Enam : Kebenaran Sesungguhnya

575 108 13
                                    

Takdir itu kejam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Takdir itu kejam. Tapi ibu Hansol lebih kejam.

Hujan mengguyur pemakaman di salah satu sudut kota dengan derasnya tanpa ampun. Buket bunga yang sedari tadi dipegang Hansol telah kehilangan aura indahnya. Hansol menundukkan kepalanya, dan hujan itu menemani air matanya untuk turun ke tanah peristirahatan terakhir ibunya berada.

Di belakangnya, Brian, asisten kepercayaan ibunya sekaligus sahabat Hansol, memegang sebuah map plastik. Sedangkan di tangan kirinya ada payung hitam yang seharusnya ia gunakan untuk melindungi Hansol dari hujan. Tapi laki-laki itu terus mengacuhkannya, bahkan kerap menolaknya.

We must come back to home right now,”kata Brian akhirnya. Hansol menggeleng, bahunya terlihat bergetar sembari ia membalas, “Ibu akan kesepian disini.”

Dia tidak akan kesepian, Hansol. Tuhan menemaninya selalu. Karena Ia lebih baikㅡlebih daripada apa yang dilakukan oleh ibunya pada anaknya semasa ia hidup.

Walau Hansol membenci ibunya, tapi Hansol tidak bisa tidak menangis. Karena bagaimanapun juga, ia ada di dunia ini karena ibunya. Ibunya adalah orang yang Hansol cintaiㅡtapi disaat bersamaan, Hansol membencinya. Ibunya adalah orang yang memperlihatkan dunia pada Hansol, tapi ibunya juga adalah orang yang sama yang memperlihatkan Hansol pada dunia yang kejam. Perempuan itu tega membuang Hansol ke Korea hanya karena ia tidak ingin menjadi penerus perusahaannya. Dan sekarang apa?

Hansol harus rela melepaskan dunianya.

Bukan ibunya saja yang pergi saat ini.

Tapi dunianya juga.

Seungkwan.

“Ibumu meninggalkan Dean,”Brian melapor pada Hansol ketika keduanya sampai di Incheon Airport setelah pemakaman. Hansol saat itu masih duduk di bangku SMA, dan dia harus melewatkan ujian kelulusan karena mengurusi pemakaman ibunya.

Kepala Hansol berputar, menemukan Brian dengan raut santainya. “Dean?”ulang Hansol heran. Nama yang asing. Hansol tidak pernah punya kenalan dengan nama itu.
Brian mengangguk. “Ya. Kau tahu kan ibumu sempat menikah lagi dengan pengusaha dari Prancis itu?”

Ya, Hansol masih ingat bagaimana sebuah undangan berhiaskan ukiran-ukiran indah datang ke apartemennya. Isinya menuliskan nama ibunya dan sebuah nama lagiㅡsebagai si pengantin pria. Hansol tidak datang ke pernikahan mereka, dia memang tidak sudi untuk datang kesana. Bukan hanya karena ibunya menikah lagiㅡtapi karena itu ibunya maka ia tidak mau.

“Mereka punya anak,”kata Brian. Hansol melotot, menghentikan langkahnya sejenak, “Kau bilang apa?”tanyanya tidak percaya. Pendengarannya masih berfungsi kan?

Brian mengulangi kata-katanya lagi, dan kali ini ia menambahkan, “Dan nama anak itu Dean. Dean Giordany.”

Hansol tidak mampu untuk tidak menelan ludahnya dengan gugup, apalagi ketika ia melihat bagaimana foto rupa Dean di ponsel Brian. Anak itu masih kecil, seorang bayi laki-laki yang badannya begitu sehat. Ibunya mengandung Dean dengan sangat baik rupanya. “Dia masih 7 bulan, Hansol,”jelas Brian ketika Hansol menanyakan umurnya.

Mantan Dan New York ㅡ verkwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang