalam. Zitao tidak bicara lagi, begitu pula wanita berusia sekitar 40 tahun itu. Suasana rumah yang sepi membuatnya teringat kembali memori masa lalu yang belakangan tidak pernah ia kenang lagi.

Kaki mereka terhenti tepat di depan sebuah pintu yang terletak di lantai 2, satu-satunya pintu bercat hitam di sana. Bibi Ahn membalikkan tubuhnya, menatap Zitao dengan tatapan yang berbeda saat dia menyambut pemuda itu. Sorot matanya berubah sendu.

"Apakah sakitnya parah?" tanya Zitao, memelankan suaranya. Bibi Ahn menggelengkan kepalanya kecil.

"Tidak, tapi Tuan Muda tidak kunjung membaik. Demamnya tidak naik ataupun turun"

"Apa dia susah makan atau minun obat?"

Wanita itu menggeleng lagi. "Tuan Muda selalu mendengar apa yang aku katakan. Tuan Muda tidak pernah terlihat sesedih ini sebelumnya, meski tidak mengatakan apa pun pada ku, tapi aku tahu itu"

Zitao menghela nafas diam-diam, mengangguk mengerti.

"Ahjumma harap kau bisa membuat Tuan Muda lebih baik. Tuan Muda pasti senang kalau sahabat masa kecilnya datang menjenguk" kata bibi Ahn diakhiri senyum di bibirnya.

We Are Best Friend Aren't We? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang