Sepulang sekolah, Adina menepati janjinya untuk mengunjungi gedung GLAC. Niki menunjukkan kartu pelajar kepada seorang ibu yang memiliki meja di dekat pintu. Entah dia seorang penjaga atau seorang penerima tamu, Adina belum tahu. Niki meyakinkan ibu itu ketika Adina mengaku belum memiliki kartu pelajar.
"Aku harus segera mengurusnya," kata Adina ketika mereka berhasil masuk ke dalam gedung.
Interior gedung GLAC mirip dengan eksteriornya, serba putih. Bedanya, di luar, warna dindingnya tidak terlalu putih bersih, sementara di dalam, warna putihnya terlalu bersinar.
Mereka melewati lobby menuju sebuah koridor. Di sisi kiri koridor berderet beberapa ruang dengan tulisan staff only di pintunya. Sementara di sisi kanan hanya ada dinding kaca dengan panel kotak-kotak kecil.
"Aku akan menunjukkanmu ruang galerinya." Niki menuntun Adina menuju lantai dua menaiki tangga. Adina bisa melihat pelataran hijau gedung dari dinding kaca di sebelah kanannya.
"Apa kau pernah melukis?" tanya Niki sambil menaiki satu anak tangga untuk bisa sejajar dengan Adina.
"Saat SD, aku suka kelas melukis karena semakin hancur lukisanmu, semakin terlihat bagus. Mereka menyebutnya dengan kata abstrak."
Niki tertawa ringan. Dagunya tampak lebih lancip ketika tulang pipinya naik. Adina merasa beruntung memiliki teman yang cukup menarik.
"Apa kau baik-baik saja? Maksudku tentang kejadian di koridor kemarin ...," ucap Adina ketika melihat memar kecil di cuping hidung Niki.
"Kau melihatnya?"
"Tidak sengaja."
Langkah kaki mereka mengisi kekosongan yang terasa kurang nyaman.
"Kenapa Ed memukulmu?"
"Kau mengenal Ed?"
Suasana semakin tidak nyaman bagi Adina karena Niki menjawab pertanyaannya dengan sebuah pertanyaan. Dua pertanyaan itu tidak mendapatkan jawabannya masing-masing karena mereka sudah berada di ujung tangga.
"Mereka terlihat bagus dan ... klasik," kata Adina saat melihat deretan lukisan di dinding galeri yang seolah sedang menyambutnya.
"Galeri ini terdiri dari dua lantai. Aku harap kakimu tidak letih menaiki ramp."
"Tentu saja tidak. Siapa pun tidak akan sadar sudah menempuh jarak entah berapa mil jika disuguhkan pemandangan seperti ini," kata Adina tulus.
"Semua karya seni di sini berasal dari sumbangan beberapa seniman dan ada juga sumbangan dari pemerintah."
"Kau tahu banyak tentang gedung ini," kata Adina tanpa mengalihkan pandangannya dari sebuah lukisan bertema dedaunan.
"Sebenarnya aku ketua klub melukis di sekolah. Kami punya studio khusus di gedung ini."
"Jadi kau pandai melukis?" Adina menghentikan langkahnya sejenak untuk melihat patung kayu berbentuk burung Unta dengan sayap yang setengah patah. Adina tidak mengerti dengan alasan si pembuat patung yang mematahkan sayap yang tidak berfungsi.
"Aku tidak ingin menjawabnya. Akan terdengar arogan." Niki tersenyum kecil, membuat Adina ikut tersenyum kecil.
"Lantas di mana studio itu?"
"Ada di antara lantai dua dan tiga. Seperti sebuah mezanin, letaknya agak ke belakang. Kau ingin berkunjung?"
Adina mengangguk dan mereka lanjut menaiki ramp yang melingkar, sambil sesekali berdiskusi tentang lukisan yang Adina tidak mengerti.
***
"Niki! Kudengar kau berkelahi kemarin."
"Ed sialan itu memang perlu diberi pelajaran!"
"Kurasa itu sia-sia. Bahkan otaknya saja tidak mampu menyerap pelajaran di kelas."
"Hahahaha."
"Hei, hei. Tidak perlu berlebihan. Semalam aku hanya tidak beruntung." Niki mencoba menghentikan ocehan teman-temannya. Adina yang enggan, masih berdiri di dekat pintu, bersembunyi di balik punggung Niki.
"Teman-teman, kita kedatangan seorang tamu," lanjut Niki lalu mempersilakan Adina untuk masuk ke studio.
Adina menerima tatapan-tatapan penghuni studio dengan senyum tipis. "Hai. Aku Adina. Murid baru di kelas dua," katanya.
"Hai Adina. Aku Samantha."
"Aku Brian. Kau sangat cantik."
"Aku Darren. Jangan termakan omongan Brian. Dia playboy kampungan."
"Aku Sarah. Senang berjumpa denganmu."
"Aku Leah, dan yang sedang sibuk melukis itu adalah Dory. Dia sangat berambisi untuk menang sayembara. Mungkin untuk pengobatan penyakit lupa."
"Hahahahaha."
Adina ikut tertawa meski masih bingung mengingat nama-nama mereka.
Ruang studio tampak berantakan, tetapi jenis berantakan yang berseni. Banyak easel berdiri di sekeliling ruangan. Dinding studio dipenuhi dengan beberapa kanvas. Ada yang terlukis sempurna, ada juga yang terlukis setengah. Di setiap sudut ruangan, terdapat tumpukan kanvas berbingkai dan easel yang terlipat. Ada juga beberapa kardus bertumpuk.
Niki memberi kursi untuk Adina. Mereka ikut gabung ke meja bundar besar di tengah-tengah ruangan. Adina bingung harus meletakkan tangan di mana karena meja itu penuh dengan kuas, cat lukis, palet yang berlepotan cat, dan beberapa alat lukis yang baru kali ini Adina lihat.
"Maaf jika tempat ini agak berantakan. Kami sedang persiapan mengikuti sayembara." Niki memasukkan beberapa tube cat akrilik ke dalam kotaknya.
"Aku harap aku tidak mengganggu."
"Tidak, tidak. Kau adalah angin segar bagi kami," kata Brian, disambut dengan lemparan kuas dari Darren.
"Tenang saja. Tanggal pengumpulan masih lama dan kami tidak seambisius Dory untuk mendapatkan beasiswa."
"Beasiswa?"
"Dewan Kesenian kota mengadakan sayembara seni untuk menyambut Golden Art Week, sejenis pekan seni tahunan yang diadakan oleh yayasan sekolah dan tentu saja bekerja sama dengan pemerintah. Sepuluh karya terbaik akan dipamerkan di galeri saat acara puncak, untuk dilelang kepada pengunjung, serta tiga pelukis terbaik akan mendapat beasiswa."
"Dan aku menjadi salah satu dari tiga pelukis itu."
"Ya, si Ambisius Dory akhirnya bersuara."
"Hei! Bagaimana kalau kau bergabung dengan kami? Melukis sangat menyenangkan!"
Adina tergagap-gagap mendengar tawaran Samantha. Namun ketika mendengar kata beasiswa, pikirannya tertuju pada bibinya. Dia pun memantapkan diri untuk bergabung.
![](https://img.wattpad.com/cover/157083139-288-k299101.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gladiol Liar
Teen Fiction⭐ Baca edisi revisi di KaryaKarsa dan Kwikku (dengan judul baru: Jejak-Jejak Gladiol). --- Satu-satunya yang Adina syukuri adalah dia kembali satu sekolah dengan Shad. Namun ada yang tidak beres. Teman kecilnya itu sekarang berteman akrab dengan Ed...