Part 1 - In Silence

69 4 3
                                    

Part 1 - In Silence

Disclaimer: Seluruh tokoh milik Tencent/Garena, seluruh cerita FF ini terinspirasi dari cerita hero pada Tencent dan Garena. Seluruh cerita FF ini milik author.

Warn: sedikit OOT dan OOC.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Haus akan darah.

"Desa mana yang saat ini akan kita datangi, Tuan?"

Pria yang dipanggil tuan itu mengambil mantel dengan bulu harimau putih yang dia buru satu tahun yang lalu di daerah Afata. Dia mengelus lembuat mantel kesayangannya itu yang langsung mengingatkannya kepada seorang wanita sedang tertidur di dalam sebuah bangunan tua yang indah. Pepohonan, bunga, bahkan hiruk pikuk para hewan berada terus di sekitar wanita cantik itu. Bak seorang dewi, surai berwarna perak itu tampak berkilau, mahkota biru yang tersemat di antara surai perak itu seakan menambah rasa penasaran sang kesatria bermata biru itu.

"Afata," jawabnya dengan tegas dan sedikit menajamkan matanya, melihat ke arah bukit tempat mereka akan mencari sebuah desa dengan penduduk petani bunga. "Siapkan apa yang perlu dipersiapkan olehmu, firasatku mengatakan bahwa akan ada hal besar terjadi," sambungnya kepada ajudannya itu.

"Baik tuan," Ajudan dengan baju perang berwarna keemasan dengan pedang berukiran naga itu pun membungkuk dan kemudian meninggakan pria itu sendirian.

Dua ekor burung pipit bertengger di jendela milik Arthur dan saling bercicit riang, seakan-akan menghiraukan Arthur yang sedang menatap mereka dan bukit yang ada di belakang mereka.

"Apakah ini benar? Apakah selama ini benar?" gumam pria itu sambil duduk di kursi tempat dia biasa melihat keluar, ke arah bukit yang sudah satu tahun lamanya dia lihat. Bukit yang kini berwarna hijau karena musim semi itu terlihat indah, bukan hanya karena itu, di sanalah dia menemukan wanita itu.

"Namun wanita itu tidak bisa aku temui," gumamnya kembali sambil menghela napas yang cukup panjang.

Penasaran.

"Wanita itu benar-benar membuatku penasaran selama ini."

"Siapakah wanita itu, Arthur?"

Suara tidak asing tertangkap di telinga sang Ksatria yang bernama Arthur itu.

"Kau datang lagi, Zephys" jawab Arthur sambil berjalan ke arah kawannya yang sudah bersahabat dengannya setelah peristiwa Undead, sebuah peristiwa yang telah sangat banyak mengubah hidupnya.

Direngkuhnya sahabat dengan badan yang cukup kokoh itu sambil mengarahkannya ke tempat dimana mereka sering berbincang.

"Cincin itu tetap harus bisa beroperasi dengan baik," pembicaraan dibuka oleh Zephys sambil memakan buah apel yang disuguhkan Arthur kepadanya.

"Tentu, kau tidak lihat betapa damainya negeri ini?"

"Namun tidak untuk di luar sana, Arthur. Kita sama-sama tau bahwa bayaran untuk kedamaian itu sangat mahal harganya. Kamu dan aku sama-sama mengetahui itu."

"Kita dan Maloch." Kening Arthur berdenyit, seraya memberikan isyarat bahwa Zephys harus memperhatikan setiap kata yang dia ucapkan, atau sang makhluk berbadan kekar itu akan membuat mereka merasakan kesakitan.

"Hahahha aku membayangkannya sangat ngeri," ucap Zephys dengan tawa yang cukup keras, mentertawai ucapannya barusan. "Baiklah, Tuan Maloch."

Arthur menyesap teh hitam miliknya dan sekali lagi melihat ke bukit Afata dan melihat kedua burung pipit yang masih santai bercengkrama dan melompat-lompat di dahan sekitar jendela milik Arthur.

Love SwornTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang