Di Hari ini, aku hanya ingin mengucapkan selamat ulang tahun pada pertiwi. Tapi apa aku boleh merasa iri sedikit pada si pertiwi? Boleh? Tidak? Entahlah, aku akan tetap merasa iri. Karena apa, di hari ini banyak sekali yang mengucapkan selamat kepadanya.
Beribu-ribu bahkan sampai berjuta-juta orang. Mengucapkan selamat pun ikut merayakannya. Bahkan orang-orang yang sudah terbiasa sibuk dengan rutinitas sehari-harinya, tiba-tiba dengan mudah meluangkan waktunya-libur sebentar-hanya karena si pertiwi. Bukankah itu hebat?
Bagimu yang sedang membaca ini pun pasti merasa iri sama sepertiku. Tapi aku tak sejahat itu sampai-sampai aku hanya diam termenung. Aku pun ingin mengucapkan selamat ulang tahun padamu wahai pertiwi yang sangat diagungi.
Aku mengucapkan ini sebagai bentuk kesetiaanku karena aku adalah anak asuhmu. Walau kuakui, kau belum sesempurna yang lain ketika mendidikku. Masih ada segelintir kerikil kecil menelisip lewat celah dengan tak tau malu. Tapi aku tetap bangga padamu.
Aku juga ingin mengingatkan padamu.
Janganlah kau banyak rokok. Buanglah jauh-jauh rokok yang diberi oleh anak asuhmu yang nakal itu, dan dengarkanlah anak asuhmu yang cerewet ini. Bagaimanapun, semua itu untuk kebaikanmu, juga kesehatan organ-organ dalam. Karena aku takut dirimu yang semakin tua ini tergerogoti asap. Sedikit demi sedikit tubuhmu makin ringkih, makin banyak organ jadi korban. Makin banyak pula duitmu keluar untuk hidup para penyembuh.
Kau pula jangan banyak minum, aku hanya takut kau kelebihan air lalu meluluh-lantahkan semuanya, itu hanya akan mengotori dirimu semakin jauh. Anak asuhmu yang baik juga akan kesusahan membersihkan kotoran yang kau buat. Walau itu semua dari anak asuhmu yang nakal yang dengan senang hati berbagi minuman. Menyumbat tenggorokanmu serta organ-organ. Dan sumbatan itu pula yang membuatmu muntah. Aku sebagai anak yang cerewet tak mau kau seperti itu.
Kau juga janganlah terlalu senang bermain bersama tikus-tikus peliharaan anak asuhmu yang nakal, bergoyang seenaknya mengikuti musik. Kau tau, tikus itu menjijikkan. Aku sebenarnya ingin berbicara padamu saat itu. Tapi aku hanya malas. Di sisi lain, aku pun takut tikus-tikus itu makin membodohimu. Jadi, aku akan bercerita disini tentang fakta si tikus wahai pertiwi. Tak kau sadari, si tikus itu sangatlah cerdik, dia juga sangat gesit. Dia mengendap saat kau sedikit terlelap karena penat yang tiba-tiba hinggap. Dan hap, saat itu juga uangmu diambil si tikus dengan santainya. Lalu ia kabur membawa sebagian harta yang telah kau simpan lama.
Lihatlah, lalu akan kau berikan apa anak dari anak asuhmu kelak, bila hartamu juga dicuri. Dan ketika kau tak mengetahuinya-karena salahku tak memberitahukannya, hari-harimu masih penuh dengan tarian bersama tikus-tikus keji.
Tapi, ketika kau tahu dengan sendirinya-tanpa kuberitahu. Aku kecewa padamu. Kau memang marah. Kau memang menghukum mereka. Tapi kau tetap memberikan si tikus kebahagiaan. Tikus-tikus itu memang ada di balik jeruji. Tapi jeruji itu, bukan jeruji tanpa alas-yang ketika malam datang dan dirimu mengantuk lalu ingin segera berbaring, kau merasakan dingin membelai, kau merasakan kerasnya semen mencium punggung tegapmu.
Tapi jeruji yang kau berikan, bukanlah semen keras dari batuan. Tapi semen lembut dari kapas terbaik, membuat punggungmu nyaman. Sangat nyaman. Saking nyamannya, ketika kau bangun, di pagi hari, melihat bermacam-macam manusia berlenggok dengan berbagai topeng muka yang terpasang dengan baik, kau bukannya kesal ingin melepaskannya. Kau malah dengan senang hati menerimanya. Karena kau tau hidup itu berputar, topeng itu pun akan berputar. Mungkin seperti sekarang saat fajar menyapa, senja pun dengan rela mengantri untuk segera membuat matamu luluh dengan indah pesonanya. Membuat setiap celah dari tubuhmu yang tak akan terlewat, perlahan membaringkan diri pada semen terbaik sepanjang masa.
Itulah hukuman yang diberikan dirimu pada tikus yang meraup simpananmu.
Pertiwi, pesanku padamu. Teruslah kau jaga kesehatanmu, jagalah badan ringkihmu walau dirimu makin menua. Teruslah kau jaga hartamu, sisihkan sebagian untuk anak dari anak asuhmu kelak. Yakinlah mereka akan mengembangkannya, seperti ketika mereka membuat roti-mengembang dengan sempurna. Semakin dirimu bertambah angka, kau pasti lebih banyak hambatan. Tapi aku-anak asuhmu-malah senang karena kau semakin maju dan kuat.
Juga pesanku, bila seseorang berbuat jahat padamu, berikan mereka hukuman setimpal dengan apa yang telah mereka perbuat. Jangan lukai harga dirimu ketika menghukum mereka dengan kebahagiaan. Mereka hanya sedikit terasingkan dari dunia luar karena terhalang jeruji. Tapi, mereka tetap menemukan kebahagiaan seperti orang tak punya salah. Layaknya mereka hanya membelai uang, membawanya kemana-mana, tapi tak mereka pakai. Itulah hukuman yang diberikan olehmu sekarang pertiwi. Padahal nyatanya, mereka menggerogotinya, bukan hanya separuh tapi hampir tiga perempatnya. Aku sungguh lelah ketika tindakanmu tak sebanding paras anggunmu.
Sudahlah pertiwi, aku memang banyak mengoceh. Sangat cerewet. Dan mari kita sudahi ini. Karena aku pun, belum sebaik anak asuhmu yang lain yang bisa membanggakanmu lebih lebih.
Aku, hanya anak asuhmu yang mengikuti alur jalan sehalus aspal ketika baru dicor bukan kasar seperti aspal yang telah dilewati truk berton-ton muatan sehingga mengakibatkan ambruk di mana mana-lubang kecil-kecil. Aku bukanlah anak yang berani ambil tindakan, memberontak, menendang kejahatan-merangkul kebaikann. Aku hanyalah anak yang penurut-menuruti takdir dengan mudahnya. Aku hanya bisa mengoceh lewat media dan bangga dengan nyinyirannya. Aku pun hanya anak tak berguna, yang mengumbar kebaikan lewat sosial media, tapi tak ayal melakukan keburukan dibaliknya. Aku hanyalah anak yang banyak omong, tapi tak ada tindakan, macam sudah seperti peribahasa yang kau kenalkan padaku. Tong kosong bunyinya nyaring. Benar benar nyaring kan pertiwi.
Karena itu, kita sudahi. Karena itu semua pula, aku ingin meminta maaf. Terlalu banyak ocehanku menghujam dirimu. Menusuk-nusuk bagai panah yang baru diasah. Menikam seperti pisau yang amat tajam.
Di hari ini. Harusnya aku memberimu kebanggaan, tapi aku malah mengoceh tiada henti. Aku tau sekarang telingamu sudah panas, gatal tak karuan-karena suara cemprengku.
Pertiwi.
Selamat hari jadi.
Kau sudah makin menua ya. 74 tahun di tahun 2019 ini. Semoga kau tambah maju. Kau selalu sehat. Kau bisa dipercaya. Kau bisa tegas pada lawanmu. Kau, cepatlah selesaikan masalahmu. Agar kau bisa dipuji, disegani, pun diagungkan teman-temanmu. Kau bisa dipercaya mereka, bila tambah umurmu, juga tambah kemajuanmu. Semangat selalu pertiwi. Kami disini-anak asuhmu, akan selalu ada di belakangmu. Mendukungmu dengan pasti. Membuatmu bangga dengan prestasi.
Selamat tinggal untuk berjumpa lagi tahun depan. Kuharap aku tetap bisa cerewet di tahun depan nanti, walau mungkin kau tak suka, aku akan tetap melakukannya.
👐👐👐👐👐👐👐👐👐👐👐👐👐
Note; Ini kubuat setahun lalu, dan gak kerasa udah setahun aja dipendem ya😴

KAMU SEDANG MEMBACA
Pertiwi Punya Hari
Cerita PendekIni hanyalah pemberian anak asuh yang tiada artinya. Hanya cerita pendek yang lebih banyak ocehannya daripada ceritanya. Terima kasih. Selamat membaca. 👐👐👐