Saat itu, saat kau dan aku bersekolah di tingkat SD yang sama, kau dan aku masih sama-sama lugu soal perasaan. Masih benar-benar polos perihal apa itu cinta dan luka. Namun anehnya, aku merasa senang bila berada di dekatmu, bermain bersamamu, berkejar-kejaran denganmu, dan berbicara denganmu perihal apa saja yang sedang jadi trending topic bagi anak-anak. Mungkin... tentang Upin dan Ipin misalnya.
Hahaha.
Saat ini, ketika aku menulis lanjutan kisah ini, aku tersenyum mengingat semua hal menyenangkan itu. Ternyata, dulu kau dan aku adalah teman baik, teman bermain, bahkan teman usil. Dan kaulah yang seringkali mengerjaiku. Salah satunya adalah saat sedang ada sesi pemotretan untuk foto di raport dan Ijazah SD, kau menganggu fokusku sampai-sampai aku tidak fokus pada lensa kamera. Alhasil, fotoku jadi tidak bagus. Di dalam foto itu, mataku terlihat sedang melirik, dan tentu saja karena saat itu pandangan mataku tertuju padamu. Padamu yang entah mengapa selalu membuatku merasa senang meskipun kau suka usil padaku.
"Ah, semesta..., kini aku begitu merindukannya. Aku rindu suaranya, tawanya, harum aromanya, tatapan teduhnya, dan ah... aku rindu mendengarkan ceritanya. Rindu nada suaranya yang suka berubah-ubah sesuai dengan objek yang ia ceritakan. Aku rindu dia, Semesta. Aku rindu dia... Tolong bantu aku menyampaikannya, kumohon...," jeritku dalam hati sambil memandang ke luar jendela.
Baiklah, kusimpan dulu, ya rindunya. Sebab, apakah kalian tahu, kisahku dan dia masih teramat panjang. Bahkan, aku kewalahan harus memulainya dari mana. Tapi ternyata, aku bisa. Aku bisa memulainya. Sebab aku sudah tidak kuat untuk memendam dan menyimpannya lagi, because it's hurts me.
Ya, menyakitkan. Karena aku mengenang kenangan tentangnya yang begitu indah dan tak terlupakan. Sedangkan, (sepertinya) dia tak merasakan hal yang sama. Dia tidak mengingatku dan merindukanku. Begitu, kan, Semesta?
Dulu, aku pernah menemani seseorang yang kaucintai tidur, aku menjaganya diam-diam, dan entah kenapa aku memantaunya agar tetap baik-baik saja dan tidur dengan lelap. Aku ingat meski samar-samar, malam itu, di depan koridor bawah itu, kau ngobrol sebentar dengan dia---pacarmu---sebelum dia masuk ke dalam kelas. Entah apa yang tengah kalian bicarakan karena memang aku tidak menyimaknya, yang pasti saat itu aku melihat kau dan wanita berjaket merah itu saling menatap dengan tatapan penuh arti, dan kau... sangat perhatian padanya. Ya, jelaslah, dia itu kan pacarmu.
Saking perhatiannya dirimu, kamu sampai-sampai sering mengantar-jemput pacarmu itu tiapkali pergi ke sekolah. Dan saat di sekolah pun, kalian berdua selalu terlihat mesra bagai lem dan perangko.
Jujur saja, waktu itu, yang ada di pikiranku adalah, "Oh, kamu sudah bahagia. Syukurlah, itu sudah cukup bagiku yang diam-diam menyayangimu." Tapi di sisi lain, setengah hatiku merasa sedih dan entah mengapa ada perasaan tidak suka yang menyelinap ke hatiku. Apa aku cemburu?
Dan setelah ribuan hari kulewati, akhirnya kusadar, ternyata benar rasa aneh itu namanya cemburu. Tapi, aku tidak menunjukkannya padamu karena memang waktu itu, kau dan aku jadi berjarak dan semakin jauh. Aku pun (sepertinya) tidak sempat menceritakan tentangmu dan perihal perasaan ini pada ketiga sahabatku di masa SLTP. Karena memang saat itu, aku menganggap perasaan ini hanyalah perasaan kehilangan biasa. Kehilanganmu sebagai sahabat sebab dulu kita sedang akrab-akrabnya.
Entahlah, saat itu, aku juga tidak begitu paham perihal perasaan aneh yang suka datang tiba-tiba ini. Terkadang aku bersikap biasa saat berpapasan denganmu, tapi kadangkala aku merasa sedih dan merindukan kau yang dulu.
"Tuhan, apakah perasaan ini akan berubah seperti musim yang selalu berganti? Apakah rasa ini akan sirna oleh waktu yang terus melaju? Dan apakah cinta ini akan secepatnya pergi dan ruang hatiku?" tanya hatiku seraya menatap langit malam, mengenangmu yang nun jauh di sana.
***
Bersambung.
Kisah di chapter ini berakhir dengan pertanyaan yang entah apa jawabannya. Aku sebagai pemeran utamanya pun tidak tahu. Apalagi kamu yang tidak peka selama ini. 😁😞
Baiklah, selamat menanti kisah baru di bab selanjutnya. Dan selamat menunggu pengenala nama tokoh yang kuceritakan di sini. 😊💕💕 Eits! Tapi, jangan jatuh cinta sama dia, ya. Jangan! Dia jodoh orang lain, atau aku? Entahlah. 😁
Peluk dari jauh.
Love,
Hime (Sayang Himeddict)
***
PS: Himeddict adalah sebutan untuk pembacaku yang kuanggap sebagai kawan, teman. 😊 So, kalau mau chat atau tanya-tanya tentangku atau cerita ini, bisa langsung WA aku ke nomor 082317863663.
Terima kasih sudah membaca karya sederhanaku.
Semoga bisa mengenal kalian dan bertemu (someday di meet & greet buku ini) 😍💕💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa Yang (belum) Usai
PoesiaTentang perasaan yang awalnya abu-abu. Ini adalah kisah si kaku yang bertemu dengan si ceria. Tentang si perasa dan seseorang yang tidak peka. Tentang si putih dan si biru. Tentang aku dan kamu yang diam-diam membuatku jatuh hati. Dan aku benci...