Sekarang apa yang harus kulakukan?
Aku duduk sambil berdebar di sisi kanan tempat tidur, membelakangi Fathan yang baru saja kembali dari kamar mandi. Baju tidur sutera yang kukenakan kali ini lumayan provokatif untuk membantu mendapatkan perhatiannya. Semoga malam ini hal yang membuatku penasaran sejak selesai resepsi minggu lalu bisa terjawab.
Punggungku merinding ketika sisi lain kasur sedikit tertekan oleh bobot tubuh Fathan. Suamiku itu kini sudah naik ke tempat tidur. Tanganku yang sejak tadi sibuk mengoles lotion ke tubuh tiba-tiba gemetar.
Aku tidak boleh mundur!
Aku kembali menyemangati diri. Perlahan, aku pun menunduk untuk mengoles lotion ke kaki. Sebenarnya bukan itu saja alasannya. Aku sengaja melakukan itu agar rambut panjangku semakin jatuh dan Fathan bisa melihat tengkukku yang terbuka di balik potongan baju yang cukup rendah ini.
Namun sayangnya, beberapa detik telah berlalu tapi Fathan tidak melakukan apa pun. Jangankan melakukan sesuatu, berkomentar saja tidak.
Jangan menyerah, Silvi!
Aku kembali menyemangati diri, dan masuk ke rencana berikutnya.
"Mmm... Mas, bisa tolong olesin lotionnya ke punggung aku nggak?" tanyaku sambil menoleh ke Fathan yang rupanya sudah mengambil posisi berbaring dan kini tengah menatap ponsel dengan serius.
Astaga... Ternyata ponsel lebih menarik daripada punggung terbuka gue. Baiklaaahhh... Mati-matian aku berusaha menekan rasa kesal.
Fathan menatapku dengan ekspresi terganggu, tapi akhirnya tetap bangkit juga. "Sini," pria itu mendekat seraya mengulurkan tangan.
Kuserahkan botol lotion ke Fathan, lalu menaikkan kaki ke tempat tidur.
"Hadap sana." Fathan menunjuk arah sebaliknya, membuatku kembali memutar tubuh ke arah semula.
Sengatan kecil terasa di kulitku ketika tangan Fathan mulai mengoles lotion. Meski baru selesai mandi, jari-jari itu terasa hangat. Kontras sekali dengan suhu kamar kami saat ini.
"Sudah." Fathan menyerahkan botol lotion padaku sebelum aku menoleh padanya. Ia kemudian kembali beranjak menuju posisi tidurnya semula.
"Makasih," bisikku lalu meletakkan botol lotion ke nakas. "Mmm... Mas," panggilku lagi.
Fathan yang semula telah memejamkan mata, kembali membuka matanya dan menatapku dengan jengkel.
Aku menelan ludah.
Duh, marah nih. Marah karena belum dapat jatah malam pertama jangan-jangan? Ya, pasti itu...
"Anu... Mas... Aku mau ngasih tahu sesuatu."
"Apa?" tanya Fathan tidak sabar.
Aku mencoba menampilkan senyum menggoda yang sudah kulatih sejak kemarin, kemudian menjelaskan,
"Hari ini aku... Eh, maksudnya hari ini... Haidku sudah selesai."
Ya Tuhan... Ya Tuhan... Akhirnya kukatakan juga.
Tidak berani menatap Fathan, aku hanya bisa menunduk sambil menunggu respons pria itu.
"Oh ya? Syukurlah. Kalau begitu kamu bisa tidur dengan tenang malam ini dan bebas dari gangguan kram perut seperti yang sudah-sudah."
Ha?! Ini Mas Fathan bercanda? Apa kode yang kulayangkan kurang bisa dimengerti? Iya sih kemarin dia sudah kubikin repot karena disminore. Tapi masa fokusnya malah ke hal itu sih? Dia ingat nggak kalau belum nyentuh istrinya ini? Masa lupa sama hal begituan? Bukannya cowok rata-rata isi kepalanya cuma hal-hal gitu doang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Pass Me By
RomanceApa sebutan yang tepat untuk suami yang sama sekali tidak menyentuhmu di awal pernikahan kalian? Meski sedang hangat-hangatnya, dia malah sama sekali tidak tertarik padamu. Masih malu-malu? Bullshit. Jika bukan impoten, dia pasti gay! Sekarang masa...