3

11 1 0
                                    

"Kantin yuk!" ajak Nia.
"Yuk, males juga dikelas terus. Yuk Di." ajak Cella.
"Oke." aku menyetujuinya.

Sesampainya dikantin, aku melihat sosoknya. Andra. Aku sempat menyukainya. Tapi, aku rasa aku tidak bisa mendapatkan-nya, disisi lain aku sudah menemukan Aldred. Laki-laki yang berbeda. Ah, sungguh rumit masalah hati ini.

"Di, di!! Andra tuh. Biasanya excited banget kalo ada dia." ujar Cella, sambil menepuk pundak-ku.

"Biasa ajalah Cel." jawabku, aku malas saja berteman dengan harapan. Hanya saja, harapan yang terus menumbuhkan lembaran-lembaran baru yang membuat harapan itu terus tumbuh.

"Ndra! Temen gue ada yang suka tau sama lu." ucap Cella tiba-tiba.

Aku terkejut. Sebab, disini aku sedang diam dan memegang sumpit, karena mie ayam pesanan-ku belum selesai dibuat.

Hanya mengeluh dalam hati, malu, tentu saja. Berbulan-bulan menyukai sosok Andra, membuatku agak  malas melihat sosoknya, sebab ia sudah ingin lulus, ia adik kelasku. Entah, dia ingin bersekolah dimana nantinya.

Cella melirik-ku, aku tetap diam. Andra sudah menjawab, jawabannya ia tidak peduli atas pernyataan Cella. Karena, ia memang sudah lama dikirimkan pesan oleh Cella, bahwa ada temannya yang menyukai-nya. Jadi, tidak heran untuk dia.

"Makasih tante." ucapku. Aku memasukan sambal kedalam mie ayam ku, yang sudah tersedia di mangkuk. Aku duduk dibangku kantin. Terserah mereka ingin duduk makan bersamaku atau tidak. Yang kubutuhkan ialah kesendirian.

Bel sekolah sudah berbunyi, seluruh siswa dipersilahkan untuk pulang. Aku berjalan ke parkiran menunggu Papa menjemput-ku. Sepuluh menit usai. Aku menunggu Papa tak kunjung datang. Ku putuskan keluar gerbang sekolah, yang awalnya tadi ku terdiam di pos satpam.

"Di. Mau bareng gak?" ucap Nuel.
"Lo mau balik?" tanyaku kembali.
"Iya tapi kalo lo mau bareng gapapa kok gua anter sampe depan rumah." tawarnya.

Nuel, ia adalah teman satu kelas Andra. Mereka hanya dekat biasa saja. Tapi kadang suka belajar bareng.

"Oh oke. Boleh-boleh kebetulan Papa gue ga jemput. Thanks ya." ucapku.
"Udah santai aja, buruan naik."

Aku sampai didepan rumah. Membuka gerbang lalu masuk.
"Kok udah pulang?" tanya Mama.
"Ya udahlah Ma." jawabku.
"Kamu gak di jemput Papa?" tanya Mama lagi.
"Tidak. Aku gatau abisnya Papa kemana, baterai handphone-ku habis." jelasku.

Aldred, ia menghubungiku lagi, kini nada chattingnya berbeda dari sebelumnya, aku merasa aneh dengan sikapnya.

"Halo, Di. Udah makan belom?"
[7 Sticker]. Banyak sekali, awalnya ku kira penting, mengenai tugas atau entahlah apa. Saat ku buka isinya hanya itu.

Aku hanya menjawab, "Udah. Lu udah makan belom?" lalu setelah beberapa menit setelah itu handphone ku berbunyi lagi.

"Bagus deh, lagi apa Di?" tanyanya lagi.
"Lagi baca wattpad." jawabku.
"Aih, oke deh, gue juga mau main game." jawabnya.
"Oke. Bye." lagi-lagi aku memutuskan obrolan bersamanya.
"Bye." jawabnya.

Aku hanya membacanya saja, sebab apa yang harus ku balas lagi. Aku mulai membaca kembali. Tiba-tiba, handphone ku berbunyi. Kini pesan dari Rena, ia anak sekolah lain, tapi ia satu lingkungan rumah denganku, hanya saja kami berbeda komplek.  Dan, Rena diikut sertakan dalam acara antar sekolah tersebut.

Rena : "Audie.."
Audie : "apa?"
Rena : "Astaga, Di. Menurut lu yang paling ganteng di kegiatan kemarin itu siapa?"
Audie : "gatau. Gue belum bisa nyari." sebenarnya, jawabanku ialah, Aldred. Tapi ku urungkan niatku, bagiku, Aldred pun biasa saja terhadapku.
Rena : "Menurut gue sih, yang pertama itu  Alfi, terus kedua, Aldred, yang ketiga Aldo. Ya Tuhan, 3A yang ganteng-ganteng."
Audie : "Terus lu pilih yang mana dari tiga itu Ren?"
Rena : "Hm, yang mending aja deh, Aldred."

DecemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang