"Ini gaji kamu bulan ini. Ini sudah saya potong dengan kecerobohan kamu yang kemarin" suara seorang bapak pemilik kedai. Dia menyerahkan amplop kepadaku.
"Iya pak, terimakasih." jawabku membungkukkan badan 90°.
Yah... Seperti itulah aku menghabiskan malamku. Menjadi pelayan di salah satu kedai galbi (daging panggang) di Seoul.
Kulihat ponselku menunjukkan pukul 23:36 yang artinya bus terakhir sudah lewat 6 menit yang lalu. Aku berjalan pulang dengan malas. Kuharap tiada siapapun di rumah agar aku bisa langsung menidurkan otakku yang penat ini.
Dalam perjalananku ini, aku melewati sebuah taman tk, kulihat acuh tak acuh ada dua anak yang bermain ayunan dengan wajah pucat.
Salah satu dari mereka hanya memiliki satu tangan dan satunya bercucuran darah. Kulanjutkan perjalanku mengabaikan mereka.
Hari ini aku butuh istirahat. Ah iya, memang aku terkadang bisa melihat sesuatu. Sesuatu yang sangat tak ku inginkan untuk kulihat.
Mengganggu
Sesampai di rumah, kubuka pintu berharap semua sudah tidur, namun saat kuputar knop pintu dan bisa kudengar suara eomma dan appa sedang ribut.
"Lagi?" Gumamku
Aku melangkahkan kakiku mundur dan menjauh. Ahh... Ini sudah biasa namun aku tetap tak bisa terbiasa.
Terkadang aku berharap aku seperti kebanyakan orang sebayaku yang masih bisa melanjutkan pendidikan dan memiliki keluarga yang harmonis. Hanya ingin seperti mereka.
Namun,
Apakah aku terlalu serakah menginginkan hal itu?
Apakah aku sangat tidak bersyukur dengan hidupku?
Ah aku nggak peduli lagi. Aku harus mencari tempat untuk malam ini. Aku hanya berjalan lagi.
Dan, aku kembali kesini. Ke rumah keduaku. Sauna 24 jam. Disini lumayan ramai tapi ini lebih baik daripada harus berada di rumah. Setidaknya aku bisa memejamkan mataku.
Aku menata alas tidurku di sisi dimana tidak banyak orang. Damai dan nyaman.
Tetapi itu hanya sementara. Aku bisa mendengar dengan jelas suara suara berisik ini yang mungkin hanya aku yang bisa mendengarnya.
"Hei, apa kau bisa mendengarku?" suara sosok itu yang kudengar sangat dekat dan berulang kali. Aku tak meresponnya. Tapi ia terus saja menggangguku.
Dengan kesal kuabaikan dia dan berinisiatif untuk pindah ke tempat lain.
Dengan cepat, kubuka mataku berharap dia sudah pergi. Namun,
"AAAAAAAA... AAAAA... YA TUHAN TOLONG AKU!" teriakku dan reflek berbalik badan menghindari sosok mengerikan itu. Kukira aku bisa terbiasa namun ternyata aku salah. Itu tampak sangat menyeramkan.
Semua orang disini menatapku aneh. Iya lah aneh, secara seorang gadis sendirian dengan muka kusut, culun, berkacamata, kucel sedang berteriak hanya karena melihat udara kosong.
Aku masih menutup mataku menangis dalam diam. Aku takut, sangat takut. Apalagi sosok itu tau aku bisa melihatnya dan mengikuti arahku menghadap.
Beberapa menit masih seperti itu. Dia menggangguku. Masih berusaha kuabaikan.
Mataku tertutup dan tubuhku bergetar. Sampai tiba2 ia berhenti menggangguku. KURASA.
Kubuka mataku perlahan dan Astaga...
Aku salah, dia semakin mengerikan.
Mata, hidung, mulut, telinganya berdarah dan perlahan bentuknya pun makin besar. Mungkin karena aku tidak menggubrisnya dan tentu karena rasa takutku yang makin besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay || Lucas ||
Random'mereka' selalu menggangguku... "Aku tidak takut!" tapi itu bohong. Sampai sekarang pun rasa takut itu masih ada dan aku tidak terbiasa. Aku tak mengerti, 'kenapa harus aku?' Seseorang mengatakan, 'karena kamu istimewa' Apakah benar seperti itu?