Kita Berhak Bahagia

247 15 0
                                    

Banyak orang yang terlihat bahagia ketika berada di pantai. Tapi berbeda dengannya. Malam itu aku menemukan seorang gadis manis dengan rambut terurai. Aku mencoba memotretnya, berhasil. Tapi, gadis tersebut langsung menyadari kehadiranku. Gadis itu sama sekali tak marah padaku, ia hanya menatap ku dengan tatapan sendu, berakhir dengan air mata yang membasahi pipinya. "Ya Tuhan, apa aku sudah keterlaluan?" Gumamku.

Akhirnya aku menghampiri gadis tersebut. "Maaf jika kau marah, aku bisa menghapus foto tadi, tapi ku mohon jangan menangis," ucapku berusaha meredakan tangisnya.

"Namaku Rere." Ia malah memperkenalkan dirinya.

"A..a..a.ku Bagas" responku tergugup.

"Nih" ia menyodorkan segelas milkshake.

"Untukku?" Tanyaku memastikan. Ia hanya menjawabnya dengan senyuman, oh Tuhan rasanya ingin ku bawa pulang senyumnya saat itu. Aku mulai meminum milkshake-nya.

"Kamu kenapa nangis?" Tanyaku mulai penasaran. Dia menatapku kembali, tatapan yang tak bisa ku artikan saat itu.

"Gak ada satu alasan pun untuk aku bahagia," ujarnya.

"Dia yang telah membuatku kecewa, kini malah bisa tertawa bahagia. Sementara aku? Aku masih saja mencintainya walaupun aku tahu aku akan terluka." Ucapnya lagi.

Aku hanya mendengarkannya, membiarkan dia meluapkan segala kekecewaannya. Dia kembali meneteskan air mata, arghhh aku tak mau melihatnya menangis lagi.

"Semua cowok memang begitu" ucapku.

"Maksudmu? Kamu juga kan cowok." Tanyanya terheran.

"Makanya itu aku gak pernah mau pacaran sama cowok" jawabku konyol. Sumpah saat itu aku hanya mencoba membuatnya senang. Dan benar saja, ia tertawa terbahak-bahak.

"Kamu konyol, hahahaha" ucapnya masih terus tertawa.

"Cantik" gumamku. Ia berhenti tertawa.

"Kamu lebih cantik saat bahagia Re" komentarku.

"Tapi aku gak bisa" elaknya. "kamu punya beribu alasan untuk bahagia, Re" ujarku. Ia tampak semakin bingung terlihat jelas dahinya berkerut.

"Bahagia atau enggak, itu semua pilihan kamu. Ketika kamu memilih untuk bahagia, maka kamu akan bahagia. Dan sebaliknya." Jelasku dan dia hanya mendengarkan.

"Kamu sekarang selfie deh" titahku. Ia kembali bingung.

"Untuk apa?" Tanyanya. "Cukup lakukan itu Re" ucapku.

Ia mulai berselfie menggunakan ponselnya. Ekspresi senyum menghiasi wajah cantiknya. Sejak saat itu hobi memotretku terganti oleh hobi melihat senyumnya. "Sudah" ucapnya seraya menunjukkan hasil fotonya.

"Sekarang kamu tatap wajah dalam foto itu Re" suruhku lagi dan ia hanya menurutinya.

"Kamu kasihan gak sih sama orang dalam foto itu? Prihatin gak sih sama orang itu?" Tanyaku. Ia tak memberikan respon apapun tapi tampak serius mendengarkan ucapanku sambil terus memandangi foto wajahnya sendiri.

"Kamu kasian gak sih sama orang itu? Mungkin orang itu sudah berusaha melawan perih, walau akhirnya tetap ditinggal pergi? Ngerasa iba gak sih?" Ucapku lagi.

"Sekarang, kamu ikutin apa yang aku katakan ya" suruhku.

"Diriku, maafkan aku, maafkan aku tak bisa membahagiakan kamu" ucapku dan diikuti oleh Rere.

"Aku tahu kamu lelah, aku tahu kamu kecewa, aku tahu kamu berhak bahagia." Ucapku lagi dan kembali diikuti oleh Rere. Terlihat Rere mulai berkaca-kaca, dan ia kembali menangis. Tapi aku yakin saat itu adalah tangis terakhir yang ia keluarkan untuk pria yang telah mengecewakannya.

"Aku paham sekarang. Bahagia itu tanggung jawabku sendiri. Terimakasih Bagas" ucapnya. Aku hanya tersenyum.

Sejak malam itu, aku semakin sering bertemu dengannya, sering berbagi cerita, dan akhirnya memutuskan untuk bersama menjaga cinta.
🔹🔹🔹

Oleh Siti Nur Amalia Sartika, Bogor.

Ceritanya Quotes.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang