(2)

12.7K 1K 82
                                    

"Pakai jaket saya dan julurkan lengannya, maaf kalau saya menyentuh kamu" dan beberapa detik kemudian Kak Affif menggendong tubuh gue yang memang udah gak memungkinkan untuk di ajak berjalan lagi.

Dalam gendongan Kak Affif, gue hanya menunduk pasrah dan tanpa terasa air mata gue ngalir gitu aja, apa gue masih bisa bertahan berada di dekat Mas Affan kalau harus terus terluka kaya gini? Gue nyerah, gue udah gak sanggup.

"Zam, bagian kesehatan dimana?" tanya Kak Affif ke Kak Azzam yang memang bertugas jaga malam ini, seketika semua pandangan tertuju ke Kak Affif dan gue yang ada di dalam gendongannya sekarang.

"Loh Fif, ini Nayya kenapa? Tenda paling ujung" jawab Kak Azzam ikutan panik.

"Tanganin ini dulu, nanti gue jelasin" mengabaikan tatapan orang-orang di sini, gue balik menunduk dan sekilas tatapan gue bertemu sama Mas Affan, Mas Affan kaget? Udah pasti iya, gue gak pernah nyangka kalau gue bakalan di tolongin sama laki-laki lain kaya gini. 

Di dalam tenda kesehatan, gue bahkan gak berani ngelirik darah yang udah ngalir di kaki gue, gue lebih milih buang muka dan tanpa sadar mulai memilin lengan kemeja seseorang yang sekarang memang berdiri tepat di sebelah gue.

"Apa begitu sakit?" reflek gue mendongak dan untuk beberapa detik tatapan gue bertemu dengan Kak Affif, gue mah biasanya tapi ekspresi Kak Affif sekarang udah ngucap-ngucap banget kayanya.

"Maaf Kak, Nayya merepotkan" cicit gue sembari melepaskan pilinan gue dari lengan kemeja Kak Affif.

"Tidak papa, lain kali harus lebih hati-hati" gue mengangguk pelan, setelah kaki gue selesai di perban, Kak Azzam sama Kak Affif tetap minta gue untuk istirahat di tenda kesehatan jadi lebih gampang diawasinnya kalau tiba-tiba ada yang sakit lagi.

"Nayya" tiba-tiba Mas Affan masuk dengan nafas ngos-ngosan lengkap dengan raut wajah khawatirnya, baru sekarang khawatir sama gue? Telat.

"Nay, maafin Mas, harusnya Mas berterimakasih bukannya malah nuduh kamu, seharusnya Mas yang ngejagain kamu bukan malah ngebiarin kamu luka kaya gini, maafin Mas Nay" ucap Mas Affan mulai menggenggam tangan gue.

"Lepas" dan Mas Affan sama sekali gak bergeming, "lepas Nayya bilang, apa Mas pikir Nayya sejahat itu? Mas kenal Nayya udah berapa lama sampai tega nuduh Nayya?" lirih gue dengan isak tangis tertahan.

"Maafin Mas Nay, Mas yang salah,  Mas yang teledor ngejagain kamu" pada akhirnya air mata gue gak bisa di tahan, air mata gue ngalir gitu aja dan berakhir dengan menangis sesegukan di depan Mas Affan.

"Mulai sekarang jauhin Nayya Mas, kalau ikut kesini adalah permintaan terakhir Mas untuk Nayya, jauhin Nayya adalah permintaan terakhir Nayya untuk Mas"

.
.
.

Acara camping kali ini beneran kacau karena gue, mendadak gosip Kak Affif yang ngegendong gue semalem juga udah nyebar kemana-mana, "seorang Affif yang terkenal sholeh tapi bisa-bisanya nyentuh perempuan yang bukan mahramnya kaya gitu?" ucapan kaya gini bahkan udah sampai ke telinga gue.

Kalau boleh jujur, sekarang gue baru sadar kenapa Kak Affif minta gue menjulurkan lengan jaketnya sampai menutupi seluruh lengan gue, ini supaya kulit gue sama Kak Affif gak bersentuhan, lagian apa yang harus di omongin coba? Kak Affif ngegendong gue itu juga karena alasan yang mendesak, gue udah gak bisa dibawa jalan lagi.

Tapi memang dasarnya udah jadi bahan omongan, mau di jelasin baik-baikpun udah gak guna, mereka semua akan tetap kekeh dengan pemikiran mereka, kalau nyari kesalahan orang mah gampang, yang salah sendiri gak pernah keliatan, bukannya apa-apa, gue jadi gak enak sama Kak Affif, dia diomongin juga karena nolongin gue.

Affif Dan Nayya (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang