***
Kirina Jasmine.
Perempuan usia 24 tahun itu tengah termenung seorang diri menatap nanar puluhan kendaraan yang tengah berlalu lalang di jalanan ibu kota yang tengah diguyur hujan sore ini dari balik jendela apartemen nya.
Beberapa gambaran yang berkelebat lewat di benaknya membuat dada nya terasa sesak.
"Ayah.. Maaf, aku gagal lagi kali ini" Ucap Kirin dengan raut lelah yang nampak di wajahnya.
"Tak apa.. Ini belum rezekimu nak" Ucap pria paruh baya tersebut tersenyum lembut pada Anak sulungnya.
"Ternyata berpendidikan tinggi tidak menjamin kehidupan seseorang" sindir Arini—adik dari ayah Kirin—
Kirin menunduk dalam mendengar penuturan tante nya tersebut. Perkataan sesederhana itu mampu menohok diri nya.
Tidak ada yang salah dari perkataan tante nya itu, benar. Buktinya saja ia sampai saat ini belum mendapatkan pekerjaan. Padahal ia sudah menuntaskan sekolah magister nya 1 tahun yang lalu.Kirin tak pernah mempermasalahkan hal tersebut sebenarnya, seandainya saja keluarga besar ayah nya tidak menyakiti perasaan orang tua nya dengan tameng telah gagal membesarkan anak yang seharusnya tidak membebani orang tua, seperti dirinya.
"Andai dulu tahu bahwa kau tidak akan mendapatkan pekerjaan dengan mudah, pasti orang tuamu tidak perlu repot-repot menghabiskan uang menyekolahkanmu" Ucap tante yang paling tidak Kirin sukai tersebut.
Tapi apa yang dikatakannya memang benar.
"Sudahlah Arini! Kau jangan membicarakan yang tidak-tidak!" Ucap Ayah nya membela sembari mengelus pundak Kirin penuh kasih sayang.
"Aku bicara kenyataan Mas! Andai saja uang kalian tidak dipakai untuk menyekolahkan kirin tinggi-tinggi, pasti sekarang Mas gak bangkrut dan Kak Lia masih ada di sini bersama kita!!"
Plak
"Cukup!! Kalau kau masih mau melanjutkan omong kososngmu! Lebih baik kau pergi dari sini!"
Tamparan keras mendarat di pipi Arini. Kirin tahu betul Ayah nya sedang marah saat ini. Tapi apa yang telah diucapakn tante nya itu memang benar adanya.
"Kau?! Semua gara-gara kau Kirin!! Kau membuat kakakku sendiri berani menampar adik perempuannya! Aku membencimu!" Ucap Arini kemudian berlalu pergi dari kediaman mereka.
Kirin masih pada posisi awalnya menunduk dalam. Kedua jemari tangannya saling tertaut dan meremas satu sama lain dengan gelisah.
"Ayah.." Ucap Kirin memberanikan dirinya untuk menatap ayahnya yang tengah mengatur nafasnya yang memburu akibat emosinya yang meluap.
"Dengar Kirin.. Apa yang telah terjadi kepada ibumu itu bukan salahmu. Itu sudah takdir nak.. Dan apa yang kami lakukan untukmu adalah sebagai bentuk rasa sayang dan tanggung jawab kami kepadamu.. Jadi, berhentilah menyalahkan dirimu akan keadaan kita saat ini"
Ucap sang Ayah lembut sembari mengusap air mata yang kembali luruh di permukaan pipi kirin.Kirin menghambur ke dalam pelukan sang Ayah, meluapkan rasa sedih dan amarah yang dirasakannya.
Ia marah pada dirinya sendiri.. Kenapa ia tidak mampu membuat kedua orang tua nya bangga kepadanya. Bahkan hingga saat terakhir sebelum kepergian ibunya ia masib belum mampu menunjukkan kesuksesan kepada kedua orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Life Destiny
FanfictionTakdir yang membelenggu Kirina Jasmine dalam ke tidak berdayaannya melawan kejamnya Kehidupan, membuatnya terpaksa mengambil suatu keputusan yang sangat bertolak belakang dengan hati nuraninya. Dan.. Ada apa gerangan dengan seorang Narendra Daniel P...