Pekatnya malam menyelimuti angkasa. Menutup bintang yang ingin menampilkan indah cahayanya. Seccha tatap kembali kamar ini, yang sudah 6 tahun menjadi basecampnya.
Banyak kenangan yang telah Seccha buat di kamar ini, ah bukan. Bukan cuma kamar ini, tapi rumah ini. Terlebih lagi seseorang yang kini menatap gadis itu di pinggir pintu dengan tatapan yang tak bisa diartikan.
"Kepala lo batu banget keknya. Emang kenapa sih gak kuliah di sini aja atau ikut gue ke London." Tanyanya dengan ekspresi gusar. Seccha terdiam. Sekali lagi, rayuannya ibaratkan es krim di padang pasir. Menggiurkan.
Seccha menghela nafas. Lalu menghirup udara sebanyak-banyaknya. "Udah deh ya, gak usah sok ngerayu. Lagian kalo gue ikut sama lo ke London gak ada yang jaga ayah."
Seccha memutar bola matanya. Menyembunyikan gebupan jantungnya yang tak normal. Ini keputusannya, demi menjaga kelangsungan hidupnya dan tidak mendapatkan serangan jantung ia memutuskan keluar dari kamar.
Arteka mendengus lalu mengikuti langkah Seccha yang keluar kamar. Sejujurnya ia ingin menyampaikan semua rasa yang ia simpan selama ini.
Rasa yang hanya ia dan Tuhan yang tau.
------
Assalamualaikum readers
Ini adalah cerita peratamaku, semoga kalean suka ya.Salam hangat,
Umai :)
KAMU SEDANG MEMBACA
PENA
Teen FictionSeperti kisah klise yang pernah kita baca. Ini hanya tentang aku yang menyukaimu dalam dia. Yang selalu bersembunyi dalam status 'persahabatan'. Ini tentang aku yang terlalu pengecut untuk menyampaikan atau kamu yang terlalu buta untuk melihat perju...