Chapter 02

2.4K 430 27
                                    

Mengidap penyakit langka memang sedikit banyak menyedihkan. Oh, tidak, memang menyedihkan, sesungguhnya. Itu karena jika orang lain mengetahui, pasti mereka akan mengiba. Berpura-pura mengerutkan dahi sembari menyentuh atau mengusap lengan dengan lembut, mengingatkan untuk selalu tabah dan sabar, serta mengucapkan petuah-petuah panjang yang membosankan. Setelah itu mereka akan banyak bertanya tentang penyakit tersebut yang tentunya bisa membuat kesal, dan Jihan tidak suka itu. Ia tidak ingin dikasihani karena penyakitnya. Ia ingin orang memandangnya dengan normal, sama seperti gadis-gadis lain. Maka dari itu tidak satu pun dunia luar tahu tentang symptoms yang dideritanya.

Tapi kedua pria kesayangan JihanㅡAyah dan Hoseokㅡterlalu menyayanginya. Bahkan untuk keluar rumah saja jika tidak bersama dengan Jiho dan Jaehyun, gadis itu tidak akan diperbolehkan. Benar-benar over protektif tingkat akut.

Jihan sudah lelah dikurung sejak balita di dalam rumah. Untuk pendidikan pun, ia harus menjalani program home schooling yang tentunya merogoh kantung cukup dalam. Itulah mengapa teman yang ia miliki hanya Jiho dan Jaehyun, itu pun karena mereka bertetangga. Kalau tidak, mungkin manusia lain yang bisa diajak bicara hanya Ayah, Hoseok, dan ketiga gurunyaㅡMr. Lee, Mrs. Kang dan Mrs. Hanaㅡselebihnya tidak ada. Kesimpulannya, Jihan kesepian.

Bisa dibilang gadis itu nekat, tapi kali ini Jihan ingin membuat sebuah keputusan besar untuk merubah semua hal itu. Ia tidak mau lagi kesepian. Jadi, dengan bermodalkan keberanian yang tak cukup banyak, suasana makan malam yang sebelumnya tenang berubah menegang.

"Ayah, Kak Hoseok. Boleh Jihan minta sesuatu?" tanyanya lirih.

Keduanya mengangguk bersama.

"Katakan, Nak." Ayah masih memberikan respon yang baik diawal. Tapi tidak sejak mendengar putrinya berkataㅡ

"Jihan ingin kuliah, seperti Jiho dan Jaehyun."

ㅡbahkan sampai berhenti mengunyah dan meletakan sendok begitu saja kemudian memandang Jihan penuh kekhawatiran, begitu pula Hoseok. Mereka jelas menolak ide konyol tersebut.

"Nak, kau tahu Ayah tidak akan menyetujui hal ini." tolak sang Ayah dengan halus. Ia tidak mau terjadi sesuatu dengan putri tunggalnya.

"Ayah..." rengek Jihan, ia tidak boleh gagal.

"Ji, kau tahu aku juga tidak akan mengizinkan." timpah Hoseok, ia juga tidak mau dunia luar sana membuat hancur segalanya.

"Kak..." Jihan kembali merengek pada Kakaknya.

"Ayah, Kak Hoseok... Aku ingin punya banyak teman. Aku lelah selalu terkurung seperti ini. Rasanya pengap, akuㅡkesepian. Aku ingin seperti Kak Hoseok yang memiliki begitu banyak teman, pasti menyenangkan." Jihan tertunduk dalam. Jemarinya saling bertaut dan bergerak acak dipangkuan. Ia tidak membual soal ini. Ia hanya ingin menikmati hidup yang sebenarnya.

Mendengar itu, sebuah sayatan tergores begitu saja di hati Hoseok. Ia tidak tahu kalau selama ini ternyata adiknya memendam begitu banyak hal. Setelah melakukan kilas balik singkat, memang benar, Jihan tidak mengenal siapa pun diluar sana.

Sedang sang Ayah masih saja tidak menyetujui. Karakternya benar-benar keras. Ia sungguh tak ingin putrinya terluka, terlebih mengingat symptoms yang dimiliki. Tidak, ia tidak akan mengizinkan. Pergi keluar rumah artinya akan terkena paparan cahaya matahari sehingga menimbulkan keringat, dan keringat merupakan salah satu sumber alergen. Itu tidak akan mudah.

Lantas Ayah Min tertunduk, menghela nafas dalam sebelum berlalu tanpa berniat untuk melanjutkan makan malam. Ia tahu putrinya kecewa. Terlihat jelas sekali saat menatap pasrah dirinya yang melangkah pergi. Tapi apa boleh buat? Kalau tidak begini, putrinya bisa berada dalam lingkaran yang membahayakan.

You, Water, & ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang