{02.}

57 18 0
                                    

Saat pelajaran selesai mau tidak mau, suka tidak suka, Hato harus tetap menghadap ke kepala sekolah. Dia menemui kepala sekolah dengan sedikit ragu. Baru disadarinya bahwa kepala sekolahnya telah berganti dengan orang lain semester ini.

"Permisi, Pak."

"Aku Takeda Shiroki. Silakan duduk."

"Pak guru Ousuke menyuruh saya untuk ke sini."

"Hah, Ousuke hanya berlebihan.. aku yakin kau tidak bermaksud buruk."

"Tapi, Pak.."

"Kau teman sekelas Kyoko, 'kan?"

"I-Iya.."

"Baik-baiklah kepadanya, dia tidak terlalu senang untuk pindah ke sekolah secara tiba-tiba."

Hato hanya diam kemudian mengangguk. Dia tidak mengerti. Sepertinya kepala sekolah Shiroki mengerti keadaan semua muridnya. Baru pertama kali Hato merasa senang di dekat seorang kepala sekolah.

Kemudian Pak Shiroki mulai bercerita saat dia masih sekolah dulu. Hato mendengarkan dengan seksama, setidaknya sebagai penghormatan karena dia tidak jadi dihukum. Tanpa terasa satu jam telah berlalu. Hato meninggalkan ruang kepala sekolah dengan menutup pintunya pelan-pelan.

Hato menyadari bahwa sekolah mulai sepi karena pelajaran sudah usai sejak tadi. Dia mendatangi lokernya dan menyimpan serta mengambil barang keperluannya. Saat dia keluar dari sekolah dia mendapati Kyoko sedang menunggu.

Hato sebenarnya ingin sekali segera pulang. Namun, hati kecilnya menyuruhnya untuk menyapa dan menemani Kyoko sampai dia pulang. Hato mengambil napas kemudian mengumpulkan keberanian.

"Kau menunggu seseorang?"

"Ya. Ayahku."

"Ayahmu?"

"Ya."

Hato kemudian terdiam setelah bertanya hal itu. Tiba-tiba hujan deras mengguyur seluruh bumi. Hato merasa kecewa ketika hujan datang. Dia menggosok-gosokan lengannya karena merasa canggung di dekat Kyoko. Cewek itu hanya diam saja seperti raga tanpa jiwa.

"Dengar, aku minta maaf."

"Untuk apa?" tanya Hato keheranan.

"Aku tahu kamu, kamu Hato Chikamasa, anak culun yang dulu suka kuejek saat SD."

"Ah, ya.. aku gak mempermasalahkan hal itu lagi, kok."

Bohong besar!

"Sebenarnya, aku sempat tidak mengenalimu, kamu berubah secara drastis dan bukan lagi anak culun dan pendek seperti dulu.."

"Aku tidak tahu.. harus menanggapi itu sebagai hinaan atau pujian.." Hato mengernyitkan dahinya.

"Aku tak bermaksud untuk mengusilimu waktu itu, hanya saja..."

Suara rendah bergemuruh dari dalam sekolah. Ternyata itu adalah suara kepala sekolah Shiroki yang bersiap-siap untuk pulang.

"Hmm, apa aku mengganggu waktumu, Kyoko-chan?"

"Tidak, Ayah. Ayo kita cepat pulang."

Kepala sekolah Shiroki memandang ke arah Hato lalu menganggukan kepala. Cowok itu masih membelalakan matanya seolah tak percaya kalau penyihir itu anak dari kepala sekolah yang baik hati ini. Nampaknya Kyoko dapat membaca ekspresi kaget Hato, lantas dia berkomentar.

"Benar, ayahku adalah kepala sekolah Shiroki, dan gara-gara kamu aku jadi menunggu lama."

Hato kaget dengan informasi itu. Pantas saja kepala sekolah bersikap baik kepadanya tadi. Rupanya Kyoko adalah anaknya. Mendengar pernyataan anaknya, pria tua itu kemudian tertawa terbahak-bahak. Dia meminta maaf atas ketidaksopanan anaknya. Pak Shiroki menawarkan tumpangan kepada Hato dengan mobilnya karena hujan deras.

Hato menolak tawarannya dengan lembut, dia lebih memilih menunggu hujan reda daripada harus merasakan momen canggung lagi bersama Kyoko. Kemudian Pak Shiroki melambai kepada Hato sementara Kyoko hanya diam saja dan bergegas masuk ke dalam mobil. Hato menganggukan kepala saat mendengar suara klakson mobil. Anak lelaki itu tersenyum tipis dan mengamati mobil itu beranjak pergi.

Hato menghela napas. Mengapa di saat seperti ini payungnya malah hilang entah kemana. Dilihatnya jam dinding sekolah dan mendapati sudah pukul 3 siang. Tak lama kemudian hujan pun mulai reda. Anak lelaki itu lantas bergegas untuk pulang.

Ketika sampai di rumah dia disambut oleh kucingnya yang berwarna belang tiga.

"Marie-chan!" Panggilnya.

Kucing betina itu mengeong dan mengeluskan badan ke kakinya. Hato membuka sepatunya dan menaruhnya di rak sepatu.

"Aku pulang..." ucap Hato dengan pelan karena dia tidak yakin ada siapa di rumah.

Semenjak kakaknya bekerja, Hato mulai terbiasa dengan pulang tanpa disambut. Namun tidak juga, dia disambut oleh Marie-chan. Hato mengganti pakaian seragam dengan baju biasa. Kemudian dia turun dari lantai dua menuju dapur untuk membuat secangkir teh hangat.

Hato menghidupkan televisi dan menyesap teh hangat buatannya sendiri. Di pangkuannya terlihat Marie-chan sedang berusaha untuk tidur. Begitu damai dan tentram. Sayup-sayup suara televisi hampir tidak terdengar karena anak lelaki itu mengantuk.

Sampai akhirnya pada saat senja kakaknya, Miruna, telah pulang dari bekerja. Dia mendapati Hato sedang tertidur pulas di ruang tengah dan ditemani oleh kucing kesayangannya.  Miruna yang letih seketika tersenyum dan menyelimuti tubuh anak lelaki itu dengan selimut.

- - -

Sabishii (Kesendirian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang