Prolog

17 2 0
                                    

Setiap cerita pasti butuh sebaris atau bahkan banyak baris kalimat pembuka, aku tidak terlalu mahir dalam hal menulis. Jadi, wajar saja jika agak membosankan. Kali pertama aku menulis setelah kutipan-kutipan yang kadang ingin ku tulis dan kadang juga tidak. Sesuai dengan selera saja.

Cerita ini ku tulis ketika mendapat sebuah inspirasi. Bukan inspirasi, sih. Hanya saja seseorang yang bisa mengubah pandanganku terhadap hidup.

Bukan hanya hidup. Tetapi, juga perjalanan Cinta. Rumit. Ribet dan tidak mau tahu. Awalnya begitu. Tapi lama-kelamaan seru juga mengobrol dengannya. Pandai dan bijaksana. Tidak terlalu terbawa suasana tidak emosi-an. Dan, kadang rasa perhatiannya membuatku agak sedikit merasa jenuh. Tetapi, tidak. Setiap pribadi memiliki sifat nya masing-masing. Dan cara dia memperlakukan seseorang.

Dari sejak kali pertama bertemu, tidak terlalu menyukainya, hanya saja tiba-tiba kebaikan dirinya memancar sebegitunya. Sampai-sampai aku tidak jadi untuk lebih tidak menyukai nya. Kalian tahu? Dia sungguh pandai dan kritis. Huh, aku mengulang kalimat itu lagi.

Sungguh, ia jiwa kritis nya yang membuatku tidak menyukainya. Sampai suatu ketika aku disadarkan bila dia baik. Ya baik. Aneh kan? Tidak usah bingung akan ku bahas nanti.

Dan juga dia tidak terlalu buruk. Bakatnya agak sama sepertiku. Ia menyukai seni. Bukan hanya seni. Dalam bidang olahraga ia juga menyukainya. Entahlah, dia bilang dirinya multitalenta. Aku tertawa mendengarnya.

Bagaimana jika kita berpisah? Ketika, masa kita sudah habis? Ia hanya berkata. Akan selalu disini. Tidak pernah berpisah. Menjauh. Apalagi pergi. Untukku.

Kadang lelah hanya berbincang lewat handphone. Hanya berbincang lewat itu. Aku hanya mengerti jarak. Iya, jarak kami cukup jauh. Tidak terlalu jauh hanya saja, jarak yang membuat kami jarang bertemu, setidaknya bertegur-sapa. Selain, di pertemuan ya, pertemuan pengajaran tentang bagaimana menjadi seorang pemimpin. Kami diajar dalam pertemuan itu sampai lulus SMA/SMK.

Rindu. Rinduku sudah beku mungkin. Iya rindu sekali, hanya 3 bulan sekali pertemuan kita. Coba bayangkan, bagaimana rasanya. Tetapi, dia lah yang mengubah pola pikir ku terhadap dunia, yang akan lebih baik jika diikuti dengan pikiran dan kemauan yang positif.

Aku, Audie Aria, yang selalu mengganggap dirinya kuat dalam menghadapi persoalan hidup. Dan, aku menyukai musik. Duh, gatau lagi bagaimana musik dihidupku. Aku sangat menyukainya. Dalam setiap hidup pasti ada seseorang penting sangat penting nomor 2 setelah keluarga.

Iya, dia yang baru saja bertemu dan berkenalan, tanpa terkecuali rasa kikuk pasti ada diantara kita saling diam. Tetapi, lama-kelamaan semuanya mencair bagaikan butiran es yang terkena sinar matahari.

Aldred Alison, seorang laki-laki yang biasa saja. Ku rasa dirinya penasihat yang baik. Dan namanya, iya, arti nama terakhir adalah cahaya matahari. Entah, apa yang menguatkan ku untuk mencari arti namanya. Yang penting aku tahu.

Kata orang arti nama itu menunjukkan sifat dari seseorang itu. Dan akan akui ketika aku tuliskan di bab-bab berikutnya. Ini hanya prolog saja. Pengenalan cerita.

Aldred. Ia bilang panggil saja Al. Kadang aku masih bingung untuk memanggil nya. Kadang, aku cuma berkata weh atau eh. Sungguh melucukan sekali, untung dia menerima saja.

Entah bagaimana akhir ceritanya. Yang penting aku menuliskan nya. Sebab, sudah janji dengannya untuk menuliskan sesuatu yang berkaitan dengan aku dan dia.

Entahlah, aku tidak mengerti akan ini. Aku hanya berandai ceritaku bersama nya akan baik -baik saja. Dan berakhir dengan hal yang baik pula.

"PA!! AKU TELAT!" ucap Audie, kaget ketika melihat jam menunjukkan pukul setengah tujuh pagi.

DecemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang