Part 2

7 0 0
                                    


"Maaf. Sepertinya aku mengganggu waktumu," katanya tapi aku hanya diam tak tertarik untuk menanggapi.

"Aku punya salah ya?" tanyanya lagi, kali ini lebih berhati-hati.

"..."

"Pekerjaanmu tidak berjalan lancar? Atau ada rekan kerjamu yang membuatmu kesal?"

"Mit?"

"Kamu lagi sakit? Mau aku anter ke dokter? Atau ada masalah lagi sama ayahmu?"

"..."

"Astaga! Mit kamu kenapa sih diem aja? Kamu lihat dan dengar aku kan? Kamu nggak percaya sama aku sampai nggak mau cerita sedikit pun? Mit, kita udah sama-sama 7 tahun. Kamu masih anggap aku ini orang asing buat kamu?"

"Aku gak bisa cerita sekarang, Ndi."

"Hah... kamu tuh sering kayak gini. Tiba-tiba diem nggak tau alasannya kenapa dan gak mau cerita. Kamu juga pernah bilang nggak bisa cerita sekarang tiga tahun lalu dan sampai hari ini kamu belum cerita apa pun, Mit."

"Andi, please. Aku juga nggak mau kayak gini sama kamu. Tapi aku juga nggak tau harus cerita apa sama kamu."

"Kenapa? Kamu udah bosen sama aku? kalau iya bilang aja nggak usah ngerasa nggak enak. Aku nggak bakal marah."

"..."

"Jadi bener itu alasannya. Maaf aku udah jadi pacar yang ngebosenin."

"Ndi, bisa nggak sih nggak ngambil kesimpulan sendiri begitu? Aku sendiri juga nggak tahu kenapa aku begini. Aku juga nggak mau begini. Aku cuma lagi pengen sendiri."

"Maksudnya kamu mau putus?"

"Andi! Aku tahu kamu nggak bisa ngerti apa yang aku omongin barusan dan aku juga gak mau maksa kamu buat ngerti, tapi aku bener-bener nggak tahu aku ini kenapa."

"Cuma orang bodoh yang nggak tahu apa yang terjadi pada dirinya sendiri Mit dan aku tahu kamu bukan bodoh. Kamu Cuma nggak mau berbagi sama aku."

"Ndi... aku nggak tau lagi harus ngomong apa lagi sekarang. Anggap aja kesimpulanmu tadi bener."

"Maksudnya?"

"Aku pengen putus. Aku nggak tahu ini akan berlangsung sampai kapan dan aku juga nggak mau bikin kamu bingung selama itu."

"Seharusnya kita nggak pernah memulai hubungan ini, Ndi. Mungkin lebih baik jika dulu kita tetap jadi sahabat baik, nggak kayak sekarang."

Aku pergi tanpa menyentuh sup ayam kesukaanku menembus hujan yang masih rintik di luar sana. Aku sudah terlalu banyak membuatnya bingung, khawatir, dan merasa sakit hati. Mungkin ini adalah pilihan terbaik untuknya dan untukku. Walaupun sebenarnya aku tidak pernah mau mengatakan kalimat itu padanya. Dia adalah orang yang sangat penting bagiku. Suatu saat aku akan menyesali keputusanku ini. Tidak, bahkan sekarang aku pun sudah menyesalinya tapi aku tidak mu membuatnya semakin membenciku. Aku juga membenci diriku yang selalu seperti ini saat menghadapi tekanan.

***

LonelyWhere stories live. Discover now