“……..Jangan pernah main-main dengan orang asing! Kalau ada orang asing yang mengajakmu berbicara, jangan ditanggapi. Kalau mereka mengajakmu pergi, lari! Pokoknya, jangan ikut dengan mereka!!..........”
Kata-kata itu diucapkan berkali-kali oleh nenekku, ibuku, dan kini sahabatku… namun sedari dulu aku selalu menganggap bahwa kata-kata itu hanya sebuah “peringatan” agar aku tidak suka keluyuran. Mereka mungkin mengkhawatirkanku, namun sekarang sahabatku jadi terlalu sering mengatakan itu padaku jadinya aku mulai menganggap kata-kata itu adalah pengekang kebebasanku. Ya, aku ingin bebas bergaul dengan siapa saja.
***
“Kau tampak akrab dengan… hmm, siapa itu, si ‘anak baru’ akhir-akhir ini,” celetuk Helene, sahabatku dari Prancis. Dia menyilangkan tangannya di dada dan memandangku sambil memicingkan matanya. Aku mengangkat alisku melihatnya duduk di atas bangku, sepertinya ia sudah menantiku sedari tadi. “Hei, hei… ada apa ini? Kau menginterogasiku sekarang?” aku berusaha mencairkan suasana, aku tidak ingin memulai pertengkaran di pagi hari.
Helene mengembuskan napasnya keras-keras, “Yah! Aku tidak sedang bercanda, Na Young!” serunya.
“Aku juga tidak sedang bercanda,” sahutku pelan. “Aku bertanya padamu, apa kau sedang menginterogasiku sekarang?”
“Kau belum menjawab pertanyaanku, Na Young.”
“Oh, kukira itu tadi sebuah pernyataan, bukan pertanyaan…” aku tersenyum jahil melihat muka Helene menjadi masam. Aku mengeluarkan sekotak coklat dan beberapa penganan kecil kesukaan Helene dari dalam tasku lalu kupamerkan di depannya. “Kau masih ingin mempertahankan kejengkelanmu padaku atau kau bisa makan penganan kecil ini denganku sekarang?”
Helene menatapku tajam lalu kedua bola matanya yang berwarna biru itu berputar. Bibirnya manyun, tapi tak lama kemudian ia menyambar coklat-coklat di tanganku, membuka bungkusnya, lalu memasukkan ke mulutnya. “Coba saja kalau ini bukan coklat, mungkin aku sudah melemparmu ke luar lapangan.”
Aku tertawa. “Well, well… coba saja kalau kau bisa.”
“Oke, kuterima tantanganmu!” sahutnya sambil memasukkan sebongkah coklat stroberi ke dalam mulutnya. “Tapi itu nanti kalau aku sudah menikah dengan Superman.” Kali ini giliranku untuk memutar bola mata mendengar cetusan dari Helene. Untuk beberapa saat, sahabatku ini bisa jadi super absurd dan entah kenapa hanya aku yang bisa memahami candaannya yang absurd ini.
Selama beberapa saat kami diam sambil menikmati coklat yang kubawa pagi ini, hingga kami mendengar suara pintu kelas terbuka dan …… jantungku tiba-tiba berdegup dengan kencang. Aku sangat menanti-nantikan kedatangannya. Aroma parfum segar yang tidak pernah kucium sebelumnya melekat kuat-kuat di memoriku... serta aku bisa mencium samar-samar aroma kue yang baru matang dan aroma manis dari coklat. Auranya begitu kuat, mencekam, namun sangat membuatku ketagihan –bahkan tergila-gila dengan auranya yang begitu mengintimidasiku. Sosoknya menjadi orang yang paling kutunggu-tunggu sejak beberapa minggu ini….
Seorang pemuda menyeruak masuk ke dalam kelas dan dengan gayanya yang santai nan kalem, ia duduk di bangkunya, tepat di depan bangkuku dan Helene. Pemuda itu menaruh tasnya lalu berbalik pada kami, Helene dan aku. “Selamat pagi, Helene dan Na Young! Hei, kau suka dengan coklat?” serunya antusias. Helene mendadak berubah jadi diam dan ia bangkit lalu pergi ke luar kelas dengan mengentak-hentakkan kakinya.
“Errrr… maafkan dia, Soo Hyuk. Dia sedang…” aku menggigit bibirku berusaha mencari alasan yang tepat. “Well, kau tahu kan kalau perempuan mengalami perubahan hormon yang drastis ketika mereka…”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Recipes
FanfictionSebuah toko kue dan coklat berdiri di tengah hiruk pikuk kota, The Secret Recipes. Toko itu menjadi langganan orang-orang yang mencari penganan manis lezat dari seluruh dunia. Dengan cita rasa yang khas dan tidak bisa ditemukan di toko-toko lain, Th...