"Aku masih sama seperti yang dulu. Kini kamu yang sudah berubah."
***
Bianca Noura nyaris berteriak tatkala netranya menatap sebuah unggahan foto di Instagram. Jari telunjuk dan tengahnya tak berhenti memperbesar foto tersebut. Tenggorokannya mendadak kering, namun hatinya lebih kering lagi. Matanya tak mau mempercayai kenyataan yang disampaikan oleh foto tersebut.
Biyan -begitu gadis cantik itu biasa dipanggil, tak menyangka kegiatan rahasianya yaitu mengamati akun sosial media mantannya mantan pacarnya akan berakhir menyakitkan seperti ini. Dirinya yang biasanya akan mengomentari kegiatan si wanita yang juga pernah mewarnai hidup Rangga (mantan pacar Biyan), kini malah diam seribu bahasa.
Padahal Biyan sudah punya angan-angan setinggi langit yaitu balikan dengan Rangga dan hidup bahagia sampai tua. Nyatanya, bukan dia yang balikan dengan Rangga dan hidup bahagia sampai tua dengan lelaki manis itu. Biyan kecewa. Biyan ingin menangis. Sayangnya, dia masih ingat kalau ini masih di kantor dan menangis hanya akan menimbulkan sensasi baru. Biyan tidak mau memberikan bahan gosip gratis untuk teman-teman kantornya yang bermuka dua itu.
Pikiran Biyan kembali pada kilas balik tiga bulan yang lalu, ketika ia tidak sengaja bertemu dengan Mas Rangganya di salah satu kedai kopi. Biyan yang terbiasa membeli cokelat hangat untuk di kantor malah bertukar pandang dengan Rangga yang juga tak sengaja beli kopi di kedai itu. Semangat Biyan untuk beranjak dari mantan terindahnya itu langsung runtuh begitu mendapat sapaan sekaligus senyum manis dari Rangga.
Mereka berdua sempat ngobrol beberapa menit sebelum Rangga minta izin untuk undur diri karena ia sudah hampir telat masuk kantor. Mata Biyan masih tidak bisa lepas menatap punggung kokoh yang dahulu ia sering gunakan bersandar itu. Ada sebagian dari hati kecilnya yang bersikukuh untuk memperjuangkan Rangga. Walau ia sadar, kembali kepada Rangga hanya akan memberinya sakit hati tak tertangguhkan. Namun, rasa cinta dan sayang Biyan jauh lebih besar.
Biyan menghembuskan napas panjang. Ia sadar kalau kesempatannya sudah tinggal 0,0000001% saat cincin lamaran Rangga tersemat indah di jari gadis itu. Hatinya memang terasa sakit ketika melihat senyum gadis itu mengembang dengan cantik, ketika mata Rangga juga memancarkan kebahagian. Biyan sadar kalau saat ini dirinya bukan siapa-siapa. Biyan belum bisa menerima.
***
"Sabar ya, Bi. Aku tahu pasti sakit banget, kan?" tanya Geri, sahabat Biyan, dengan penuh perhatian.
"Masih nanya," sembur Biyan kesal. Ia menyeruput wedang jahenya dengan muka masam.
Udara akhir-akhir ini sangat dingin. Tapi tidak pernah menghentikan semangat Biyan dan Geri untuk nongkrong gaul di salah satu kafe ramai di pusat kota. Sekaligus, Biyan ingin memuntahkan uneg-unegnya.
"Jujur aja aku kaget banget pas tahu Mas Rangga balikan sama Mbak Dewi. Perasaan mereka udah putus dari lama," kata Geri sambil menatap Biyan tidak percaya.
"Jelas udah putus. Kalau gak mana mau aku pacaran sama Mas Rangga. Emangnya aku pelakor apa?" ujar Biyan tidak terima, membuat Geri mengucapkan kata maaf berkali-kali.
Geri juga sadar kalau saat ini Biyan sangat sedih. Ia juga sadar kalau Biyan masih sayang dengan Rangga walau mereka berdua sudah putus nyaris dua tahun yang lalu. Geri juga tidak mengerti bagaimana cara berpikir seorang Bianca Noura. Ia sangat paham kalau sahabat perempuannya itu banyak sekali yang naksir. Biyan sendiri juga sudah sering mengeluh pada Geri tentang cowok-cowok di luar sana yang terus menerus menerornya. Bahkan Geri juga pernah dipaksa menjadi pacar bohongan Biyan agar cowok-cowok itu berhenti mengganggu hidup Biyan.
"Bi, makanya kamu cari cowok sana. Jangan terpaku sama cowok brengsek macam Mas Rangga itu. Masih banyak cowok baik yang mau di sisi kamu, lo," kata Geri bijak.
KAMU SEDANG MEMBACA
πr² (Phi.r.square)
Chick-LitBianca Noura tidak pernah menyangka hidupnya akan berbanding seratus delapan puluh derajat setelah mendengar mantannya bertunangan dengan gadis lain. Ia bertekad akan beranjak dan tak larut dengan kesedihan. Berbagai cara dia lakukan demi tidak-ingi...