My Birthday Surprise : @Heavenhyun11

805 81 9
                                    

Facebook: Heaven Uyun
Watppad: heavenhyun11
Instagram : heavenuyun44

My Birthday Surprise

Cast:
Seohyun Girls’ Generation as Seo Joo Hyun
Kyuhyun Super Junior as Cho Kyuhyun
And others
Genre: AU, Romance, Marriage Life
Disclaimer: Ide cerita murni dari pemikiran author. Kalau plagiat dosa lho ya hehe

Happy Reading!!

Morning, June 27th, 2018
Hai. Aku Seo (Cho) Joohyun. Panggil saja Seohyun atau Joohyun. Tapi panggilan Joohyun sudah dipakai oleh seseorang yang berarti dalam hidupku hehe.
Pagi ini seperti biasa, aku membuat sarapan sehat untuk diriku dan bayi yang saat ini berusia sekitar 5 bulan dalam kandunganku. Hanya seporsi, tidak dua porsi seperti hari-hari sebelumnya karena sudah lima hari ini, seseorang yang tinggal serumah denganku sedang pergi menemani para mahasiswanya ke Jepang untuk melakukan penelitian. Sebenarnya dia tidak tega meninggalkanku dengan keadaan diriku tengah berbadan dua. Namun harus bagaimana lagi, tugasnya sebagai dosen tidak bisa diabaikan begitu saja walau ayahnya –ayah mertuaku juga- adalah pemilik institut negeri itu.
Aku jadi teringat saat awal keberangkatannya. Dia merajuk ingin tinggal di rumah menemaniku dan calon anak kami, tidak mau pergi. Ada-ada saja.

Flashback
Aku kembali menggelengkan kepala melihat tingkahnya yang duduk diam di pinggir ranjang dengan raut cemberut –namun menggemaskan- miliknya. Aku turut duduk di sampingnya, memeluk lengan kanannya lalu merebahkan kepalaku di pundak tegapnya.
“Hyun-ie, jika kau seperti ini aku semakin tidak mau pergi,” ujarnya dengan nada manja yang membuatku terkikik geli. Kuangkat kepalaku dari pundaknya, tanganku bergerak menyentuh rahangnya agar fokusnya beralih kepadaku.
“Oppa hanya lima hari di sana, iya ‘kan?” dia mengangguk, masih mempertahankan ekspresi cemberutnya, membuatku berusaha menahan tawa dengan sekuat tenaga.
“Bukankah dulu aku juga sering kau tinggal, Oppa?”
“Tapi dulu kau belum hamil, sayang!”
“Eiy, kami akan baik-baik saja. Bukankah dokter mengatakan aku dan anak kita sehat, hm?”
“Tapi–“
“Kami baik-baik saja, Oppa! Oppa bisa meminta tolong eomma atau eommanim untuk menemaniku kalau masih khawatir. Eottokhae?” dia terlihat menghela nafas berat. Pria itu menatapku yang tengah mengeluarkan jurus puppy eyes yang selalu berhasil membuatnya luluh. Dan, gotcha! Dia mengagguk –walau sedikit enggan- karena tidak tahan dengan puppy eyes-ku kekeke.
“Ingat ya! Jangan bekerja terlalu berat, jangan berlarian, tidak boleh begadang, istira–”
“Ara, arasseo, Oppa! Lebih baik Oppa bersiap-siap, satu jam lagi Oppa harus ke bandara ‘kan?” dia menghela nafasnya lagi.
“Aku pasti merindukanmu nanti, yeobo,”
“Aku juga, Oppa! Nah, apa ada barang yang belum masuk dalam tas?”
Flashback End

Hah, sekarang saja aku jadi merindukannya lagi. Nafsu makanku jadi sedikit hilang, padahal sarapanku tinggal setengah piring saja. Aku mengusap perutku yang sudah membuncit. Mencoba berinteraksi dengan bayiku.
“Halo sayang~ apakah kau merindukan Appa? Eomma ddo,”
Aku tersenyum membayangkan saat usia kehamilanku memasuki tujuh bulan, buah hatiku ini akan menendang untuk merespon keadaan di sekitarnya. Saat pemeriksaan kehamilanku satu bulan yang lalu, aku meneteskan mata haru saat mendengar detak jantungnya yang begitu halus. Pun, dengan suamiku yang juga nampak berkaca-kaca saat mendengar detak jantung buah hati kami.
Aku tidak menghabiskan sarapan, memilih meminum susu kehamilan untuk tambahan nutrisi. Tungkai bawahku bergerak menuju ruang tengah, meninggalkan bekas sarapan yang masih tersisa. Biarlah, karena mungkin sebentar lagi Bibi Han –pembantu yang dipekerjakan Kyuhyun setelah diriku dinyatakan hamil- akan membereskannya. Di ruang tengah, aku duduk sambil membaca majalah wanita sembari menyetel musik klasik untuk stimulus indra pendengar bayi dalam kandunganku. Ponsel dalam saku dress hamilku bergetar. Segera saja aku mengambilnya dan melihat id name yang meneleponku pagi ini.
My Lovely Husband is calling...
Sebenarnya, aku sedikit geli dengan nama kontaknya, tapi pria itu dulu bersikukuh menuliskan nama itu untuk menandai nomornya di ponselku. Kugeser tanda telepon berwarna hijau untuk mengangkat panggilannya.
“Yeoboseyo?”
“Pagi, sayang. Kau sudah sarapan?”
“Sudah, Oppa. Aku juga sudah meminum susu,”
“Bagus. Bibi Han sudah datang?”
“Mungkin sebentar lagi, ini masih jam tujuh lewat lima belas menit, Oppa,”
“Eomma?”
“Eommanim? Beliau kemarin sudah menghubungiku tidak bisa menemaniku hari ini karena ikut Appanim menghadiri acara di Gwangju,”
“Eomma-mu?”
“Eomma sedang berada di Busan, halmeoni-ku sakit, Oppa,”
“Kalau begitu, setelah Bibi Han datang, suruh dia menemanimu hingga kau tidur nanti malam, hm? Aku tidak mau kau sendirian di rumah,”
“Iya, Oppa! Oppa sendiri sudah sarapan?”
“Sudah. Tapi aku rindu masakanmu, yeobo~”
“Aih, Oppa besok sudah pulang ‘kan? Bersabarlah, kekeke~”
“Aku sudah begitu merindukanmu dan baby Cho, sayang,”
“Na ddo, Oppa! Baby Cho juga rindu Appa-nya,”
“Sayang, walau Oppa tidak mau mengakhiri panggilan ini, tapi Oppa harus segera pergi ke tempat penelitian hari ini,”
“Kalau begitu, semangat, Appa! Eomma dan Baby Cho menunggumu di rumah!”
“Eo, Oppa tutup ne? Saranghae, Seomma~”
“Na ddo saranghae, Cho Appa!”
KLIK!
Aku tersenyum sambil mengusap wajah pria itu yang tengah tersenyum lebar di sebelahku dalam foto yang kujadikan wallpaper ponsel. Setidaknya rinduku sedikit terobati. Aku mematikan music player di dekatku dan mulai berdiri dari sofa. Sepertinya jalan-jalan di halaman belakang tidak buruk juga.
***
“Oppa, kau ingin punya anak berapa?”
“Hm, pastinya harus lebih dari satu,”
“Eiy, tapi aku tidak mau banyak-banyak, melahirkan itu sulit tahu!”
“Hahaha, iya iya! Aku tidak sejahat itu, sayang. Mungkin dua atau tiga sudah cukup,”
“Lalu, Oppa ingin anak pertama laki-laki atau perempuan?”
“Sebenarnya laki-laki atau perempuan, Oppa tidak masalah. Yang terpenting kau dan bayi kita sehat nantinya,”
