Chapter 21 (IND)

927 94 21
                                    

"Kau masih ingat rumah ini P'Sing?" Krist dan Singto hari itu, baru saja tiba di sebuah rumah besar dengan arsitektur yang sangat megah. Rumah itu, kediaman tuan Thanasit, salah satu paman Singto yang selama ini mendukung dan membantu hubungan Krist dan Singto yang ditentang oleh ayahnya.

"Iya, terasa sangat familiar untukku," Ucap Singto sambil tersenyum lebar.

"Kita sering menghabiskan waktu disini. Karena bibi San sering meminta kita untuk merawat bunga-bunga anggreknya." Kata Krist, sambil kemudian mengeluarkan satu pot bunga anggrek merah muda dari dalam mobilnya.

"Bibi San pasti suka dengan hadiah kita, iya kan Krist?"

"Aku rasa dia akan lebih suka dengan hadiah spesialnya..." Krist tersenyum kecil, "Kau P'," Lanjutnya.

Singto mengangguk setuju. Dia kemudian merangkul pundak kekasihnya dan berjalan menuju ke pintu depan rumah tersebut.

Tok... Tok.. Tok...

Krist mulai mengetuk pintu bewarna putih itu. Tangan dingin Singto semakin menggenggam tangan Krist dengan erat. Sangat terlihat bahwa dia tengah gugup sekaligus antusias berhadapan kembali dengan sanak keluarganya yang telah kehilangannya selama 2 tahun terakhir.

Tidak lama, pintu itu pun terbuka dan menampakkan sesosok wanita paruh baya dengan paras cantik dengan baju dengan motif bunga-bunga. Melihatnya, Krist juga Singto tersenyum lebar.

"Bibi San..." Ucap Krist dengan mata berkaca-kaca. Sejujurnya, Krist sangat merindukan wanita yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri ini. Setelah kecelakaan yang menimpa Singto, dan Krist sempat mengalami depresi berat, Krist sudah tidak pernah lagi bertemu dengan sanak keluarga Singto.

"Krist... S-Singto..." Bibi San membelalakkan matanya terkejut serta menutup mulutnya dengan tangannya ketika dia melihat keponakan tersayangnya berdiri di hadapannya.

"Apa kabar, Bibi San?"

"S-Singto... Ya Tuhan Singto!" Bibi San langsung menghambur ke pelukan Singto dan memeluk keponakan kesayangannya itu erat-erat. "Ya Tuhan, Singto. Kau masih hidup, nak? Kau masih hidup?" ujarnya sambil berurai air mata.

"Iya Bi, aku masih hidup. Aku masih hidup." Jawab Singto yang juga tak kuasa menahan tangisnya.

Memang benar, Singto tidak mengingat wajah wanita itu, namun pelukan ini, terasa sangat familiar untuknya. Dia mengingat persis bagaimana Bibi San selalu memeluknya erat serta mengusap-usap rambutnya dengan lembut.

"Aku sangat merindukan bibi..." Ucap Singto lagi sambil mencium pipi bibinya.

"Bibi juga sangat rindu padamu Sing. Dan juga padamu Krist." Bibi San juga memeluk Krist bersamaan.

"Aku juga sangat merindukan bibi." Ucap Krist.

"Ya Tuhan.. Bagaimana... Bagaimana bisa... Kalian..."

"Ceritanya panjang bibi... Aku minta maaf, karena sudah meninggalkan bibi selama 2 tahun ini. Aku benar-benar menyesal, bi." Singto menggenggam kedua tangan bibi San dan menciumnya beberapa kali. Singto merasa hatinya menghangat ketika dia bertemu dengan bibi San. Selama ini, rasa rindunya pada sosok ibunya yang sudah telah lama tiada, sedikit banyak terobati berkat kehadiran bibi San. Bibi dan Paman Singto itu memang tidak dikaruniai keturunan, sehingga mereka sangat amat menyayangi Singto sebagaimana mereka menyayangi anak kandungnya sendiri.

"Mari nak... Mari masuk dulu. Dan kalian bisa ceritakan semuanya. Bibi akan menelpon pamanmu sekarang juga. Dia pasti sangat bahagia melihatmu kembali Sing."

Singto dan Krist tersenyum lebar.

"Ini, kami bawakan bunga anggrek untuk bibi." Krist kemudian mengulurkan satu pot anggrek tersebut pada bibi San.

ARE YOU BRAVE ENOUGH? (IND/ENG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang