September, 2004
Sepuluh tahun berlalu, kini Minhyung dan Jeno sudah tumbuh dewasa. Mereka tumbuh dengan baik walaupun tanpa mendapat didikan lebih dari sang ayah. Doyoung eomma lah yang membesarkan mereka sendirian hingga saat ini.
Malam minggu, biasanya identik dengan acara jalan-jalan keluar, bersenang-senang dengan teman dan sebagainya. Itu hal yang lumrah dilakukan bagi para anak muda yang seumuran dengan Minhyung dan Jeno. Namun, mereka berdua berbeda. Kedua putra keluarga Jung itu lebih suka menghabiskan sabtu malam dengan mengambil posisi duduk yang nyaman di depan televisi di ruang keluarga, menonton video rekaman ayah mereka dengan seksama.
Selama bertahun-tahun, dirinya beserta putranya selalu menonton video suaminya setiap sabtu malam. Di kebanyakan waktu, dapat terdengar tawa riang putra-putranya dari ruang tamu, jika ayah mereka melontarkan lelucon yang lucu lewat video yang ditonton.
Di lain waktu, terkadang bisa sangat hening. Setelah menonton video ayah mereka, Doyoung eomma bisa melihat Minhyung yang masuk ke dalam kamar mandi dengan air mata tertahan di matanya. Minhyung tidak pernah menangis, atau setidaknya tidak pernah ingin terlihat tengah menangis. Sebagai anak sulung, Minhyung berusaha untuk tetap menjadi anak tangguh dan pantang untuk menangis, karena ia menyadari perannya yang harus menggantikan sang ayah untuk menjaga ibu dan adiknya.
Lain waktu lagi, Doyoung eomma menemukan si bungsu Jeno, menangis dalam sepi. Menutup wajahnya dengan bantal sambil menangis dalam diam. Putra bungsunya itu merasa bersyukur karena tidak kehilangan sosok ayah meskipun ayahnya sudah meninggal. Doyoung eomma mengerti, putra bungsunya itu juga sering merasa merindukan sosok ayahnya. Terkadang, jika sudah benar-benar merindukan ayahnya, Jeno bisa memutar video ayahnya hingga pagi menjelang.
Dari berpuluh-puluh video yang direkam Jaehyun appa, kebanyakan rekaman video itu ditujukan untuk Minhyung dan Jeno di saat yang sama. Namun, ada juga beberapa video yang dimana Jaehyun appa pernah berpesan pada sang istri untuk memberikan pada putra mereka di waktu yang berbeda, karena usia mereka berpaut empat tahun. Anak berumur 15 tahun belum saatnya mendengar pesan untuk anak usia 19 tahun. Namun, aturan itu sudah entah kemana, lebih tepatnya sudah dilanggar oleh Jeno. Si bungsu selalu ikut menyaksikan rekaman yang ditujukan khusus untuk Minhyung. Ada sisi positifnya, Jeno tumbuh dewasa lebih cepat daripada anak seusianya.
.
.
.
Hari Sabtu, pukul 8 malam. Hawa di sekitar rumah yang ditempati Doyoung eomma beserta kedua putra tampannya itu terasa sangat sejuk dan nyaman.
Malam itu, hanya hening menyelimuti rumah mereka. Sedikit suara terdengar dari ruang keluarga. Sepertinya kedua putranya itu tengah memutar sebuah rekaman video berisi pesan yang cukup berat. Doyoung eomma yang merasa penasaran pun berjalan pelan-pelan ke arah ruang keluarga dan mengintip kegiatan kedua putranya dengan menempel ke sisi tembok. Ia.bisa melihat kedua putranya itu tengah sibuk mengotak-atik sebuah laptop di meja.
"Minhyung-ah.. Jeno-ya.."
Doyoung eomma masuk ke ruang tamu dan memanggil pelan kedua putranya itu. Jeno, si bungsu yang cuek, hanya menjawab "iya" dengan singkat, sementara kakaknya menoleh ke arah ibunya.
"Iya? Kenapa eomma?" Tanya Minhyung.
"Kalian di rumah saja sejak tadi.. tidak jalan-jalan? Ini kan malam minggu.." Tanya Doyoung eomma.
"Tadi sudah jalan-jalan sama Jihoon.."
Doyoung eomma seketika mengernyitkan keningnya mendengar jawaban dari putra sulungnya itu.
"Jihoon? Siapa lagi itu? Bukannya kemarin kamu pacaran dengan anaknya Tuan Ahn, yang namanya Hyungseob itu?" Ujar Doyoung eomma.
"Itu kan minggu kemarin, eomma.. sekarang sudah ganti jadi Jihoon.." Ucap Minhyung.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATHER
FanfictionBagi Minhyung dan Jeno, Ayah mereka adalah sosok yang berarti dalam keluarga. Sosok kepala keluarga yang tegas, kuat, dan pekerja keras, namun bisa menjadi sosok yang penyayang. Dan meskipun dirinya tak lagi berada di samping mereka, beliau adalah s...