(4)

10.7K 935 43
                                    

"Mas butuh kamu Nay, jangan pergi dan ngebawa separuh hati Mas ikut pergi bareng kamu"

"Hati Mas bukan untuk Nayya, bukan Nayya yang Mas pertahanin, bukan Nayya yang selama ini Mas perjuangin tapi perempuan lain" dan gak nunggu respon Mas Affan, gue melangkah naik balik masuk ke kamar gue, gue takut semakin lama gue membicarakan masalah ini sama Mas Affan hanya akan membuat gue berubah pikiran.

"Dek, kamu berantem lagi sama Affan?" tanya Mas Abi yang sekarang udah ada di ambang pintu.

"Gak Mas"

"Terus kenapa Affan pulang dengan mata berkaca-kaca kaya gitu?"

"Mas Affan egois Mas, dia udah milih untuk menikahi perempuan pilihan dia sendiri tapi kenapa masih tetep minta Nayya stay disampingnya? Mas Affan nganggep Nayya apa?" jawab gue tertunduk.

"Dek, Affan bukan egois, dia cuma_

"Cuma apa? Dia gak sadar kalau dia juga punya rasa yang sama ke Nayya? Atau dia pura-pura gak sadar? Dia ngabain perasaan Nayya Mas, dia gak peduli sama sekali" ucap gue sedikit emosi

Mas Abi selalu bilang kalau cinta gue bukannya bertepuk sebelah tangan tapi apapun itu, pada kenyataannya Mas Affan gak milih gue, dia milih mengabaikan perasaan gue dan itu kenyataan yang akan gue terima mulai sekarang, mengikhlaskan adalah satu-satunya pilihan yang gue punya.

"Mas cuma gak mau kamu nyesel Dek, mutusin sesuatu dalam keadaan emosi itu juga gak baik"

Gue tahu, yang Mas Abi ucapin itu gak sepenuhnya salah tapi gue gak akan nyiksa diri gue lebih lama lagi dengan terus ngeliat senyum bahagia Mas Affan dengan perempuan lain, gue gak mau.

"Nayya bahkan hampir gak bisa nafas setiap kali ngeliat Mas Affan tersenyum untuk perempuan lain Mas, Nayya terlalu takut dengan perasaan Nayya untuk Mas Affan, selagi Nayya masih bisa berpikir jernih, Nayya minta tolong hargai keputusan Nayya"

"Mas ngerti, Mas cuma mau Adeknya bahagia, yaudah sekarang Adek istirahat?"

"Nayya akan bahagia Mas, suatu saat nanti"

.
.
.

Setelah semua urusan kepindahan gue beres, hari ini gue beneran pindah, gue di anterin Mas Abi sampai ke Jogya, pernikahan Mas Affan juga bakal dilangsungkan seminggu dari sekarang.

"Dek, yakin gak mau pamitan lagi sama Affan" tanya Mas Abi sambil menunjuk gerbang rumah depan dengan dagunya.

"Ini yang terbaik Mas" gue pamitan dengan Bunda dan memeluk Bunda erat.

"Pulang kalau Adek udah ngerasa jauh lebih baik, Bunda sama Mas Abi akan sering-sering main ke Jogya ngejengukin Adek"

"Iya Bunda, Bunda baik-baik ya, bilangan Mas Abi jangan pulang terlalu malam dan ninggalin Bunda sendirian"

"Mas denger ya Dek"

"Bagus kalau Mas denger" dan gue tersenyum untuk ke dua orang yang ada di depan gue sekarang, gue gak mau mereka ngerasa semakin khawatir karena gue masih punya mereka sebagai kekuatan gue.

"Nay_

Gue berbalik dan mendapati Mas Affan udah berdiri tepat di hadapan gue, seolah ngerti, Bunda sama Mas Abi juga ngasih kami berdua waktu buat ngomong.

"Nay, maafin Mas"

"Gak perlu ada yang di maafin Mas, semua juga bukan kesalahan Mas jadi Mas minta maaf untuk apa?"

"Mas minta maaf untuk semuanya Nay, semuanya" gue tersenyum sekilas, gak mau ngerespon apapun lagi, karena setelah hari ini gue udah mutusin untuk nata ulang hati gue dan ngiklasin Mas Affan bahagia dengan pilihannya.

"Nayya berangkat Mas, semoga akad nikahnya nanti lancar dan sampaikan salam Nayya untuk Kak Reina" gue tertunduk gak berani natap lawan bicara gue sekarang,

"Nay"

"Heummm?" gumam gue, Mas Affan menggenggam tangan gue sekilas yang membuat gue beralih melihat Mas Affan yang sudah merentangkan tangannya untuk gue, beberapa detik kemudian gue terpaku di tempat setelah Mas Affan narik tubuh gue masuk dalam dekapannya

"Kamu akan selalu jadi bagian terpenting dalam hidup Mas, Mas akan tetap nunggu kamu pulang, jaga diri baik-baik dan hati-hati di jalan"

"Heummm" Mas Affan ngecup kening gue singkat dan melepaskan dekapannya, Mas Affan memberikan gue sebuah kotak kecil sebelum pergi meninggalkan gue balik masuk ke rumahnya.

"Bisa kita berangkat sekarang?" tanya Mas Abi dan anggukkan gue menjadi jawabannya.

.
.
.

"Assalamualaikum" ucap Mas Abi melangkah masuk yang gue ikuti dari belakang.

"Wa'alaikumussallam, Ya Allah sudah dateng ternyata masuk Bi, Nay" seorang wanita paruh baya menyambut kami dengan senyum sumringahnya, Nenek kita.

"Sehat Nek?" tanya Mas Abi nyalim dan memeluk hangat Nenek, menggantikan Mas Abi, gue juga melakukan hal yang sama.

"Alhamdulillah sehat Cu, ayo masuk dulu, Hanif masih di kantor tapi Liranya ada di dalam" balas Nenek yang gue sama Mas Abi angguki, Om Hanif itu adiknya Bunda dan Tante Lira itu istrinya.

Gue sama Mas Abi hanya saling menatap begitu Nenek sibuk menceritakan kesehariannya, mulai dari Tante Lira yang masaknya hambar, sampai ke anak kos-kosan sebelah yang ngidupin musik k-pop sampai tengah malam buta.

"Udah dateng Nay, aduh keponakan Tante makin cantik aja" sapa Tante Lira ramah dan memeluk erat gue.

"Tante bisa aja, Tante juga gak kalah cantik, sehat Tan?" balas gue.

"Alhamdulillah sehat, gimana Bi, udah dapet calonnya?" tanya Tante Lira beralih ke Mas Abi

"Jangan di tanya Tan" dan kami semua tersenyum sumringah,

Setelah semalam nginep, paginya Mas Abi pamit buat balik ke Jakarta, kasian juga Bunda kalau sendirian, ya yang namanya mau ditinggal balik jujur aja gue sedih, mau nangis tapi ini pilihan gue jadi harus yakin, gak boleh cengeng

"Baik-baik Dek, sering-sering kabarin Mas, kuliah yang rajin biar cepet lulus trus Mas nikahin"

"Mas apaan ngomong kaya gitu? Udah Mas dulu gih yang nikah, Mas aja belum nikah sok-sokan mau nikahin Nayya, iya gak Tan?"

"Nikah barengan juga gak ada salahnya, hemat biaya"

"Beuhhh pulang Mas, pulang" Mas Abi tersenyum dan mulai menyalimi Nenek dan Tante Lira sebelum berhenti tepat di hadapan gue.

"Baik-baik ya Dek" gue mengangguk kecil,

"Mas juga hati-hati di jalan sama jangan lupa ngirimin Nayya uang jajan"

"Maunya kamu Dek"

Gue, Nenek sama Tante Lira hanya melambaikan tangan ke arah Mas Abi sebelum mobil Mas Abi ninggalin pekarangan rumah nenek, bakalan sepi.

"Masuk Nay, jangan berdiri disitu terus" ucap tante Lira menepuk pelan bahu gue.

"Iya Tan, yaudah kalau gitu Nayya masuk ke kamar ya, mau beberes lagi" pamit gue dan mulai menaiki tangga.

"Nay, bantuin tante sebentar boleh?" tanya Tante Lira yang membuat gue memberhentikan langkah, gue mengangguk dan menuruni lagi tangga mengikuti Tante Lira masuk ke dapur.

"Bantuin apa Tan?"

"Ini kue Bunda kamu bawain kemarin masih banyak, sayang kalau gak di abisin, tolong anterin ke kost sebelah boleh? Ada cucunya Kakek Adi lagi numpang di kost belakang"

Hampir lupa, Tante Lira sama Om Hanif itu nyewain kos-kosan di sebelah rumahnya, masih satu pekarangan sih dari rumah jadi deket.

"Boleh Tante, mana kuenya?" gue menerima kue dari tangan Tante Lira dan pamit jalan ke halaman belakang, kos-kosan cewek itu disebelah rumah tapi kalau kos-kosan cowoknya di halaman belakang.

"Assalamualaikum" ucap gue di ambang pintu tapi belum ada jawaban, gue ketuk lagi pintunya sambari mengucapkan salam.

"Wa'alaikumsalam" pintu terbuka dan keluarlah seorang laki-laki menggunakan sarung, baju koko lengkap dengan peci dikepalanya.

"Kak Affif?"  kaget gue yang di hadiahi tatapan datar Kak Affif seperti biasanya.

Affif Dan Nayya (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang