Prolog

2K 128 8
                                    

Mengenang Tragedi Bintara 1987
.
.

Disclaimer by Masashi Kishimoto
.
.

Indonesia, 2018

Matanya menatap sendu ke depan, menerawang kejadian yang terjadi puluhan tahun lalu. Sudah hampir satu jam ia duduk di bangku tunggu sebuah stasiun. Bangku yang sudah tak sama lagi, begitupun dengan diri nya yang sudah tak muda lagi. Ia selalu datang ke Negara ini setiap tahunnya, Berharap cintanya berada disana. Menunggunya.

Sekelebat bayangan lalu membuatnya memejamkan mata, berusaha mengingat dengan jelas paras indah yang selalu dikaguminya. Yang selalu ia puji hingga langit dan bumi merasa iri. Diarahkan matanya ke samping, menangkap sosok yang selalu memenuhi pikirannya hampir seumur hidup lelaki itu. Sama seperti 31 tahun yang lalu, sedang memainkan handphone yang kini terlihat amat kuno. Fokusnya tidak teralihkan sama sekali, sampai kedua mata itu bertemu. Saling menatap. Ia lemparkan senyuman tulus, sarat akan kerinduan yang begitu setia menemaninya menghabiskan sisa hidup.

Cintanya, berada disana. Masih menatapnya lama. Sampai setetes air jatuh dari matanya, bersamaan dengan tangannya yang tak mampu meraih sosok itu. Rasa sakit itu masih ada, menghujam jantungnya hingga rasanya diremas dari dalam. Rasa sakit yang beberapa tahun terakhir bertambah parah saja. Tapi biarlah, selama ia bisa melihat pujaan hatinya.
"Astaga kakek!! apa yang kau lakukan?"
Pekikan seorang gadis muda terdengar, ya. Cucu nya. Masih remaja dan merengek ikut karna mengkhawatirkan keadaan kakeknya yang dalam ingatannya, selalu hampir mati setiap pergi ke Indonesia.

Dan sekarang ia tahu apa penyebabnya, Kakeknya membiarkan saja saat penyakit jantungnya kambuh. Tidak berusaha meminum obatnya atau bahkan menghubungi rumah sakit. Ia memperhatikan dari jauh, kakeknya hanya menatap kesamping dengan senyuman yang dimatanya terlihat amat menyedihkan.
"Ayo kita kerumah sakit saja"
Pria tua itu menggeleng, menggenggam lembut pergelangan tangan cucu nya yang ingin membantunya berdiri.
"Kakek disini saja"
Dan ia hanya bisa menatap tidak mengerti, apalagi yang sedang ingin dilakukan kakeknya.

.

Ingin kukatakan setidaknya kita sudah mencoba
Ingin kusalahkan segalanya pada hidup
Mungkin kita ini memang tak ditakdirkan bersama
Tapi itu adalah sebuah kebohongan
sebuah kebohongan

Indonesia, 1987

"Kenapa bajumu hitam semua? kita ini bukannya mau menghadiri acara pemakaman sasuke"
Ucap lelaki bermata biru sambil membongkar tas 'sahabatnya' sebenarnya ia ingin merapikan barang barangnya sendiri, tapi ternyata koper yang ia buka milik sasuke. Maklum, mereka berdua memiliki koper yang persis sama
"Tidak semuanya hitam, ada yang berwarna biru gelap"

"Kau tidak mau mencoba baju dengan warna cerah sepertiku?"

"Tidak"

"Tapi aku kelihatan keren dengan warna cerah"

"Kau terlihat bodoh"

Mendengus sebal, Naruto melanjutkan kegiatannya merapikan pakaian milik sasuke. Perhatian sekali bukan? Lagipula ia paham, Sasuke itu mudah lelah. Daya tahan tubuhnya lemah jika dibandingkan dengan Tank sepertinya

"Sasuke, malam ini kita mau makan apa?"

Bola mata hitam itu teralihkan, menatapnya. Terlihat berpikir sebentar, sebenarnya Sasuke juga sudah merasa lapar. Tapi mau bagaimana, mereka baru sampai di Negara orang tanpa tahu seluk beluknya, Hanya bermodal tekad dan bahasa yang sedikit ia mengerti

Almost Is Never Enough(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang