Buku 1: Chaotic Sword God (Qi Kekacauan Dewa Pedang)

Bab 10: Salam Hormat

Kedua tangan Changyang Ke mengepalkan kapaknya erat-erat, saat dia dengan penuh perhatian menatap Jian Chen. Berkat pelajaran yang baru saja dia pelajari, dia tidak akan berani meremehkan Jian Chen untuk kedua kalinya, jadi di ronde ini, Changyang Ke bergerak dengan hati-hati.

Jian Chen mulai tertawa di Changyang Ke, menyebabkan dia cemberut dalam kebingungan, "saudara Ketiga, bisakah kita mulai bertarung sekarang?"

Changyang Ke mencengkeram kapaknya dengan kuat; kali ini, dia menggunakan Saint Force-nya untuk membantunya. Sekali lagi dia menyerang Jian Chen, tapi kali ini dia jauh lebih cepat.

Jian Chen dengan santai melambai di sekitar cabang pohon yang panjangnya kurang dari setengah meter di tangannya. Dia merasa luar biasa untuk beberapa alasan aneh; itu hampir seolah-olah cabang memiliki semacam koneksi rahasia dengan dirinya sendiri. Pada saat yang sama, di dalam hati Jian Chen, dia tidak bisa tidak merasakan sensasi yang sama yang dia miliki di dunia sebelumnya ketika dia berada di ambang kematian, di mana dia bisa memahami kekuatan luar biasa dari Realm of the Sword God . Pada saat itu, dia akhirnya bisa mengendalikan pedangnya dengan “Roh” nya, dan telah mengirimnya terbang 100 meter langsung melalui tenggorokan Dugu Qiubai.

Memikirkan saat itu, Jian Chen beraksi, sebagai cabang pohon di tangannya dikirim terbang menuju Changyang Ke.

"Suara mendesing!"

Membungkuk ke kehendak Jian Chen, cabang pohon tampak seolah-olah itu hidup, dan terbang dari tangannya. Terbang dengan kecepatan luar biasa menuju Changyang Ke, cabang pohon diselimuti oleh cahaya putih samar cahaya. Sejumlah Pedang Qi yang kuat namun akut dipancarkan dari cabang pohon, membuatnya terlihat seperti sambaran petir. Dengan kilatan cahaya yang cemerlang, cabang itu telah mencapai perut Changyang Ke.

Segera menyadari lintasan lintasan, serta jumlah Pedang Qi di cabang pohon, Jian Chen menjadi pucat karena ketakutan. Dia dengan panik mencoba menghentikan cabang dari mencapai tujuannya. Jika ranting pohon tidak berhenti, maka tidak diragukan lagi, menembus Changyang Ke dan membunuhnya. Bahkan jika dia tidak segera dibunuh, Changyang Ke masih akan menderita luka fatal, yang akan menyebabkan bencana bagi Jian Chen.

Tepat ketika cabang mencapai perut Changyang Ke, itu mulai melambat, tetapi tidak sebelum menusuk ke perutnya hanya dengan jumlah yang sedikit. Melihat lebih dekat, cabang pohon hanya menembus kulit, tetapi jika Jian Chen sedikit lebih lambat dengan perintahnya untuk berhenti, maka Changyang Ke akan dibiarkan dengan cabang langsung melalui tubuhnya. Pikiran seperti itu terlalu mengerikan untuk Jian Chen bayangkan.

Menyeka keringat di dahinya, Jian Chen memperhatikan bahwa masih ada garis tipis jiwanya terhubung ke cabang pohon. Mengkonfirmasi sekali lagi dengan jiwanya bahwa cabang hanya menembus kulit Changyang Ke, Jian Chen menghela nafas lega.

Merasa sedikit sakit dari perutnya, Changyang Ke yang agak gemuk tidak bisa membantu tetapi mulai pucat. Ketika dia melihat ke bawah dan melihat noda darah di perutnya, wajahnya berubah drastis. Suara meraung terdengar ketika dia mulai menangis, dengan air mata jatuh ke dalam aliran yang tidak pernah berakhir di pipinya seakan matanya berkaca-kaca.

"Bl..blood ... aku berdarah! Waaah, saudara keempat, kamu ... kamu memukulku! Waaaah, Mo ... Ibu, aku akan memberitahu ibuku tentang ini. Ibu ... saudara keempat memukul saya ...! "Changyang Ke segera berubah menjadi seorang anak yang hanya tahu bagaimana menangis. Melemparkan kapak kayu, dia melarikan diri dari kebun, sambil menangis tanpa henti. Changyang Ke baru berusia 10 tahun, dia belum cukup dewasa untuk menghadapi cobaan seperti ini.

Melihat perlahan-lahan memudar Changyang Ke, Jian Chen tidak bisa membantu tetapi menggelengkan kepalanya. Ketika dia berjalan keluar dari kebun sendirian, dia merasakan sedikit ketakutan di dalam hatinya. Jenis hukuman apa yang akan dia terima untuk ini? 
…….