Agnes berjalan atau lebih tepatnya setengah berlari mengejar bus terakhir menuju kota kelahirannya yang akan tiba sekitar 15 menit lagi di halte terakhirnya, sialnya belum sempat Agnes duduk dihalte kakinya terantuk tangga halte dan membuatnya berhenti hanya untuk mengelus pergelangan kakinya yang terasa nyeri. Saat mendongak untuk menghentikan bus ternyata bus itu sudah berlalu dengan cepat membuatnya makin kesal dan marah.
“Sial, sial, sial” umpatan itu terus keluar dari bibirnya sambil duduk dan memegangi pergelangan kakinya yang nampak biru.
“Halo mas Agnes ngga bisa pulang sekarang bis terakhir sudah lewat dan Agnes harus segera pulang ke kosan supaya besok dapat bus paling pagi, salam untuk ibu dan ayah ya” ujarnya sambil menempelkan hp ditelinga.
“Nes tunggu situ aja temen mas ada yang mau bareng sama kamu” cegah kakaknya.
Agnes menjawab iya sebelum mematikan telpon dari kakak laki-lakinya. Hampir setengah jam Agnes menunggu teman kakaknya itu tapi orang itu tak kunjung datang membuatnya jengkel setengah mati, Agnes mencoba menelpon kakaknya namun hingga suara operator yang menjawabnya kakaknya tak mengangkat telponnya.
“Maaf apa anda Agnes adiknya Augie?” ujar seseorang mengejutkan langkahnya yang akan kembali ke kosan.
“Iya saya Agnes ada yang bisa saya bantu?” jawabnya menahan dongkol.
“Maaf saya terlambat setengah jam karena tadi ada kecelakaan” ujarnya sok gentle padAgnes sambil membukakan pintu mobilnya untuknya. Agnes hanya membalas senyum-lebih tepatnya seringai-palsu sambil menggumamkan kata terima kasih.
Sepanjang perjalanan ini Agnes lebih memilih tidur karena lelah dan menghindari percakapan dengan teman kakaknya yang membuatnya jengkel. Agnes merasa bahunya digoyang-goyangkan membuatnya membuka mata dan kaget melihat rumah yang tampak sudah ramai dengan sanak saudaranya.
“Masuk aja mas anggap rumah sendiri” ujarnya sambil mengangkat travel bag.
“Aku bawain ya kok kayaknya berat banget” tawarnya, Agnes hanya menggeleng pelan lalu segera menghilang diantara kerumunan orang.
Agnes mengawasi pria itu dari jendela kamarnya yang berada dilantai dua rumahnya, sedikit kesal juga kakaknya tak juga muncul sekadar menjemput temannya itu.
“Dasar Augie oon temennya dibiarin disitu aja” katanya setengah geram lalu berlari menyusul pria itu lewat pintu samping.
“Mas kok ngga masuk tadi aku kan udah bilang langsung masuk aja” tegur Agnes.
“Aku ngga enak kalo ngga ada tuan rumah yang nyambut atau sekadar mengantar masuk” jawabnya pelan.
“Ikut aku aja, aku anterin ke kamar Augie!” perintah Agnes, pria itu menurut dan mengekori Agnes kekamar Augie.
“Hey dude how are you and how was your trip?” teriak seseorang nyaring membuat Agnes membulatkan matanya karena kesal.