02142018

8 2 0
                                    

Langit pagi ini terlihat cerah tanpa awan, menghantarkan setitik kebahagiaan kepada siapapun agar lebih semangat dalam menjalani hari meski terasa sangat memberatkan sekalipun. Keadaan langit sangat bertolak belakang dengan suasana hatiku yang kelabu. Musim dingin sudah berlalu, tapi entah kenapa rasa dinginnya tertinggal dan membekas di hatiku kendati bulan ini sudah memasuki musim semi.

Hari ini terlihat begitu aneh menurutku.

Oke kalian boleh menganggapku sebagai remaja perempuan yang kuno. Tidak bisa dipungkiri, itulah kebenarannya.

Aku tidak tahu apa yang salah dengan hari ini, tapi rasanya sangat berbeda dari kemarin. Lihat saja tingkah orang-orang di sekelilingku ini, saling berbagi dan mengumbar kebahagiaan yang membuatku semakin merasa kedinginan karena terabaikan. Tidak ada seorang pun yang menyadari presensiku di ruangan ini-mereka membiarkanku melamun seorang diri sembari bertopang dagu menatap hambaran langit dari jendela besar yang terpasang tepat di sebelahku. Aku ini orang yang cukup sensitif dalam emosi asal kalian tahu.

Acara berangan-anganku terhenti begitu saja kala mendengar bunyi derit kursi bergeser diiringi dering bel masuk bergema di penjuru kelas. Kursi kosong di sebelahku kini sudah ditempati oleh lelaki tampan yang menjadi idola sekolah-dia memang duduk bersamaku.

Well, aku merasa cukup beruntung bisa menjadi seatmate dari lelaki terpopuler di sekolahku. Dan ya... aku sedikit menaruh hati pada lelaki di sebelahku ini.

Hanya sedikit, tidak banyak. Jika harus dikalkulasikan, kupikir aku bisa menyebutkan angka 25 dari 100 persen.

Kulihat mejanya penuh dengan banyak bingkisan mencolok berbentuk hati dengan warna merah yang bisa kupastikan semuanya berisi coklat. Seingatku ulangtahunnya itu masih 6 bulan yang akan datang. Jadi untuk apa semua bingkisan itu?

"Hei, kau tidak memeriksa laci mejamu?"

Aku terperanjat. Suara baritonnya terdengar menyapa di indera pendengaranku-dia mengajakku berbicara, amat tidak kusangka karena saat ini guru matematika tengah menjabarkan suatu rumus yang sukses membuat isi kepalaku mendidih hanya dengan satu kali lihat. Tapi aku mencoba menguasai ekspresiku karena tiba-tiba saja aku merasa gugup tanpa alasan yang kuketahui, aku mengernyit menatapnya yang juga menatap ke arahku.

Aku merasakan perasaan aneh karena ia mengajakku berbicara saat pelajaran berlangsung dimana guru tengah menjelaskan. Tidak biasanya. Seperti bukan dia saja. Well, aku duduk dengannya sejak semester kemarin, jadi aku tahu sedikit mengenai beberapa kebiasaannya.

Aku pun berujar dengan kalem. "Kenapa aku harus memeriksa laciku yang sudah kosong karena kubersihkan saat piket kemarin?"

Dia tertawa pelan kemudian menunjukkan senyuman yang jarang sekali ia perlihatkan kepada siapapun. Aku merasa terperanjat kala mendengar ucapannya selanjutnya yang seakan-akan membuat jantungku melompat keluar dari rongga dadaku. Detik itu aku menyadari apa yang terjadi pada hari ini.

"Karena aku meletakkan sekotak kue dan buket bunga yang sudah susah payah kusiapkan untukmu di laci. Kau suka tiramisu dan lily putih kan? Oh iya, aku akan tunggu balasan darimu di tanggal 14 bulan depan." []

SaoirseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang