Setelah menyelesaikan permasalahan terakhir berupa laporan tertulis tentang tempat tinggal sementara, aku berterima kasih penuh pada Ryukaze-san karena telah membantu perizinan serta bahkan masalah terakhir itu.
Ya itu benar. Aku memutuskan untuk menerima rekomendasi darinya ketika bertemu langsung dengan pemilik kediaman keluarga Yamashiro.
Kepala keluarga, tuan Yamashiro Ikeda, merupakan seorang pengerajin kayu terkenal dari distrik-03 ini, beliau memiliki seorang putra yang juga adalah peserta turnamen serupa Ryukaze-san dan Shiraishi-san.
Dan karena peserta turnamen wajib tinggal di bangunan utama pusat distrik ini, dua buah ruangan yang awalnya adalah tempat tinggal putra pemilik kediaman serta Ryukaze-san yang dahulu pernah magang di sini, sekarang berubah kosong, dan memang telah direncanakan untuk diubah menjadi penginapan saat itu juga, berhubung bangunannya terpisah dari rumah utama.
Jadi tentunya, tidak akan mengganggu tuan rumah bila nanti disewakan.
Namun bukan itu alasanku memilih tinggal di kediaman ini, hal itu lebih karena tongkat kayu ini <The Philosopher>.
Tongkat sihir pemberian Master ini ternyata dibuat pemilik kediaman ini bersama <Caduceus1> milik Master.
Yah, dapat kukatakan kalau Master pernah ke sini setidaknya beberapa kali, dan kuyakin juga jika masih ada kemungkinan Master akan mampir lagi ke kediaman ini selama 2 bulan aku menetap di distrik ini, meski harus tetap kuakui jika peluang tersebut terjadi sangatlah kecil.
Kurasa selama proses mendapat izin menetap dari siang tadi, kejadian tak terduga saat inilah yang paling berpihak padaku.
Atau itulah yang kurasakan.
Bagian I A
Malam ini, sekitar pukul 07:45.
Aku duduk di kursi kayu yang satu set dengan sebuah meja dipinggir dekat pintu keluar, memandang sebuah buku tua setelah selesai bersih-bersih dan mandi.
Buku berbahasa dunia2 ini isinya penuh akan sejarah kuno ilmu sihir termasuk legenda kuno populer tentang Kristal merah ajaib yang juga dipercaya oleh banyak orang di dunia tanpa sihir ini. Meskipun kebanyakan tahu sejarah kristal itu, mereka lebih menganggap kejadian tersebut sebagai dongeng belaka ketimbang mempercayainya sebagai 'kejadian asli' yang aku dan Master percayai.
"Page 55, chapter 3: 'The Magical Promise' ..... Hmm, I feel like I forgot something, but.... Oh my! That promise! ...... Ah, syukurlah.... ternyata masih sempat."
Panik ketika hampir melupakan sebuah janji dengan orang yang baru kukenal dari distrik ini, aku segera menengok ke arah jam dinding dan menghela nafas lega setelahnya.
"Tapi... apa yang harus kukenakan untuk itu? .... Benar juga? Aku'kan cuma punya setelan penyihir. Yah, setidaknya.... jubahnya jangan sampai tak kukenakan."
Bangun dari posisi duduk, aku meraih jubah cokelat yang kugantung sebelum mandi 1 jam lalu, mengenakannya diluar sweter malam.
Pada saat ini, jika dilihat sekilas, setelan yang kukenakan sekarang seakan serupa dengan siang tadi, akan tetapi bila dilihat pada bagian pergelangan tangan pasti akan langsung terlihat perbedaannya.
Simpelnya, perbedaan itu hanya terletak pada baju utamaku.
Yah, jika siang tadi sweternya lengan pendek, maka malam ini lengan panjang. Lengan sweter yang bahkan melebihi panjang dari lengan jubah penyihirku inilah alasan kenapa kubilang hanya pada pergelangan tangan.
Kalau begitu kuputuskan setelan ini yang kugunakan untuk berkeliling distrik jika ia benar-benar datang ke sini.
Tepat ketika aku berpikir akan hal ini, dari luar seseorang tiba-tiba mengetuk pintu masuk lalu bicara dengan sopan.
KAMU SEDANG MEMBACA
C-aster: World Without Magical Instruments
AventuraApa yang terpikirkan pertama kali begitu mendengar kisah 'penyihir' dan 'kesatria' yang ada dalam sebuah kota yang sama? Mereka berselisih hingga penyihir berakhir ditiang gantung? Atau mungkin... penyihir berhasil menundukkan para kesatria? Yah...