“Kenapa aku ingin menangis setelah mendengar ucapanmu itu, Oppa?”
“Kau terharu? Wah, aku semakin pandai membuatmu terharu dengan kata-kataku, ya?”
“Huh, menyebalkan!”
“Hahaha!”
Aku terkekeh ketika mengingat percakapanku dengan pria bermarga Cho itu saat usia kehamilanku menginjak dua bulan. Aku kembali mengusap perutku pelan.
“Tumbuh dengan sehat ya, sayang! Appa dan Eomma menantimu,”
Ketukan di pintu kamar sedikit menginterupsi kegiatanku. Aku berseru menyuruh si pengetuk untuk masuk. Pintu terbuka dan disusul sosok Bibi Han yang membungkuk padaku sebelum berujar makan siang telah siap. Aku mengangguk dan menyuruhnya untuk turun terlebih dahulu dan nanti akan menyusulnya. Bibi Han pamit undur diri. Aku mengusap perutku sebentar sebelum beranjak dari ranjang. Tanpa sengaja, netraku menatap kalender duduk yang terletak di atas nakas. Terdapat tanda berbentuk ‘love’ berwarna biru pada tanggal 28. Astaga! Aku baru ingat besok adalah hari ulang tahunku. Apa pria itu ingat, ya?
***
Di negara sakura, terlihat seorang pria baru saja keluar dari sebuah toko dengan raut wajah sumringahnya. Dia mengangkat paper bag yang ia bawa, senyumnya tak bisa dia tahan saat mengetahui isi tas tersebut. Sesuatu yang pasti disukai seseorang di negara asalnya. Dia ambil ponsel canggih miliknya dari saku celana kain yang dia pakai. Senyumnya bertambah lebar ketika melihat wallpaper ponselnya. Seorang perempuan cantik dengan potongan rambut sebahunya. Dia dekatkan layar ponsel pada bibir tebalnya, mencium perempuan dalam foto tersebut dengan sayang seolah tengah mencium perempuan itu dalam bentuk nyata.
“Tunggu kejutan dariku, sayang! Saranghae~”
***
Aku menghela nafas bosan. Tombol remote televisi kutekan acak untuk mencari channel menarik, namun tidak kutemukan. Dengan perasaan sedikit jengkel, kutekan tombol off dan televisi ukuran 24 inch dihadapanku hanya menampilkan layar gelap. Sejak aku mengingat besok hari ulang tahunku, mood-ku menjadi turun. Pikiranku terus menerka-nerka, apa pria itu ingat? Apa nantinya dia memberiku hadiah? Tapi, kalau dia lupa bagaimana?
Lagi-lagi aku menghela nafas. Kulihat jam yang terpasang di dinding. Masih pukul lima sore. Aku berdiri dari sofa lalu melangkahkan kaki menuju tangga yang akan membawaku menuju kamar. Setelah sampai, kududukkan pantatku pada bench yang terletak di dekat jendela. Aku mengerucutkan bibir. Bingung harus berbuat apa. Tanpa sengaja, aku melihat kotak berisi alat rajut di atas meja riasku. Perlahan senyumku terkembang. Hm, merajut kaos kaki kecil untuk bayi dalam kandunganku sepertinya menyenangkan.
Baru saja aku ingin memintal benang rajut, ponsel di atas ranjangku bergetar. Tapi aku membiarkannya begitu saja. Entahlah, aku sedang malas mengangkat telepon darinya. Pria itu akan menghubungiku saat pagi hari dan sore hari seperti ini. Aku memilih fokus merajut, tidak mempedulikan ponselku yang terus bergetar.
Ting!
Nada pemberitahuan ada pesan masuk membuatku penasaran. Aku ambil ponselku dan membaca pesan yang dikirimkan olehnya.

Seohyun BirthdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang