Kringgg
Kringgg
Kringgg
Bunyi alarm menggema di kamar milik seorang gadis yang sedang tertidur dengan pulasnya. Perlahan mata itu terbuka. Menampakkan iris hitamnya. Khas orang indonesia.
Gadis itu pun mematikan alarm dan duduk di pinggir kasur. Menggumpulkan nyawa sedikit demi sedikit. Setelah itu pun ia berwudhu dan melaksanakan kewajiban umat muslim saat subuh.
***
Terdengar bunyi dari arah dapur. Bunyi orang memasak. "Eh Seccha udah bangun." sapa seorang wanita yang bernama Kirana.
"Udah bunda." jawab Seccha-gadis tersebut, Seccha duduk di meja makan. "Masak apa bun?"
"Tumis bayam sama ayam goreng Cha." Lalu terciumlah bau sedap yang membuat perut siapapun lapar. "Tolong ambilkan sedikit garam di dekat lemari bawah itu Cha." tunjuk Kirana.
Seccha melangkah menuju lemari bawah. "Ini bun." sahut Seccha sambil memberikan garam tersebut. "Jadi Seccha bantu apa nih bun, masa iya Seccha cuma liat doang."
"Udah mau selesai juga Cha," Kirana menoleh ke arah Seccha dan tersenyum, "kamu itu ya mirip banget sama almarhum mamah kamu. Mulai dari sifat baik mamah kamu, mata kamu, rambut kamu, wajah kamu, cara jalan kamu, cuma sikap yang lain aja yang mirip papah kamu."
Seccha tersenyum pedih. Semua tentang mamahnya selalu bisa membuat suasana hatinya berubah. "Emm... Masakan bunda paling enak deh." sapa Arteka.
Arteka mencomot ayam goreng yang telah di siapkan di meja makan
"Barang-barang lo udah lo siap semua belum Cha?" Arteka bertanya.
Cowok tampan itu mencomot kembali, rasa gurih dari ayam goreng bundanya memang yang terbaik.
"Udah Ka." Seccha berjalan ke arah kulkas, membukanya dan mengambil minum. Dinginnya air langsung membanjiri kerongkongannya.
"Mending kalian mandi deh, terus sarapan." Bunda Kirana mematikan kompor dan mencuci tangan. "Siap bunda." jawab Arteka.
"Iya bun." sahut Seccha.
***
Kata orang masa SMA adalah masa terindah dalam hidupmu. Banyak orang mengalami perubahan saat SMA. Menurut Seccha itu hanyalah bualan. Toh ini biasa saja. Dari dulu Seccha tidak pernah punya teman dekat. Ralat. Ada dua. Teman cewek? Banyak sih, tapi tidak pernah ada yang dekat.
Seccha adalah tipikal anak pendiam, tidak banyak tingkah, dan dewasa. Sedangkan Arteka tidak memiliki sifat yang jauh berbeda dari Seccha. Tapi ketika berkumpul bersama keluarga, sahabat ataupun Seccha hilanglah sudah sifat itu.
Hari ini adalah hari pertama Seccha menjejakan kaki di SMA 56 Jakarta sebagai seorang siswi. Sebuah SMA negeri yang memiliki reputasi yang spektakuler. Meski Seccha datang sangat pagi tetapi ternyata sudah lumayan banyak siswa yang datang ke sekolah.
"Bengong aja, kesambet lo entar." Seccha mengerjap, lalu menoleh ke kiri. Ada Arteka yang juga menatapnya. "Ck, apaan sih," Seccha mulai berjalan ke arah koridor. Arteka pun segera menyusulnya. Mensejajarkan langkah Seccha. "Lo masuk jurusan apa Cha?" Koridor tampak ramai, tentu saja. Di depan mereka sekarang banyak orang yang melihat pembagian kelas. "MIPA" sahut Seccha. "Oh, sama dong."
Namun saat papan pengunguman tinggal beberapa langkah lagi, kerumuan itu pun melenggang. Semua kaum hawa menatap Arteka. Loh emang siapa yang tidak tertarik dengan Arteka. Arteka memiliki wajah khas orang Indonesia, berambut hitam, memiliki kulit putih bersih, tinggi yang di atas rata-rata, berahang tegas dan tak lupa tatapan dinginnya.
Sedangkan Seccha yang melihat secara live itu semua hanya memutar matanya. "Sudah gue duga." batin Seccha. Tak ingin menyianyiakan waktu Seccha pun mulai mencari namanya dan Arteka.
Dan, sekelas lagi.
Tak bisa di pungkiri, Seccha merasa bahagia bisa sekelas lagi dengan Arteka. Meskipun begitu ia tetap memasang tampak tak peduli dan segera berlalu ke kelasnya yang baru.
Terdengar suara keributan di belakang Seccha, namun gadis itu tak peduli dan tetap berjalan dengan tenang. Ketika suara itu mulai mendekat tubuh Seccha di tarik ke samping oleh seseorang. Seccha yang mendapat perlakuan begitu pun kaget. Pasalnya bukan karena ia hampir di tabrak rombongan senior yang lewat tadi, tapi jarak wajahnya dengan Arteka. Bahkan hembusan nafas cowok itu menyapu wajahnya.
"Lo gak papa kan Cha." tanya Arteka dengan khawatir. "Iya, gue oke." Seccha segara melepaskan rangkulan itu dan melangkah kembali menuju kelasnya dengan Arteka yang setia berjalan di sampingnya. Yang tak di ketahuinya adalah banyak gadis yang merasa iri kedekatannya dengan Arteka.
***
"Baiklah anak-anak, sekarang kalian boleh istirahat. Untuk hari pertama di berikan jam kosong. Ibu harap kalian bisa menggunakan waktu ini dengan baik. Selamat pagi." Helaan nafas lega terdengar setelah Wali kelas mereka-- Ibu Ema keluar dari kelas.
Auranya itu lho... Mencekam. Walaupun mereka adalah kumpulan anak pintar yang telah tergabung dalam kelas 10 MIPA 1, namun tak bisa di tampik bahwa mereka juga merasakan aura ketegasan Ibu Ema yang beritanya adalah guru terkiller di SMA 56 Jakarta. Ibu Ema juga termasuk guru pembimbing dalam OSIS. Tak heran apabila siswa baru pun langsung mengetahui reputasinya.
Seccha menghela nafas dan meregangkan sedikit ototnya yang tegang. Arteka berjalan ke arah tempat duduknya. "Masuk ekskul apa Cha?" Seccha menoleh ke arah Arteka, lalu berdiri dan berjalan ke kantin. Arteka melangkah di sampingnya. "Belum tau Ka, lo?" tanya Seccha setelah mereka duduk di kantin dan memesan makanan. "Yang pasti sih basket," jawab Arteka.
Kalau Seccha itu cuek, maka Arteka setengah dari sifat Seccha itu. Cuek tidak, friendly tidak juga. Yang pasti sikap itu hanya berlaku jika ia sedang di sekolah atau di luar rumah. Tak lama kemudian pesanan mereka datang. Namun belum sampai memakan sesuap pun sahabat terabsurd mereka datang. Siapa lagi kalo bukan Gerland.
Masalahnya itu manusia yang bernama lengkap Gerland Alldectervie ini sintingnya gak ketulungan. Meskipun sudah bersahabat sejak SMP sifatnya tidak bisa berubah. Lucunya Seccha dan Arteka masih bisa bersahabat dengan Gerland bahkan sampai saat ini.
"Gue ada kabar gembira guys." Gerland duduk di sebelah Arteka, sementara Seccha duduk sendiri di depan mereka berdua. "Apaan?" sahut Arteka dengan acuh tak acuh. Seccha hanya menjadi pendengar, sebab ia tidak terlalu tertarik.
Gerland mendengus, untung Gerland sudah mengisi stok kesabaran jika berhadapan dengan kedua sahabatnya ini. "Sepupu gue sekolah di sini woy, kemaren dia baru datang dari Jerman." Gerland bercerita dengan semangat 45. Bahkan matanya sampai berbinar-binar.
Tapi apa ini, yang di dapatkannya hanyalah tatapan datar dari Seccha dan Arteka. Gerland kembali mendengus, untung Gerland tidak masuk MIPA dan malah masuk IPS. Karena di mana-mana anak MIPA itu emang begitu. Tak heran jika Seccha dan Arteka begitu. Nyebelin kalo kata Gerland. Padahal Gerald ini termasuk pintar. "Yaelah, gini aja respon lo, capek gue." Gerland kembali berceloteh. "Siapa namanya?" tanya Seccha.
Gerland menganga seperti melihat hantu. Bukannya lebay, pasalnya Seccha ini adalah perempuan tercuek yang pernah di temuinya. Walaupun sebenarnya perhatian secara tidak langsung. "Tumben." sahut Arteka. "Biar Ge gak merasa di kacangin."
Gerland mengumpat. Baiklah ia menarik semua presepsinya mengenai tanggapan Seccha. "Kok lo jahat banget sih Cha, dedek sedih nih." Gerland memasang wajah terluka akibat ucapan Seccha yang sayangnya tak berdampak apa-apa.
Tak lama mata Gerland berbinar, arah tatapannya menuju pintu kantin. "Nah itu dia datang."
KAMU SEDANG MEMBACA
PENA
Teen FictionSeperti kisah klise yang pernah kita baca. Ini hanya tentang aku yang menyukaimu dalam dia. Yang selalu bersembunyi dalam status 'persahabatan'. Ini tentang aku yang terlalu pengecut untuk menyampaikan atau kamu yang terlalu buta untuk melihat perju...