Chapter 1 [Revisi]

23K 820 12
                                    

Menatap pantulan diri pada cermin, Aisyah tersenyum canggung. Berusaha memberikan senyum terbaiknya untuk teman-teman baru yang sebentar lagi ia temui. Namun, sepertinya pertemuan pertama mereka tidak akan berjalan dengan lancar karena keadaan Aisyah benar-benar kacau. Tangan kanan dengan refleks memegang dada, jantungnya berdetak sangat kencang. Bagaimana ia bisa bertemu, kalau semuanya terlihat tidak normal. Dari senyum dan bahkan detak jantung.

"Ya Allah jantung Ais…" gumamnya pelan. Bros yang tergeletak di atas meja ia ambil, dipasangkan pada kerudung agar terlihat lebih indah dipandang. "Nggak berlebihan kan ya?"

Suara pintu terbuka membuat arah pandang Aisyah beralih. Seorang wanita dewasa muncul dari balik pintu, kekehan pelan terlontar kala melihat putri bungsunya cemberut.

"Ada apa sih sayang? Masa masih pagi udah cemberut gitu." Dihampirinya Aisyah yang langsung memeluknya dengan erat.

Mendapat usapan lembut dipucuk kepala, Aisyah merasa lebih tenang. "Ais gugup Umi. Coba deh rasain detak jantung Ais, kencang sekali kan?"

"Nggak kok, detak jantung kamu normal."

Aisyah menggeleng, menyanggah perkataan sang Umi. "Tadi detak jantung Ais kencang, tapi sudah agak mereda pas Umi peluk."

Melepaskan pelukan yang tertaut, Umi memperhatikan penampilan sang anak dari ujung kepala hingga ujung kaki. Sudah rapi. Diambilnya parfum yang tergeletak di meja rias, meminta Aisyah untuk memejamkan mata, dua semprotan parfum Umi berikan pada pakaian Aisyah.

"Nahh…sudah siap. Ayok turun, kita sarapan dulu."

Aisyah tersenyum lalu mengangguk pelan. "Iya Umi. Ais mau pakai kaus kaki dulu, Umi turun duluan saja."

Sekeluarnya Umi dari kamar, Aisyah membuka lemari mencari kaus kaki. Menggulung kain putih itu lalu dipakaikan pada kedua kakinya. Sekarang sudah benar-benar rapi. Tas sekolah yang sudah ia siapkan diambil, menyampirkan pada bahu Aisyah segera turun ke ruang makan.

Mendekat ke Abi secara diam-diam, kecupan kecil ia berikan. "Selamat pagi Abi."

Abi yang sedang membaca koran sembari minum teh menoleh, meminta Aisyah untuk mendekat. Memberikan hal yang sama dengan apa yang putrinya berikan, Abi tersenyum hangat.

"Bagaimana? Ais sudah siap untuk Sekolah?" pertanyaan Abi dijawab dengan gelengan kecil. "Jangan terlalu gugup sayang, lakukan saja semuanya seperti biasa."

"Sudah Abi, tapi masih saja gugup. Apa Ais tidak bisa Sekolah di rumah saja seperti sebelumnya?"

Mendapat jawaban yang tidak Aisyah harapkan, ia menunduk lesu. Rasa gugup dan gundahnya semakin terasa kala melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 6 pagi. Sebentar lagi ia akan berangkat ke Sekolah. Menaruh kepala diantara lipatan tangan, Azalea merapalkan doa-doa yang membuat hatinya tenang.

"Abi korannya ditaruh dulu. Ayok kita sarapan, sebentar lagi kan Ais harus berangkat." Mangkuk besar berisi nasi goreng Umi taruh di tengah-tengah meja makan.

Mendengarkan permintaan sang isteri, Abi menaruh koran yang tadi dibaca pada kursi kosong. "Siap Umi. Ais juga nihh, sarapan dulu sayang."

Aisyah mendongak ketika namanya disebut. Menerima piring yang Umi berikan, Aisyah tidak lupa mengucapkan terimakasih. Seperti biasa mereka selalu sarapan dengan tenang, tidak ada yang bicara sebelum selesai makan.

"Umi. Apa Ais nggak perlu memakai softlens?" Tanya Aisyah saat berpamitan pada Umi.

"Memangnya kenapa sayang? Kamu kurang percaya diri?" Umi balik bertanya dan dijawab anggukan kecil oleh sang putri. Dahi Umi berkerut. "Loh, kenapa? Bola mata kamu indah, Umi bahkan ingin punya bola mata seperti kamu."

She's Aisyah [Pindah Ke Aplikasi Dream]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang